Oleh: Washil Bahalwan
Sudah bukan waktunya lagi umat Islam tersekat disebabkan hal-hal
yang kurang penting. Sudah bukan zamannya pula untuk berkompetisi dengan
cenderung individualistis. Persoalan umat Islam saat ini cukup kompleks,
sehingga diperlukan penyelesaian secara cepat dan tepat. Untuk menghadapi
tantangan dan persoalan global ini, diperlukan sinergi dan kolaborasi dengan
kesamaan visi. Dengan langkah ini, InsyaAllah persoalan ummat dapat terselesaikan
dengan baik.
Akhir-akhir ini fenomena umat islam di beberapa belahan dunia,
dimana mereka minoritas mendapat perlakuan tidak menyenangkan, seperti
penindasan dan penyiksaan. Misalnya Suku Uighur yang beragama Islam di Cina,
dimana umat islam sebagai minoritas mendapat perlakuan yang tidak manusiawi.
Selain itu, Suku Rohingya yang mayoritas beragama Islam di Myanmar, juga
mendapatkan perlakuan yang sama. Serta masih banyak umat Islam yang mendapat
perlakuan serupa di beberapa negara lainnya.
Kita mengetahui bahwa pengikut agama Islam sangat besar di dunia.
Menurut sebuah penelitian Pew Research Centre pada tahun 2015, Islam memiliki
1,8 miliar penganut, yang membentuk sekitar 24% populasi dunia. Akan tetapi
mengapa di berbagai belahan dunia umat Islam terus tertindas dan dirampas
hak-haknya? Bukankah Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berjanji memberikan
kemakmuran, kedamaian, dan kejayaan kepada umat Islam?
Fenomena seperti ini terulang kembali, sebagaimana yang disabdakan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau bersabda yang artinya,
“Hampir tiba waktu, kaum-kaum itu akan saling menyeru di atas kalian
sebagaimana orang-orang yang makan saling menyeru ke hidangan mereka” Ada yang
bertanya, ‘Apakah karena jumlah kami sedikit ketika itu?’ Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bahkan jumlah kalian banyak, akan
tetapi kalian ibarat buih air bah. Allâh Azza wa Jalla sungguh telah mencabut
rasa takut dari dada-dada musuh kalian terhadap kalian dan Allâh Azza wa Jalla
akan mencampakkan al-wahn dalam hati-hati kalian.” Seseorang bertanya, ‘Wahai
Rasûlullâh! Apakah al-wahn itu?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Cinta dunia dan benci kematian.” (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Syaikh
al-Albani rahimahullah).
Melihat fenomena seperti ini, apa yang harus kita lakukan sebagai
umat Islam? Berikut tiga poin penting yang perlu kita perhatikan :
1. Kita harus mewaspadai dan menjauhi al-wahn. Apa itu al-wahn?
Sebagaimana penjelasan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diatas bahwa
al-wahn adalah penyakit cinta dunia dan takut mati. Untuk menghindari penyakit
al-wahn, seorang muslim hendaknya tidak disibukkan dengan urusan dunia saja,
melainkan juga mempersiapkan bekal untuk akhiratnya. Karena itulah yang
mengakibatkan peristiwa ini muncul dan datang silih berganti.
2. Jumlah bukanlah hal yang penting. Sebagaimana dalam hadits di
atas ada lafadz yang sangat menarik yaitu, “Bahkan jumlah kalian banyak, akan
tetapi kalian ibarat buih air bah.” Ini adalah isyarat nubuwah yang menunjukkan
bahwa jumlah bukanlah hakekat dalam sebuah permasalahan. Artinya, jumlah yang
banyak bukanlah solusi dari permasalahan umat Islam yang selama ini dihadapi.
3. Perlunya meningkatkan rasa empati sesama muslim. Hal ini juga
menjadi indikator yang penting untuk menghadapi permasalahan ini. Empati
seorang muslim yang rendah terhadap sesama muslim haruslah dihindari. Bukankah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mewasiatkan kepada kita untuk
menjadikan hubungan seorang mukmin dengan mukmin lainnya ibarat suatu bangunan
yang kokoh?
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Perumpamaan kaum
Mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti
satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota
tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad dari
Sahabat an-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhuma, lafazh ini milik Muslim)
Merenungi hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di atas
sebaiknya kita selalu menjaga hubungan dengan sesama mukmin. Karena ketika rasa
empati dan peduli dari seorang muslim kepada sesamanya hilang, maka itulah awal
dari kehancuran bangunan yang kokoh.
Dari ulasan di atas, penulis ingin menyampaikan agar tiga poin
penting ini menjadi perhatian kita semua, sebagaimana pesan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di atas. Semoga kita dimudahkan dan dilancarkan
dalam mengurai persoalan untuk menjadi solusi efektif serta istiqomah di jalan
kebenaran. Hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kita memohon pertolongan dan
mengharap ridho-Nya. Aamiin.
*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya dan Pemerhati
Sosial.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar