Sabtu, 10 Desember 2022

PRAMUKA & KESELAMATAN ANAK SEKOLAH (BAGIAN XXXIII)

Kakak Pembina, Abdul Aziz Allan (tengah) dan Farid Bahalwan (pojok, duduk kanan) di tengah-tengah anak didiknya. Machmud Makarim (Narasumber – baris depan)
Lokasi : Stasiun Lawang, tahun 1971

Ternyata masih ada cerita dan kiprah Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya lainnya yang perlu diinformasikan ke khalayak ramai, disamping cerita pramuka pada edisi sebelumnya. Alhamdulillah, penulis bersilaturrahim dengan Machmud Makarim, salah satu pelaku pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya, untuk berbagi cerita seputar peran pramuka sebatas yang Machmud Makarim tau dan ikuti. Selasa, 29 November 2022.

Berikut ini adalah informasi selengkapnya dari sudut pandang Machmud Makarim. Machmud Makarim, pertama kali aktif di pramuka adalah ketika masih usia SD kelas 5. Dan waktu itu masih masuk kelompok Siaga. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Machmud Makarim, langsung ikut kemah di bumi perkemahan Polaman-Lawang, Kabupaten Malang, yang berlangsung tanggal 31 Agustus s/d 4 September 1971 bersama kakak pembina, Abdul Aziz Allan dan Farid Bahalwan.

Perjalanan dimulai dari Stasiun Semut menuju Stasiun Lawang. Kemudian dari Stasiun Lawang berjalan kaki ke Polaman. “Kami memilih mendirikan tenda di atas perbukitan dan di bawah tenda ada kolam dan di seberangnya ada warung yang berjualan makanan. Namun kami oleh pembina dilarang untuk membeli makanan/jajan. Dan untuk memastikan itu (larangan tidak boleh jajan), selaku kakak pembina, Abdul Aziz Allan mengawasi langsung. Peserta kemah dari Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya adalah : Saya (Machmud Makarim), Abdul Aziz Hamedan, Ismail Baktir, Jasmadi, Bambang Mulyanto dan kawan-kawan”, kenang Machmud Makarim.

Machmud Makarim juga menambahkan, “Ada cerita menarik, ketika kita kemah di Polaman Lawang yang ada aturan tidak boleh membeli jajan, tiba-tiba orang tua Farhad Baisa datang dan membawa roti dalam jumlah banyak. Akhirnya kita makan rame-rame dan anak-anak bilang ke Farhad, bilango ke umikmu, sering-sering datang dan membawa roti ke perkemahan. Melihat hal itu, kakak pembina, Abdul Aziz Allan yang semula melarang, tidak bisa berkutik melihat pemandangan itu (makan rame-rame). Termasuk kak Amin Basyaeb yang sudah masak, akhirnya nasinya tidak laku, membuat Amin Basyaeb kecewa. Kakak senior yang ikut adalah : Geys Bin Muchsin Alchotib, Farhad Baisa, Aufa Bahalwan, Amin Basyaeb, Saleh Basymeleh, Fauzi Bin Mahfud, Ahmad (Bambang) Bahadiq dan kawan-kawan. Berhubung kita masih SD, umur siaga, maka acaranya hanya nyanyi-nyanyi saja. Tidak berat, belum ada pendakian.”

Selain itu, masih menurut Machmud Makarim, dia (Machmud Makarim), Jasmadi, Bambang Mulyanto, Wajdi Alamudi dan kawan-kawan ikut Persami di sekolah Al-Irsyad, Jl. Danakarya No. 46 Surabaya sekitar tahun 1973. Acara yang menarik, penuh tantangan sekaligus cermat dalam memanfaatkan waktu. Bentuk acaranya adalah Jurit Malam. Jalan kaki dari perkemahan di Al-Irsyad Surabaya menuju pemakaman Pegirian Surabaya. Dengan memakai lampu lentera. Oleh kakak pembina, minyak yang diisikan di lampu lentera sudah diukur, yaitu sampai di area pemakaman minyaknya habis, yang secara otomatis lampu akan mati. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mencari nasi bungkus yang terlebih dahulu sudah disiapkan oleh senior. Menurut informasinya, nasi bungkus tersebut ada yang diikat di pohon, ada yang di semak-semak, bahkan ada pula yang diletakkan di tempat yang orang tidak mungkin mencarinya. Ini semacam tanda tapak dan ada petunjuk agar kita tidak kehilangan arah. Kesemua tahapan tersebut diberi waktu 30 menit. Dan setelah menemukan nasi, langsung dibawa kembali ke Al-Irsyad serta melaporkan kepada kakak pembina, kemudian makan bersama-sama. Kegiatan ini merupakan kegiatan siaga untuk kenaikan ke penggalang. 


Halaman depan Perguruan Al Irsyad Surabaya Tempo Doeloe

Machmud Makarim menambahkan ceritanya, kenangan yang menarik adalah saat membantu menyeberangkan anak-anak sekolah Al-Irsyad secara bergiliran dengan tetap memakai seragam pramuka. Ada dua pintu yaitu pintu besar (di barat) dan pintu kecil (di timur) di Jalan Danakarya, lalu lintasnya cukup ramai. Anak-anak pramuka bertugas mulai pukul 06.30 pagi dan juga menjelang pulang sekolah. Maklum saat itu belum ada petugas yang menyeberangkan anak-anak sekolah.

Machmud Makarim juga terkenang dengan apa yang disampaikan oleh Ustadz Umar Hubeisy kepada anak-anak, “Kalian jangan nongkrong di jalan. Lebih baik kembali ke Al-Irsyad. Isi kegiatanmu dengan hal yang positif.” Bahkan untuk memberi support, Ustadz Umar Hubeisy sering datang di sore hari guna melihat sekaligus membangkitkan semangat. Kebetulan saat itu di Al-Irsyad Surabaya ada kegiatan Bola Voli, Boxer, Karate, Perpustakaan dan lain-lain. Seperti itulah kegiatan pramuka masa itu, sangat menyenangkan dan mengisi kegiatan-kegiatan yang positif. (Bersambung)

Ditulis oleh : Washil Bahalwan

Narasumber : Machmud Makarim


Machmud Makarim (Narasumber – kiri, baju kotak-kotak) bersama Penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar