Sabtu, 18 Februari 2023

TORIQ BAYASUT SANG VOODER AL IRSYAD SURABAYA TEMPO DOELOE (BAGIAN KETIGA)

Kenangan Tim Bola Voli Unair (kaos merah) setelah Juara I dipertandingkan dengan tim Pemda Mataram (NTB) dan menang. Mataram tahun 1979.
Dari kiri ke kanan : Hardono (FE), Ridhoi (FKH), Nizar Yamani (FK), Toriq (Narasumber - FH), Dillah Baadilah (pemain Al Irsyad/pinjaman), Rudy (FE).
Bawah pemain Pemda NTB (kaos putih).

Selain vooder dalam permainan Bola Voli ada juga pemain yang posisinya sebagai smasher dan juga menerima passing. Masing-masing posisi tersebut harus menyatu dan kompak menerjemahkan strategi yang diinginkan oleh pelatih, sehingga permainan menjadi efektif yang muaranya adalah kemenangan. Tentunya dalam pertandingan pasti diperlukan improvisasi, bergantung pada strategi yang dimainkan oleh lawan.

Ada beberapa Teknik dasar yang harus dipahami dalam permainan Bola Voli, diantaranya adalah :

1. Seorang vooder, harus paham permintaan smasher. Bola diupayakan lurus dan tenang agar sang smaher mudah melakukan smash ke daerah lawan.

2. Passing yang menerima bola pertama, harus mengarahkan bola kepada vooder, untuk selanjutnya diteruskan kepada smasher. Kalau passingnya mengarah ke vooder tidak pas, maka akan menyulitkan vooder. Namun demikian Toriq tetap berusaha dengan tenang untuk mengumpan bola kepada smasher dan perpindahan bola maksimal 3 kali, selanjutnya harus dipindah ke permainan lawan.

3. Service dari lawan harus bisa diterima atau passing mengarah ke vooder, agar vooder dapat mengarahkan bola ke smasher dan sebisa mungkin harus bisa di smash, agar poin dapat diraih. Akan tetapi kebalikannya, jika gagal dilakukan smash, maka kemungkinan besar point akan diperoleh pihak lawan.

Lebih lanjut penulis bertanya kepada Toriq, apa kesan dan pengalamannya selama menjadi pemain BolaVoli, khususnya di club Al Irsyad Surabaya tempo doeloe ? Sangat menyenangkan. Sehabis pulang kuliah, istirahat sebentar. Begitu Ashar, saya segera sholat. Selesai sholat sebelum ke Al Irsyad sambil menatap langit untuk melihat cuaca , terang atau mendung. Kalau terang, saya segera berangkat ke Al Irsyad dengan rasa gembira untuk Latihan Bola Voli. Suasana di Al Irsyad saat itu selalu penuh dengan penonton. Selain latihan Bola Voli, Tenis Meja, Bulu tangkis, Yuyitshu yang dilatih oleh P. Nashir, yang sehari harinya berdinas di TNI AL, juga ada perpustakaan.

Hal menarik dari club Bola Voli Al Irsyad Surabaya adalah, pemainnya tidak hanya Pelajar dan Pemuda Al Irsyad Surabaya saja. Tetapi juga mengundang orang lain untuk bergabung menjadi pemain club Bola Voli Al Irsyad Surabaya. Demikian yang disampaikan oleh Amang Yamani. Pemain tersebut adalah ayah dan anak yaitu Tuan Faiz (ayah), Bashir (anak) yang berkebangsaan Pakistan. Meskipun Tuan Faiz sudah berumur, namun masih berlatih di Al Irsyad Surabaya. Tuan Faiz memiliki toko yang menjual parfum dan obat tradisional di Jl. Panggung Surabaya, sedang Bashir memiliki toko olahraga yang bernama Toko Depauw di Jl. Gemblongan (depan kantor PLN) Surabaya.

Ada juga bagian pengambil bola yang keluar dari lapangan, yaitu Agustinus Pati yang punya nama panggilan Panuso. Dia keturunan Ambon. Alhamdulillah seiring perjalanan waktu, akhirnya menjadi muallaf. Selepas bergabung dari club Bola Voli Al Irsyad Surabaya, Agustinus Pati (Panuso) bergabung dengan club sepak bola Asyabaab Surabaya. Pernah cuaca hujan, kita tidak jadi latihan Bola Voli, tetapi berlatih Ternis Meja di teras Aula, sambil menunggu hujan reda. Jadi suasana persahabatan tetap terjalin. Amang Yamani menambahkan ceritanya, dulu sebelum perpustakaan, tempat ini bernama Bibliotek. Ruangan ini di sebelah pintu gerbang Al Irsyad Jl. Danakarya No. 46 Surabaya. Ruangan ini dibagi dua : bagian depan menghadap barat, difungsikan untuk perpustakaan. Sedangkan ruangan bagian belakang (timur) dengan pintu menghadap lapangan bola voli difungsikan untuk tempat penyimpanan perlengkapan voli, antara lain : bola, tiang, dan net. Ada hal yang berkesan dalam diri Amang Yamani, “Satu hari kalau tidak ke Al Irsyad, ada yang kurang dalam hidup ini”, demikian yang disampaikan kepada penulis.

Lain dari itu, hal menarik lainnya adalah, pada saat Latihan, perpindahan bola dalam suatu permainan sangat lama dan seru. Artinya bola berpindah dari satu pemain ke pemain lainnya cukup lama. Mungkin ada satu pemain yang merasa capek, maka dia membuat trik , Ketika bola mengarah kepadanya, dia pura pura jatuh dan akhirnya bola mati. Melihat itu, pemain senior marah dan mengejarnya sampai ke luar lapangan sambil diomeli. Demikian yang disampaikan oleh Moestofa Bazargan, mengenang kejadian itu sambal tertawa. Ada ada saja, itulah keunikan tim Bola Voli Al Irsyad Surabaya tempo doeloe.

Kondisi club Bola Voli Al Irsyad Surabaya waktu itu pas pasan, bolanya sangat terbatas. Menurut Toriq, kita dulu pernah memakai bola yang terbuat dari karet. Alhamdulillah s ambil jalan, kita dapat memakai bola dari kulit.

Di tengah perbincangan, Penulis, bertanya. Bagaimana cara mendapatkan bola ? Toriq menjawab, Alhamdulillah sumbangan dari warga Al Irsyad yang cinta bola voli. Tentang merk bola voli pada saat itu beragam, diantaranya terbuat dari karet adalah VOID, sedang yang bagus terbuat dari kulit bermerk TACHICARA made in Japan dan juga ada yang merk MIKASA.

Meskipun dengan peralatan terbatas, namun tidak menyurutkan semangat anak anak untuk berlatih lebih serius, bahkan bisa menunjukkan prestasi yang membanggakan.Sekali lagi terima kasih kepada warga Al Irsyad atas dukungan dan partisipasinya.

Kenangan Tim Bola Voli Setneg dalam Kejuaraan Nasional antar lembaga sekretariat tertinggi dan tinggi (Lemsettina), Desember 1981 di Hall Basket Senayan Jakarta. Toriq Bayasut (Narasumber) berdiri paling kanan.

Tahun 1980, Setelah lulus dari Fakultas Hukum Unair Surabaya, Toriq bekerja di kantor Setneg (Sekretariat Negara) Jakarta. Walaupun demikian kecintaannya terhadap Bola Voli tetap dipelihara dan disalurkan. Disela sela istirahat bekerja Toriq tetap berlatih permainan Bola Voli di lapangan belakang komplek Sekretariat Negara Jakarta. Semasa berkarier di Setneg Toriq juga sebagai pemain Bola Voli tim Setneg dan mengikuti kejuaraan nasional antar Lembaga sekretariat tertinggi dan tinggi negara (Lemsettina) yang berlangsung di Hall Basket Senayan, Desember 1981 dan dibuka oleh Menteri Sekretaris Negara waktu itu, bapak Sudharmono. Diantara tim yang bertanding adalah dari Setneg, MPR, DPR, BPK, DPA (Dewan Pertimbangan Agung) dll. Alhamdulillah tim Setneg menjadi juara I dengan official tim Setneg adalah Yunus Yamani. Selain itu di Jakarta Toriq Bayasut dan Yunus Yamani juga main Bola Voli di club AVIANTARA dan juga main Voli dengan pemain pemain Kejaksaan Agung di lapangan Bulungan.

Mengakhiri perbincangan , penulis bertanya, apa harapannya untuk generasi muda saat ini ? “Harapannya olahraga adalah suatu kebutuhan, karena untuk menyalurkan minat dan bakat serta bermanfaat untukKesehatan. Selain itu olahraga juga sarana mencegah generasi muda dari perbuatan negatif. Pendidikan tetap menjadi yang utama, tetapi harus diimbangi dengan kegiatan lainnya, salah satunya adalah olahraga. Tentunya olahraga yang dikembangkan disesuaikan dengan perkembangan jaman dan kebutuhan . Selain itu Bola Voli di Al Irsyad Surabaya tempo doeloe merupakan Icon, sehingga merupakan kebanggaan tersendiri kalau menjadi pemain Al Irsyad”, demikian kata Toriq dengan penuh harap.

Akhir tahun 1989, Toriq resign dari Setneg, kemudian bekerja di PT. SIER Surabaya dari tahun 1990 – 2010. Alhamdulillah, sekarang Toriq masih nampak sehat dan optimis di usianya yang sudah 69 tahun, itu salah satunya karena rajin olahraga. Beliau sekarang aktif di Yayasan masjid Al falah Surabaya, bidang wakaf. Itulah perjalanan Toriq Bayasut dari sekolah, aktif di Bola Voli, bekerja dan sekarang aktif dalam kegiatan sosial.

Dari perbincangan dengan narasumber (Toriq Bayasut, Amang Yamani, Moestofa Bazargan), banyak pelajaran yang dapat diambil. Setiap anakmemilikiminat dan bakat yang berbeda. Maka sebaiknya kita memfasilitasi tumbuh kembangnya minat dan bakat tersebut, sehingga menjadi bekal masa depan. Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada ketiga narasumberyang telah berbagi pengalaman. Semoga cerita ini menginspirasi kita semua khususnya generasi muda harapan bangsa. Semoga.

Ditulis oleh : Washil Bahalwan

Narasumber : Toriq Bayasut, Amang Yamani dan Moestofa Bazargan

Sabtu, 11 Februari 2023

TORIQ BAYASUT SANG VOODER AL IRSYAD SURABAYA TEMPO DOELOE (BAGIAN KEDUA)

Kenangan Tim Bola Voli Unair di Mataram tahun 1979 pada saat Turnamen Bola Voli Perguruan Tinggi Se-Indonesia Timur. Unair Juara I.
Dari kiri ke kanan : Atim, Hardono (FE), Syamsuri (FK), Toriq Bayasut (Narasumber - FH), Idrus (FK), Harimas (FH), Nizar Yamani (FK), Ridhoi (FKH), Made (FE), Yunus Yamani (pelatih/coach), Rudy (FE), dan Dillah Baadillah (pemain Al Irsyad/pinjaman)

Seperti disampaikan pada bagian pertama, Toriq Bayasut merupakan salah satu pemain Bola Voli Al Irsyad tempo doeloe yang sangat membanggakan, disamping pemain lainnya (Amang Yamani dan Hasan Jawwas).

Toriq Bayasut, sangat beruntung, karena dapat menyelesaikan pendidikannya mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi. Sehingga hal itu berpengaruh terhadap kehidupannya. Adapun Riwayat pendidikannya adalah : SD Al Irsyad Surabaya, SMPN 7 Surabaya, SMAN 2 Surabaya dan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.

Setelah menamatkan Pendidikan tingkat SMP, Toriq melanjutkan Pendidikan ke SMAN 2 Surabaya. Di SMA tersebut, ikut kegiatan ekstrakurikuler olahraga, khususnya cabang Bola Voli. Kebetulan banyak anak anak dari club Al Irsyad yang juga melanjutkan ke SMAN 2, sehingga seperti reunian kembali. Tim Bola Voli SMAN 2 Surabaya terdiri atas : Toriq Bayasut, Noval Yamani, Yunus Mahri, Thalib Faraj Bin Thalib dan ditambah anak lainnya. Akan tetapi tetap anak-anak jebolan club Al Irsyad Surabaya menjadi pemain kunci di tim Bola Voli SMAN 2 Surabaya. Pada saat itu hampir sering juara ketika diadakan pertandingan antar SMA di Surabaya. Maklum, skill anak-anak Al Irsyad memang di atas rata-rata.

Selepas SMA, Toriq Bayasut melanjutkan ke Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya. Bakat dan kecintaannya pada olahraga Bola Voli berlanjut terus sampai kuliah. Ketika ada pertandingan antar perguruan tinggi, tim Bola Voli Tim Unair beranggotakan : Toriq Bayasut, Bashir Kalia, Yunus Yamani, Farid Yamani, Nizar dari fakultas Kedokteran dan lainnya. “Alhamdulillah kita juara. Tim Bola Voli Unair dan ITS merupakan rival (saingan), saling mengalahkan. Setiap kali bertanding selalu seru dan penuh penontonnya”, demikian kenang Toriq Bayasut.

Sambil berseloroh, penulis bertanya, “Ketika melawan ITS, mana yang lebih banyak menang ?” Toriq menjawab, “Unair. Tetapi, kadangkala ITS yang menang. Memang dua tim tersebut (Unair dan ITS) dihuni oleh pemain-pemain berkualitas. Jadi bergantung pada mentalnya. Siapa yang mentalnya bagus, maka peluang menang jauh lebih besar.

Tahun 1979 diadakan pertandingan antar PTN dan PTS se-Jawa Timur dan tim Bola Voli Unair keluar sebagai Juara I yang berlanjut ikut pertandingan mewakili Indonesia Bagian Timur. Adapun tim Jawa Timur diwakili oleh Unair, Sulawesi Selatan (Makasar) dan beberapa perguruan tinggi di wilayah Indonesia Timur lainnya. Bertindak sebagai tuan rumah adalah kota Mataram (NTB).

“Alhamdulillah dalam Turnamen Bola Voli antar Perguruan Tinggi se Indonesia Timur ini, Tim Unair keluar sebagai Juara I. Adapun pemain Bola Voli Unair saat itu adalah : Atim, Hardono (FE), Syamsuri (FK), Saya (Toriq Bayasut) (FH), Idrus (FK), Harimas (FH), Nizar Yamani (FK), Ridhoi (FKH), Made (FE), Yunus Yamani (pelatih/coach), Rudy (FE), dan Dillah Baadillah (pemain Al Irsyad/pinjaman). Walaupun Yunus Yamani sudah lulus, akan tetapi sebagai wujud kecintaannya kepada almamater, maka dia (Yunus Yamani) ditunjuk menjadi pelatih / coach. Karena Juara I, maka perkumpulan Bola Voli di Mataram meminta kita untuk bertanding dengan tim-tim pilihan (kuat) di Mataram, salah satunya adalah tim milik Pemda Mataram. Alhamdulillah lagi-lagi kita Juara I. Mungkin kita bertanya, tidak akan lahir pemain hebat, tanpa didukung oleh pelatih hebat dan berintegritas. Lalu, bagaimana dengan club Al Irsyad yang mengagumkan itu ? Siapa pelatih yang berhasil mengukir prestasi ? Ternyata club Bola Voli Al Irsyad Surabaya tidak ada pelatih,” demikian jawaban Toriq Bayasut yang juga dibenarkan oleh Moestofa Bazargan. Yang juga sering menjadi wasit.

Lebih lanjut dikatakan oleh Toriq, “Kita hanya diajari sama Amang Yamani dan Hasan Jawwas. Kebanyakan otodidak. Mereka berdua (Amang Yamani dan Hasan Jawwas) hanya mengajari bagaimana menjadi vooder yang baik. Karena kunci permainan Bola Voli ada di tangan vooder. Bagaimana kemampuan dia (vooder) dalam melayani smaser sekaligus pengatur ritme pertandingan. Bagaimana tehnik dasar membagi bola yang baik yaitu bola tidak muter, sehingga menyulitkan smaser. Umpan bola ke depan, samping dan tengah serta bagaimana tehnik mengecoh lawan. Itu semua adalah bekal yang harus dimiliki oleh seorang vooder.”

Menurut Toriq Bayasut vooder yang bagus adalah bisa mengumpan bola dengan tenang, bola tidak berputar untuk memudahkan smaser. Selain itu seorang vooder harus mengetahui dan keinginan smaser (fariasi smaser). Ada smaser yang senang dengan bola tinggi, senang bola sedang dan ada pula yang senang bola yang ada dibibir net.

“Contohnya Totok, walaupun orangnya pendek, namun smas yang dilakukan sering mematikan lawan. Totok selalu minta kepada vooder bola yang mendekati net, sehingga dengan mudah disambar untuk menjadi point. Ibaratnya seorang vooder melayani sesuai pesanan. Lebih dari itu tugas vooder adalah berat karena harus paham bola harus diumpan kepada siapa. Jadi harus cerdik dalam membaca pola permainan. Bahkan dalam sebuah pertandingan, selaku Vooder, saya sampai menjatuhkan diri dalam mengumpan. Kadangkala sudah memberi umpan, masih tetap disalahkan oleh smaser,” kenang Toriq sambil ketawa mengenang masa lalu.

Toriq juga menjelaskan, “Untuk lebih mengasah tehnik pertandingan dan mental bertanding, maka club Al Irsyad, disamping melakukan pertandingan tandang juga kendang. Sering kita mengadakan pertandingan segitiga atau lainnya, dengan Al Irsyad sebagai penyelenggara. Sebagai penanggung jawab club Bola Voli Al Irsyad tempo doeloe adalah Ghozi Basymeleh. Totalitasnya luar biasa dan saya (Toriq) bersama pemain lainnya salut atas kepedulian dan pengorbanannya.”

Lebih lanjut Amang Yamani mengatakan, “Salah satu faktor pendukung yang membuat pemain bola voli Al Irsyad Surabaya tampil membaggakan adalah karena skill yang di atas rata-rata dan juga adanya fanatisme yang tinggi pada club. Sehingga mereka merasa memiliki dan berusaha memberikan yang terbaik untuk clubnya dalam setiap pertandingan yang dijalaninya. Tentunya itu semua tidak lepas dari izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Dari sini dapat disimpulkan bahwasanya keterbatasan (tidak ada pelatih) bukan alasan untuk tampil jelek. Justru dengan kekompakan dan kerja keras, keterbatasan dapat dikelola untuk menghasilkan prestasi yang membanggakan. Selamat membaca dan ikuti edisi berikutnya.

Ditulis oleh : Washil Bahalwan

Narasumber : Toriq Bayasyut, Amang Yamani dan Moestofa Bazargan

TORIQ BAYASUT SANG VOODER AL IRSYAD SURABAYA TEMPO DOELOE (BAGIAN PERTAMA)

Kenangan Foto Bersama Mantan Pemain Bola Voli Al Irsyad Surabaya Tempo Doeloe.
Paling kiri : Amang Yamani (baju merah muda), mantan pemain Nasional tahun 1960-an bersama Hasan Jawwas. Sebagai informasi, Amang Yamani dan Hasan Jawwas pernah menjadi delegasi olahraga Indonesia ke Uni Soviet tahun 1964
No. 2 dari kiri ke kanan : Moestofa Bazargan, Ahmad Basymeleh, Said Hayaza (baju liris), Munif Baya'syut (pakai jas), Novel Yamani, Salim Baktir (baju biru), Toriq Bayasut (baju putih - Narasumber), Bashir Kalia, Hisyam Hayaza (baju putih), Ghozi Basymeleh, Nizar Yamani, dan Yunus Yamani (baju batik paling kanan)
Acara Haflatul Ied 1 Syawal `1402 H - 23 Juli 1982
Lokasi : Sekolah Al-Irsyad Surabaya, Jl. Danakarya No. 46

Seperti disampaikan penulis pada bagian lalu, bahwa kisah Bola Voli Al Irsyad akan berlanjut dengan menampilkan para pelaku pebolavoli Al Irsyad tempo doeloe yang sangat membanggakan. Edisi kali ini penulis mengangkat Toriq Bayasut sang vooder andalan Bola Voli Al Irsyad Surabaya.

Kiprah ini perlu ditulis, bukan untuk riya’ atau yang lain. Akan tetapi murni untuk mengabarkan kepada yunior bahwa kegiatan apapun, apabila dilakukan sungguh-sungguh dan terus menerus, maka akan mencapai hasil maksimal. Dan tidak sedikit melalui olahraga, dapat dijadikan batu loncatan untuk peluang kerja atau yang lainnya. Intinya olahraga dapat membentuk karakter kuat, kerjasama dan saling membutuhkan dan nilai nilai itu sangat diperlukan dalam mengarungi kehidupan.

Untuk mengupas peran Toriq, demikian nama panggilannya, dalam perbolavolian Al Irsyad Surabaya, penulis berkesempatan silaturrahim ke rumahnya yang berada di daerah Gayung Sari Surabaya, Sabtu, 14 Januari 2023.

Olahraga Bola Voli merupakan salah satu icon Al Irsyad Surabaya tempo doeloe disamping aktivitas lainnya. Bermula ketika duduk di bangku SMPN 7 Surabaya, sekitar tahun 1970, Toriq kecil mulai bermain Bola Voli bersama Yunus Yamani dan lainnya. Dan pernah pula juara dalam kejuaraan antar SMP Se-Surabaya di GOR Pancasila Surabaya. Perlu diketahui, Toriq Bayasut dan Yunus Yamani adalah pemain didikan club Al Irsyad Surabaya.

Karena peminatnya cukup banyak, maka untuk club Al Irsyad saat itu dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pelajar dan kelompok pemuda. Mengingat lapangannya hanya satu yaitu di komplek Perguruan Al Irsyad, Jl. Danakarya No. 46 Surabaya, maka jadwal latihannya bergilir, yaitu kelompok pelajar, hari Senin, Rabu dan Jum’at. Sedangkan untuk kelompok pemuda, hari Selasa, Kamis dan Sabtu. Bagi pemain kelompok pelajar yang memiliki skill bagus (di atas rata rata), maka dapat dipromosikan ke kelompok pemuda. Boleh dikatakan, kelompok pelajar merupakan ajang seleksi alamiah untuk kelompok pemuda. Jadi club bola voli Al Irsyad Surabaya tidak kekurangan stok pemain.

“Alhamdulillah di kelompok pelajar, saya (Toriq Bayasut) cakap sebagai vooder (pembagi bola) yang bagus. Melihat hal itu Amang Yamani sebagai senior, merekrutnya masuk di kelompok pemuda. Karena kelompok pemuda banyak smaser, tetapi kekurangan vooder. Yang berposisi sebagai vooder pada kelompok pemuda waktu itu adalah Mohammad Bahmid, Ali Alydrus. Pernah waktu itu ada pertandingan persahabatan, saya (Toriq) menggantikan peran Mohammad Bahmid sebagai vooder. Ada perasaan bangga, namun saya terus berlatih untuk menjadi vooder yang jauh lebih baik”, demikian kenang Toriq Bayasut.

Untuk mengkoordinir sekaligus membuat jadwal kompetisi, maka setiap club Bola Voli harus masuk dalam asosiasi yaitu IBVOS (Ikatan Bola Voli Surabaya). Untuk club : Al Irsyad, Vio, Eagle, Naga Kuning, Nanggala, Sparta (Sidoarjo) dan lainnya, oleh IBVOS masuk kelompok tim A. Menariknya setiap club Al Irsyad Surabaya bertanding, selalu diumumkan dan ditulis di papan pengumuman di Hotel Kemajuan, Jl. KHM. Mansur Surabaya. Karena jamaah (warga Al Irsyad Surabaya) suka pertandingan Bola Voli, maka mereka berbondong-bondong menyaksikannya. Pertandingan Bola Voli diadakan di Lapangan Embong Macan (sekarang Tugu Bambu Runcing) Jl. Taman Ade Irma Suryani Nasution Surabaya. Ssebelumnya pertandingan diadakan di Lapangan Joko Dolog, depan Gedung Negara Grahadi, Jl. Pemuda Surabaya. Setiap berhadapan dengan Tim VIO, penontonnya selalu meluber, karena di tim VIO ada pemain keturunan Arab yaitu Fauzi Bin Thalib.

Pemain tim senior (tim A) adalah : Amang Yamani, Hasan Jawwas, Sucipto, Sukirno, Totok, Toriq Bayasut, Ali Alydrus, Yunus Yamani, Noval Yamani, Bashir Kalia, Farid Yamani dan Nizar Yamani. Sedangkan pemain tim Yunior (tim B) adalah : Taslimin, Mustari (KKO, karena beliau anggota KKO yang masih aktif), Yunus Mahri, Hisyam Hayaza, Ahmad Basymeleh, Sunarto.

“Menariknya, sekitar tahun 70-an, ketika memperingati HUT RI 17 Agustus, diadakan lomba Bola Voli antar daerah di Lapangan Segitiga, Kampung Melayu (Jl. Selangor, sekarang berdiri Masjid dan kantor Koramil Kecamatan Pabean Cantikan), Surabaya. Dinamakan kampung Melayu karena ada kemiripan nama seperti di negara Malaysia, yaitu Johor, Pahang, Kelantan, Trengganu, Perlis. Tim Pahang dengan pemain : Yamani bersaudara (Amang, Yunus, Noval, Farid, Nizar). Berhubung kurang satu, maka Toriq Bayasut di bon sebagai vooder, sehingga pas 6 orang. Gak pakai pemain cadangan. Alhamdulillah tim kita (tim Pahang) juara. Selain itu di wilayah Johor, dahulu ada asrama Bekam yang banyak dihuni oleh warga keturunan Ambon dan rata rata pemain voli. Jadi senang banyak kawan berlatih”, kenang Toriq Bayasut, tentunya banyak cerita menarik lainnya seputar kampung Melayu.

Tidak semua club memiliki dua kelompok (yunior dan senior). Alhamdulillah club Al Irsyad memiliki keduanya. Sedang anggota kelompok Yunior (tim B) adalah : Al Irsyad, Archiles, Theo, Naga Kuning, Indonesia Muda dan lain-lain. Seperti disampaikan di depan, pemain dari tim B yang memiliki skill bagus, akan mendapat promosi ke tim A, begitu pula club Al Irsyad, sehingga para pemain berlatih serius dan menunjukkan permainan yang bagus agar dapat promosi ke tim A.

Ketika ada kejuaraan tingkat Provinsi Jawa Timur, yang ikut bertanding dari Al Irsyad adalah Sucipto, Bashir Kalia dan lain-lain. Toriq melanjutkan ceritanya, masih di tahun 70-an, juga pernah masuk tim Bola Voli Jawa Timur yang bertanding di tingkat nasional di Bandung, dengan hasil sebagai berikut : Juara I. Tim Jawa Barat, Juara II Tim DKI dan Juara III Tim Jawa Timur. Satu kebanggan tersendiri, karena walaupun tidak juara I, akan tetapi Juara III merupakan prestasi yang luar biasa, dapat mengharumkan nama club asal (Al Irsyad Surabaya), Kota Surabaya dan Jawa Timur.

Di tengah-tengah obrolan, Penulis sempat bertanya, “Apakah dalam pertandingan selalu di lapangan tertutup ?” Toriq Bayasut menjawab, “Seringnya main di lapangan terbuka, kadangkala pernah juga bermain di lapangan tertutup, misalnya di GOR Pancasila Indragiri Surabaya. Maklum saat itu lapangan tertutup masih sangat sedikit, tidak seperti sekarang.”

Demikian kiprah Toriq Bayasut bagian pertama. InsyaAllah akan disusul bagian berikutnya. Intinya Bola Voli Al Irsyad Surabaya tempo doeloe sangat diperhitungkan oleh lawan-lawannya (ditakuti). Karena anak-anak ini cakap bermain dan fisiknya yang mendukung.

Selamat membaca dan ikuti edisi berikutnya, masih tentang Toriq Bayasut sang vooder handal yang lahir dari rahim club Bola Voli Al Irsyad Surabaya.

Ditulis oleh : Washil Bahalwan

Narasumber : Toriq Bayasyut


Penulis (Baju coklat) saat silaturrahim di rumah Toriq Bayasut (Narasumber) Sabtu, 14 Januari 2023

Jumat, 03 Februari 2023

MEMORI BOLA VOLI AL IRSYAD TEMPO DOELOE, DARI SURABAYA UNTUK INDONESIA (BAGIAN I)

Kenangan Amang Yamani (kanan – Narasumber) bersama Ruud Gullit

ALHAMDULILLAH, penulisan “Memori Pramuka Gudep 77 Al Irsyad Dari Surabaya Untuk Indonesia” sudah selesai. Karena Irsyadiyyin tempo doeloe, banyak mengukir prestasi dari berbagai bidang, maka alangkah sayangnya kalau prestasi tersebut tidak dibukukan juga. Mengingat masih minimnya dinamika perjalanan Al Irsyad, khususnya di Surabaya yang belum terdokumentasikan dengan baik dan ditambah dengan masih banyaknya pelaku sejarah yang masih ada, sehingga memudahkan untuk menulisnya.

Untuk itu kesempatan ini, penulis ingin mengangkat kiprah pelaku sejarah khususnya dalam bidang olahraga yaitu Bola Voli Al Irsyad Surabaya. Terimakasih kepada Bapak Amang Yamani, yang bersedia menjadi narasumber pertama. Kebetulan Pak Amang, demikian biasa disebut ini sampai menjadi pemain nasional bola voli dan sempat bertanding melawan klub bola voli dari Rusia.

Penulis sangat terbantu dengan artikel di Harian Memorandum yang terbit pada Rabu, 14 Oktober 1992, pada kolom Mantan Atlit yang ditulis oleh Samuel ru’ung. Dan berikut ini tulisan lengkapnya :

Mantan Atlit

Amang Yamani

Dulu Pebolavoli Berprestasi

Siapa menyangka jika Amang Yamani, salah seorang anggota Presidium klub Galatama Assyabaab Salim Grup Surabaya (ASGS) yang juga pengamat sepak bola dunia, merupakan mantan pebola voli nasional. Karena selain di kehidupan sehari hari sebagai seorang pengusaha, ia tak pernah menyinggung soal kegiatan bola voli. Sebaliknya yang lebih getol dibicarakan malah kompetisi sepak bola dunia yang notabene merupakan kegiatan olahraga terakbar dibandingkan cabang lainnya.

Amang yang mengaku dilahirkan di Surabaya, 9 Februari 1940 dan juga dibesarkan di Surabaya ini tidak mau lepas dengan cabang sepak bola. Hobinya tersebut pada awalnya disalurkan di klub anggota divisi utama Persebaya tertua, Assyabaab Amatir (1958 – 1960).

“Namun karena melihat resiko rekan-rekan saya yang bermain bola saat itu terlalu tinggi, saya disamping mendapat saran dari saudara saudara, mencari cabang olahraga lain yang kurang menanggung resiko. Jadilah saya sebagai pemain bola voli. Disamping olah raga ini juga diminati 6 saudara saya lainnya,” tuturnya.

Membuka kenangan sejak terjun di cabang bola voli, ia mengatakan pada awalnya sangat berkesan, karena dari tujuh bersaudara keluarga Yamani pernah tampil dalam satu tim dan mampu berlaga hingga tingkat pembantu Kodya Surabaya.

“Saat itu, memang kami 7 bersaudara memperkuat tim yang ada di tempat tinggal kami dalam turnamen antar daerah. Kami mampu berlaga hingga mewakili ke tingkat Kodya Surabaya. Diantara saudara saat itu yang kini juga masih berkiprah di olahraga seperti, Yunus Yamani yang kini menjadi pengurus PB Pelti dan Nizar Yamani yang kini menjadi dokter tim PSSI,” tambah Amang.

Karena memang ia memiliki bakat sebagai seorang pemain bola voli, apalagi dengan postur tubuh yang juga mendukung. Amang Yamani memulai karir terjun di bola voli di klub Al Irsyad (1961).

Setelah mengikuti beberapa turnamen dan terpilih dari IBVOS hingga ke tim nasional, nama Amang Yamani selama 3 tahun (1962 – 1965) mulai disegani sebagai bebola voli handal nasional Bersama rekan rekannya yang kini masih berkecimpung di bola voli nasional, seperti Yopie Hehanusa, Suharsono, Ferry Coa dan rekan seklubnya Hasan Jawwas.

Karena memang saat itu , nama tim Indonesia belum seberapa menonjol di tingkat internasional, pihaknya hanya tampil di beberapa turnamen. “Namun yang paling berkesan saat kami memperkuat tim nasional, yakni melakukan perlawatan ke Rusia (USSR). Karena saat itu, Rusia memang satu satunya negara yang menjadi kiblat bola voli dunia. Dan selama 8 kali uji coba di negara negara bagian Rusia, kami masih mencuri 4 kali kemenangan,” ungkapnya bangga.

Salah satu kendala yang membuat dirinya, harus mengundurkan diri sebagai pemain bola voli, yakni tuntutan sehari hari untuk mencari nafkah dengan membuka usaha dagang yang kini tetap ditekuni, diantaranya usaha jasa konstruksi dan pertokoan.

Namun hobi yang melekat dunia olahraga, khusus sepak bola tidak pernah lepas. Meski sudah tidak berkecimpung sebagai pemain, namun minat untuk mengamati sepak bola dunia yang baginya sangat menarik, tetap diamati hingga sekarang.

“Sejak berhenti sebagai pemain bola voli, saya menjadi pengamat sepak bola dunia yang bagi kami sangat menarik. Bahkan setiap berlangsung piala dunia tahun 1974 di Jerman hingga tahun 1990 lalu di Italia saya tak pernah absen untuk hadir dengan ditemani putri saya satu satunya, Samira Yamani”, paparnya.

Karena sudah sangat hobi berat akan dunia sepak bola khususnya kompetisi di negeri Belanda, Amang sudah bukan orang asing bagi KNVB (PSSI-nya Belanda). Sehingga ia selalu mendapatkan informasi lengkap sepak bola Belanda sepanjang tahun dan ia pasti akan mengikuti dengan mendapat kemudahan khusus baginya.

Mengomentari sepak bola nasional saat ini dibanding negara belahan bumi lainnya, menurut Amang harus banyak belajar. Namun dengan kedatangan Ivan Toplak untuk mengarsiteki sepak bola nasional, ia yakin kemajuan pesat sepak bola nasional akan datang akan terjangkau. “Itu pun harus didukung adanya disiplin tinggi bagi pengurus dan pemain untuk serius membantu mewujudkan keinginan itu,” papar Amang. (Samuel ru’ung)

Demikian artikel mantan atlit yang mengangkat Amang Yamani sebagai pebolavoli berprestasi nasional tempo doeloe yang lahir dari rahim Al Irsyad Surabaya. Harapan kami kepada pembaca setia, yang pernah berkiprah sebagai pebolavoli Al Irsyad Surabaya, dapat menghubungi penulis, guna berbagi cerita tentang sepak terjangnya termasuk kisah kisah yang mengikutinya.

Kisah para pelaku olahraga bola voli Al Irsyad Surabaya sangat berguna bagi Irsyadiyyin muda. Pengalaman bapak dan saudara akan lebih bermanfaat kalau ditulis. Sebab dengan itu, akan dibaca minimal oleh keluarga pemain dan umumnya adalah para pecinta olahraga bola voli.

Lebih dari itu semua adalah, Irsyadiyyin muda mengetahui dan memahami sejarah perjalanan Al Irsyad, khususnya di Surabaya . Karena hanya dengan mengetahui dan memahami sejarah, kita tidak akan mudah diombang ambingkan oleh pihak pihak yang tidak bertanggungjawab.

Insya-Allah pada tulisan berikutnya akan penulis angkat tulisan tentang bola voli Al Irsyad Surabaya dengan melibatkan narasumber : Thoriq Baya’sut, Moestofa Bazargan, Jamal Hayaza’ dan lainnya.

Memori bola voli ini menambah wawasan bagi Irsyadiyyin muda, akan kiprah para seniornya sebagai bentuk kecintaannya pada Al Irsyad. Karena bagaimanapun juga Al Irsyad tempo doeloe menjadi salah satu sarana mendidik dan mencetak generasi unggul, terampil dengan tetap berlandaskan pada nilai nilai agama Islam.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan mampu membangkitkan emosional diantara kita untuk lebih peduli terhadap Al Irsyad.

Ditulis oleh : Washil Bahalwan.

Narasumber : Amang Yamani 

Kamis, 29 Desember 2022

TEGAS DAN BERWIBAWA (BAGIAN XXXVI)

Persiapan Drumband Pramuka Al-Irsyad Surabaya saat mengikuti pawai 1 Muharram 1400 H (21 November 1979)
Lokasi : Sekolah Al Irsyad Surabaya Tempo Doeloe

Seperti disampaikan pada tulisan terdahulu tentang aktivitas Jamal Hayaza dalam Drumband Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya dimulai ketika peresmian Pabrik Petrokimia Gresik tahun 1972 dan berlanjut pada kejurda tahun 1979.

Ada hal menarik dan membuat heboh, pada Kejurda Jatim yang berlangsung pada tanggal 28 Oktober 1979, ketika tim Drumband Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya menggunakan pakaian adat Madura sebagai kostum.

Namun karena minim pengalaman dan belum pernah tampil dalam kejuaraan resmi, ditambah kurang percaya diri, akhirnya dalam Kejurda 1979, kami pun pulang dengan tangan hampa alias tidak memperoleh gelar apa-apa. Hal ini menjadi modal berharga bagi tim Drumband Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya untuk lebih berbenah diri, utamanya meningkatkan latihan. Ketika itu yang menjadi Drum Major adalah Farhad Baisa dengan jumlah personil lebih kurang 50 orang. Sedang Jamal Hayaza pegang Snar Drum.

Pawai setelah pulang dari Kejurda tanggal 28 Oktober 1979
Lokasi : Jl. KHM. Mansyur Surabaya
Jamal Hayaza (Narasumber) pegang Snar Drum, baris depan 2 dari kanan

Pada bagian yang lain, ternyata Jamal Hayaza juga tampil dalam acara Pawai menyambut Tahun Baru Islam 1400 H. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Jamal Hayaza selaku narasumber yang juga telah berkenan memberikan foto kenangan ketika menjadi Drum Major dalam acara Pawai 1 Muharram 1400 H yang bertepatan dengan tanggal 21 November 1979 M tersebut. Guna mengetahui jalannya acara tersebut, dilakukan wawancara by phone dengan penulis pada Selasa, 27 Desember 2022. Berikut ini adalah kisah pengalaman Jamal hayaza selengkapnya.

Drum Major, Jamal Hayaza, atraksi di Jl. KHM. Mansyur Surabaya nampak sebelah kanan rumah besar (sekarang Rumah Sakit Al-Irsyad Surabaya)

Alhamdulillah, dalam pawai tersebut Jamal Hayaza ditunjuk oleh kakak Pembina, Ahmad Ba’amir sebagai Drum Major. Tentunya penunjukkan ini melewati proses panjang dengan melibatkan berbagai pihak, diantaranya kesepakatan antara pengurus dengan pelatih. Tentunya ukurannya adalah kompetensi / kecakapan. “Ketika ditunjuk oleh Pembina, kaget dan bangga. Untuk itu dengan penuh kesadaran dan ingin memberikan yang terbaik, maka saya (Jamal Hayaza) perlu menambah latihan sendiri di halaman rumah, untuk latihan stock master selama 1 minggu. Latihan ini dilakukan agar lebih mahir bermain Drum major,” kenang Jamal Hayaza.

Melintasi Jl. Pahlawan Surabaya 

Melintasi Kantor Gubernur Jatim, Jl. Pahlawan Surabaya

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat ditunjuk menjadi Drum Major, diantaranya adalah :

- Harus memiliki postur tubuh yang tegap, tidak boleh minder. Tidak boleh malu. Karena Drum Major merupakan orang yang memimpin di garis terdepan.

- Mengerti irama mars dan musik, untuk mengetahui kapan suatu lagu itu dimulai dan berakhir.

- Memiliki emosional yang stabil, komunikatif, tegas dan berwibawa.

Fuad Sobban pegang vandel ketika melintasi di Jl. Kramat Gantung Surabaya

Pada pawai memperingati Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1400 H, selain diikuti oleh tim Drumband Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya juga diikuti oleh beberapa ormas Islam, santri pondok pesantren dan undangan lainnya.

Setelah sholat Dhuhur, berangkatlah rombongan tim Drumband Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya menuju start di Masjid Kemayoran Surabaya dengan melewati : Jl. KHM. Mansyur – Jl. Panggung – Jl. Veteran dan berhenti di Masjid Kemayoran Surabaya.

Melintasi Jl. Tunjungan

Setelah baris beriringan sesuai dengan urutan yang ditentukan panitia, tibalah saatnya rombongan mulai bergerak dengan start di Masjid Kemayoran melintasi Jl. Pahlawan – Jl. Kramat Gantung – Jl. Gemblongan – Jl. Tunjungan – Jl. Pemuda – Jl. Panglima Sudirman – Jl. Urip Sumoharjo dan finis di Podium Kehormatan, tepatnya di Taman Bungkul, Jl. Raya Darmo Surabaya. Ketika sampai di podium kehormatan, tim Drumband Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya mendapat sambutan yang luar biasa dari tamu kehormatan dengan applause yang meriah.

Melintasi Hotel Olympic Jl. Urip Sumoharjo Surabaya

Jl. Raya Darmo

Penulis bertanya, “Bagaimana kesannya menjadi Drum Major dalam acara tersebut ?” Jamal pun menjawab, “Bangga dan ini merupakan tugas dan tanggungjawab sebagai Drum Major untuk memimpin tim Drumband Al-Irsyad Surabaya”.

Jamal pun menambahkan, “Setelah tampil, kita pulang menuju markas Drumband Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya, Jl. Danakarya No. 46 Surabaya naik bus”.

Demikian pengalaman Jamal Hayaza dalam Drumband dan semoga tulisan ini menginformasikan bahwa keberadaan Drumband Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya tempo doeloe sangat aktif dalam ikut menyemarakkan kegiatan baik di lembaga negara maupun swasta lainnya. Antara lain aktif dalam kegiatan HUT RI, HUT Pramuka dan kegiatan lainnya.

Semoga pengalaman Jamal Hayaza ini mampu menjadi inspirasi bagi generasi muda Al-Irsyad Surabaya. Bahwa keberhasilan perlu diperjuangkan dan dikomunikasikan dengan berbagai pihak. Dukungan dari orang tua dan lembaga mutlak diperlukan dan itu merupakan salah satu faktor keberhasilan Drumband Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya tempo doeloe. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memudahkan dan melancarkan aktivitas kita untuk lahirnya generasi yang lebih baik di masa mendatang.

Ditulis oleh : Washil Bahalwan

Narasumber : Jamal Hayaza

Sabtu, 17 Desember 2022

PERSAUDARAAN YANG TIDAK PERNAH LEPAS (BAGIAN XXXV)

Suasana perkemahan Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya di Polaman - Lawang tahun 1971. Ahmad Bahadiq (Narasumber – tengah, tanda panah merah)

Satu lagi anggota Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya yang mempunyai peran tidak sedikit dalam kegiatan kepramukaan. Beliau bernama AHMAD (BAMBANG) BAHADIQ. Alhamdulillah, Senin, 28 November 2022, bersilaturrahim dengan penulis untuk berbagi cerita tentang pengalamannya ketika aktif di pramuka dan telah mengikuti beberapa kegiatan perkemahan serta pelatihan.

Berikut ini adalah pengalaman yang disampaikan kepada penulis : PERKEMAHAN DI KEBOMAS GRESIK.

Alhamdulillah, untuk pertama kalinya Angkatan I dari Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya mengadakan perkemahan di Kebomas Gresik tahun 1970 dengan mengambil lokasi di dekat kuburan Cina di atas Bukit Kapur. Bagian bawah ada kolam (sumber air) karena menurut masyarakat sekitar banyak penduduk yang mengonsumsi air kolam tersebut. Tenda yang didirikan berada di atas sehingga menggambarkan lokasi ini menjadi tantangan untuk para peserta. Boleh dikatakan dalam setiap perkemahan yang diadakan, Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya, dalam pendirian tenda selalu mencari tempat dekat air karena air merupakan sumber kehidupan.

Ahmad Bahadiq juga menyampaikan apa yang dikatakan oleh kakak pembina kala itu, “Walaupun perkemahan di Kebomas ini merupakan perkemahan rutin (biasa), akan tetapi dijadikan sarana untuk melihat seberapa jauh pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang dikuasai oleh anggota pramuka, khususnya penajaman keterampilan tentang tanda tapak, semaphore dan keterampilan lainnya”.

Peserta yang ikut perkemahan di Kebomas yaitu Faisal Bin Thalib (Ketua), Saleh Basymeleh (Wakil Ketua), Ahmad Bahadiq, Farhad Baisa, Geys Bin Muchsin Alchotib, Aufa Bahalwan, Abdul Aziez Bahalwan, Oscar Bobsaid, Abdul Latif Alamudi, Fauzi Bin Mahfud, Syauqi Allan, Ahmad AR, Amin Basyaeb dan Novel Bobsaid. Sedangkan kakak pembina terdiri atas : Abdul Aziz Allan, Muhammad Bin Qurusy (Amak Jidah) dan Farid Bahalwan. 

Penulis tertarik dengan apa yang diceritakan oleh Ahmad Bahadiq dan bertanya, “Kenangan apa yang menarik ketika berkemah di Kebomas Gresik ?” Ahmad Bahadiq pun menjawab“Tenda kita letaknya di atas. Sebelum Subuh, saya (Ahmad Bahadiq) turun ke bawah untuk mengambil air di kolam”. Ahmad Bahadiq terkejut karena melihat ikan besar dalam posisi berdiri agak lama, mungkin ambil oksigen, karena mulutnya menganga. “Seolah-olah memberikan kesan, ingin berkenalan dengan saya. Itulah kenangan menarik yang sampai sekarang sulit dilupakan,” kata Ahmad Bahadiq sambil tertawa. 

Masih di tahun 1970, Ahmad Bahadiq bersama anggota Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya berkemah di Kenjeran Lama, dekat pasar ikan, namanya Kampung Kejawan. Ahmad Bahadiq membawa anak-anak Yunior. Seperti umumnya perkemahan, acaranya adalah uji pengetahuan, keterampilan dan ketangkasan. Terpenting adalah mengenalkan anak-anak akan hidup mandiri dan bertanggungjawab. Ahmad Bahadiq mengatakan, “Rencananya kita akan kemah dua malam. Berhubung banyak nyamuk dan besar-besar, sehingga kita kalah serangan. Baru kali ini kita kalah. Akhirnya kita kemah cukup semalam saja, karena banyak nyamuk. Lokasi tenda kita dekat jalan dan pantai”.

Ahmad Bahadiq melanjutkan ceritanya, “Ketika kemah di Polaman - Lawang bersama anggota lainnya tanggal 30 Agustus s/d 4 September 1971, dengan kakak pembina, Abdul Aziz Allan, ada kenangan yaitu tiba-tiba malam hari kita dibangunkan untuk melakukan beberapa kegiatan yang sudah dipersiapkan, diantaranya adalah berendam dalam kolam. Hal ini dilakukan disamping untuk menguji mental juga daya tahan tubuh”.

Suasana perkemahan di Polaman – Lawang. Abdul Aziz Allan (kakak pembina – kiri) bersama Ahmad Bahadiq (Narasumber)

Pada kesempatan ini penulis ingin bertanya lebih dalam lagi tentang jenjang / tingkatan di pramuka. Ahmad bahadiq mengatakan bahwa ada tiga jenjang / tingkatan sebagai berikut :

- Untuk pramuka siaga, usia 7 – 10 tahun, topi baret dengan emblem warna hijau. Ada tiga tingkat SKU (Syarat Kecakapan Umum) yaitu : Siaga Mula, Siaga bantu dan Siaga Tata

- Untuk pramuka penggalang, usia 11 – 15 tahun, topi baret dengan emblem warna merah. Ada tiga tingkat SKU (Syarat Kecakapan Umum) penggalang yaitu : Penggalang Ramu, Penggalang Rakit dan Penggalang terap.

- Untuk pramuka penegak, usia 16 – 20 tahun, topi baret dengan emblem warna kuning. Ada dua tingkat SKU (Syarat Kecakapan Umum) yaitu : Penegak Bantara dan Penegak Laksana. "Alhamdulillah, saya (Ahmad bahadiq) pernah menempuh pendidikan penegak di Surabaya, tepatnya di Jalan Ahmad Yani,” demikian kenang Ahmad Bahadiq dengan rasa bangga.

Pada pawai HUT Pramuka tanggal 14 Agustus 1974 di Monas Jakarta, Ahmad Bahadiq dan kawan-kawan ikut serta dalam acara tersebut. Hal ini karena Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya mendapat reward / penghargaan dari Kwarcab Surabaya atas prestasinya sebagai Juara I dalam Jambore di Bumimoro Surabaya tahun 1974.

Drumband Pramuka Al-Irsyad Surabaya sedang mempersiapkan acara Pawai HUT Pramuka 14 Agustus 1974 di Monas. Ahmad Bahadiq (Narasumber) berdiri paling depan
Lokasi : Sekolah Al-Irsyad Jl. KH. Hasyim Asy’ari No. 25 Jakarta

Persiapan pawai menuju Monas. Kiri : Abdul Aziz Allan (kakak pembina), Ahmad Bahadiq (tengah – Narasumber)
Lokasi : Sekolah Al-Irsyad Jl. KH. Hasyim Asy’ari No. 25 Jakarta

Mengakhiri perbincangan, penulis bertanya lagi tentang apa kesan dan pesan utamanya bagi generasi muda. Kesan menurut Ahmad Bahadiq sebagai berikut :

- Dalam pramuka persaudaraan tidak pernah lepas / putus. Sampai sekarang masih saya rasakan.

- Tidak ada perbedaan, antara kaya dan miskin semua sama. Pramuka mengajarkan kita hidup disiplin, gotong royong termasuk pendidikan akhlak pun dibentuk disitu. Salah satunya jurit malam, disitu ada edukasi tentang keberanian serta kesiapan mental. Pada intinya pramuka harus tanggap dan cakap dalam menghadapi segala persoalan.

- Selain itu dalam pramuka selalu bergembira, meskipun di hati ini ada rasa sedih, akhirnya menjadi senang.

- Untuk generasi muda, Ahmad Bahadiq berpesan, “Aktiflah dalam kegiatan pramuka, walaupun dengan penyesuaian - penyesuaian sesuai dengan kondisi zaman. Karena dalam pramuka kita dilatih banyak hal, diantaranya adalah kemandirian dan keterampilan (tali temali, paskibraka, P3K dan lain-lain). Kita diajari memetakan persoalan sekaligus memberikan solusinya (problem solving)”.

Ahmad Bahadiq juga berkata, “Alhamdulillah, generasi setelah saya (Ahmad Bahadiq) banyak yang menjadi rising star (bintang), diantaranya adalah Mohammad Bawedon yang pernah ikut Jambore Nasional di Sibolangit Sumatera Utara tahun 1974”.

Sekarang, Ahmad Bahadiq di usianya yang sudah 67 tahun ini, banyak aktif dalam kegiatan kemanusiaan dan keagamaan di beberapa tempat, di Surabaya dan luar kota. Ini semua salah satunya karena gemblengan dalam pramuka, hidup menjadi bermanfaat untuk orang lain.

Demikian bincang santai dengan narasumber. Banyak pelajaran yang dapat dipetik diantaranya adalah pengetahuan dan keterampilan sangat diperlukan dalam kehidupan, apalagi sekarang ini kompetisi memerlukan skill. Oleh karena itu, bangun komunikasi dan asah skill untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik. Semoga pengalaman Ahmad Bahadiq menjadi penambah wawasan sekaligus inspirasi untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Aamiin.

Ditulis oleh : Washil Bahalwan

Narasumber : Ahmad Bahadiq

Ahmad Bahadiq (Narasumber - baju krem) bersama Penulis