Sabtu, 05 November 2022

KEMAH DI LUAR PULAU TANPA PEMBINA (BAGIAN XXII)

Kenangan saat perpisahan pemberangkatan ke Bedugul – Bali anak-anak Pramuka Penjelajah (ELANG) dengan Kelana (MERPATI)
Paling kiri : Ahmad Ba’amir (Kakak Pembina)
Tengah : Abdul Aziz Allan (Kakak Pembina)
Paling kanan : Abdul Hamid Bobsaid (Kakak Pembina)
Lokasi : Sekolah Al-Irsyad Surabaya Tempo Doeloe, tahun 1972

Salah satu tempat untuk melatih dan membentuk manusia yang memiliki kepribadian ulet, tidak cepat putus asa, bertanggungjawab, mandiri dan peka terhadap lingkungan adalah PRAMUKA. Lahirnya manusia dengan karakter seperti tersebut di atas sangat diperlukan dalam rangka berkontribusi untuk kehidupan masyarakat. Sehingga tidak heran, jika pramuka mampu memetakan,menganalisa dan memutuskan Langkah terbaik yang harus dilakukan, manakala menghadapi suatu persoalan.

Seperti yang dialami oleh Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya. Ketika mengadakan perkemahan di BEDUGUL – BALI tahun 1972. Alhamdulillah, terkait dengan kegiatan tersebut, penulis berkesempatan bersilaturrahim ke salah satu pelaku kemah Bedugul-Bali, Geys Bin Muchsin Alchotib, Senin, 17 Oktober 2022. Untuk lebih jelasnya, berikut penulis sampaikan perbincangannya :

Ketika diadakan kegiatan PERPANITRA (Pertemuan Pramuka Penegak dan Pandega Putra – Putri) Internasional II se Asia Pasifik di Danau Beratan Bedugul Bali tahun 1972, Regu Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya berkesempatan menjadi peninjau dalam acara tersebut.

Perlu diketahui, untuk menjadi peninjau dalam acara Perpanitra Internasional II Se Asia Pasifik, Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya melakukan seleksi dan menghasilkan 6 anak sebagai peninjau yaitu :

Faisal Bin Thalib (Ketua), Geys Bin Muchsin Alchotib (Wakil ketua), Abdul Aziez Bahalwan, Saleh Basymeleh, Farhad Baisa dan Oskar Bobsaid. Selanjutnya regu Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya dilepas oleh kakak Pembina, Abdul Aziz Allan di Situbondo, tanpa harus mendampinginya (tanpa didampingi oleh Pembina).

Saat pelepasan oleh Kak Abdul Aziz Allan di Situbondo untuk selanjutnya mengikuti
Acara Perpanitra Internasional II di Bedugul, Bali. Peserta diantar dengan bus Robur dari Al Irsyad Surabaya sampai Situbondo.
Dari kiri ke kanan : Farhad Baisa, Oscar Bobsaid, Saleh Basymeleh, Kak Abdul Aziz Allan, Faisal Bin Thalib, Abdul Aziez Bahalwan (Narasumber – tanda panah merah), Geys Bin Muchsin Alchotib (Narasumber – tanda panah hijau). Duduk baju putih : Said Bahweresy

Dalam perjalanan menuju Ketapang Banyuwangi, kami naik bus, kemudian dilanjutkan naik kapal tongkang (maklum cari harga yang murah) turun di Gilimanuk untuk selanjutnya menuju Bedugul dengan naik truk yang penuh muatan. (kita duduk di atas muatan truk).

Kebetulan di tepi danau Beratan yang terletak di jalan Surabaya Bedugul, kita buka tenda di situ. Seperti dijelaskan di atas, bahwa Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya adalah sebagai peninjau sekaligus melihat jalannya Perpanitra Internasional II se Asia Pasifik yang nantinya dapat dijadikan bekal pengalaman, sekaligus bertujuan untuk mengambil / mendapatkan BADGE PENJELAJAH (ELANG).

“Peserta Perpanitra adalah tingkat Penegak dan Pandega (setingkat SMA dan kuliah), Sedangkan regu Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya kala itu baru tingkat Penggalang (setingkat SMP). Walaupun demikian, kita (Regu Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya) tidak canggung dan bahkan kita dapat mengambil pelajaran, karena melihat langsung”, demikian kata Geys Bin Muchsin Alchotib. Untuk itu Faisal Bin Thalib dan Geys Bin Muchsin Alchotib selaku ketua dan wakil ketua menyusun program kegiatan sendiri, antara lain : Tanda Tapak, Semapore, Morse, Tali Temali dan lain-lain. Kemudian malam harinya, program yang telah disusun, diterapkan kepada regu Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya secara keseluruhan.

Saat itu cuaca di danau Beratan Bedugul cukup dingin dan pemandangannya alami. Kita sempat berkenalan dengan peserta Perpanitra dari beberapa daerah, diantaranya Ujung Pandang dan Irian Jaya.

Danau Beratan, Bedugul - Bali 1972 (Cuaca cukup dingin)
Dari kiri ke kanan : Faisal Bin Thalib, Oscar Bobsaid, Geys Bin Muchsin Alchotib (Narasumber – kaos putih)

Sementara itu, penulis melakukan investigasi lebih lanjut terkait dengan keikutsertaan Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya dalam acara “Perepanitra Nasional di Bedugul Bali, ternyata, Kegiatan tersebut mendapat sambutan luar biasa dari Ka-Kwarnas Pramuka, Sri Sultan Hamengkubuwono IX bersama rombongan dengan melakukan peninjauan ke acara tersebut tanggal 14 Agustus 1972.”

Selama Keberangkatan, kita naik truk yang kebetulan sedang mengangkut kapok. Akibatnya ketika kita turun, badan dan muka kita penuh dengan kapok. Kalau ingat kejadian itu ingin rasanya ketawa, kok bisa”, demikian kenang Abdul Aziez. Masih menurut Abdul Aziez, tenda kita bersebelahan dengan tenda kantor Pos dan peserta dari Irian Jaya dan Subang. Bahkan Abdul Aziez sempat berkenalan dengan peserta dari Irian jaya dan Subang. bahkan sampai lagu dari daerahnya masih inget sampai sekarang, kenangan yang sulit dilupakan.

Kenangan Abdul Aziez Bahalwan (Narasumber) dengan Kak Fauzi Bamahfud
Lokasi : Kantor Abdul Aziez Bahalwan di kawasan Kemang – Jakarta

Setelah berkemah di Bedugul, kami melanjutkan penjelajahan ke pantai Sanur Denpasar. Walaupun jaraknya kurang lebih 57 km, kami siap berangkat dengan naik truk.

Ketika menjelang Maghrib, sampailah kita di Sanur. Karena cuaca tidak mendukung, langit sudah gelap ditambah kondisi fisik yang capek, maka regu Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya memutuskan untuk istirahat sebentar. Kebetulan tidak jauh dari lokasi itu ada kebon kelapa. Akhirnya kita memutuskan membuka tenda di kebon kelapa untuk istirahat semalam saja. Tiba-tiba malam itu si pemilik kebon datang untuk kontrol dan dilihatnya di dalam kebon ada tenda. Kemudian si pemilik kebon meninggalkan tempat. Esok harinya memanggil polisi setempat. Kemudian mereka berdua (pemilik kebon dan aparat kepolisian) menegor kita, seraya berkata, “Siapa yang mengizinkan kalian buka tenda dan bermalam di sini (kebon kelapa) ?”, kata si pemilik kebon.

Kemudian, kita sampaikan kejadiannya, (sudah malam dan badan capek semua) sekaligus mohon maaf. Setelah kita jelaskan, pemilik kebon memahaminya dengan meng-angguk-anggukkan kepalanya. Kejadian yang lucu dan mengandung pelajaran berharga. Yaitu kita harus mengambil keputusan dalam waktu singkat dan terpenting harus bersedia menerima resiko dari keputusan yang sudah kita ambil. Itulah salah satu jiwa Pramuka yang harus dimiliki. (Bersambung)

Ditulis oleh : Washil Bahalwan

Narasumber : Geys Bin Muchsin Alchotib dan Abdul Aziez Bahalwan


Penulis : Washil Bahalwan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar