Oleh : Washil
Bahalwan
Nama Bung Tomo tak asing bagi
seluruh masyarakat Indonesia, khususnya warga Kota Surabaya. Sama halnya dengan
masyarakat lainnya, penulis yang lahir dan besar di Kota Surabaya sangat
terinspirasi atas perjuangan Bung Tomo dan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.
Dengungan pidato Bung Tomo dari
radio yang banyak diputar di beberapa museum di Indonesia mampu membangkitkan
semangat juang pendengarnya. Tak heran jika pidato Bung Tomo ini dapat
menggerakkan Arek-arek Suroboyo untuk menghalau tentara sekutu pada
Oktober-November 1945.
Melalui siaran radio, Bung Tomo
membakar semangat juang Arek-arek Suroboyo untuk mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Pidato Bung Tomo melalui radio bukanlah tanpa alasan, keputusannya ini berawal saat beliau
mengunjungi Jakarta pada September 1945. Bung Tomo cemas melihat kondisi
Jakarta karena pasukan Sekutu yang bebas menakut-nakuti pasukan Indonesia.
Keterbatasan persenjataan juga mengakibatkan Soekarno-Hatta lebih memilih jalur
diplomasi.
Melihat kondisi seperti itu, Bung
Tomo tidak rela jika kondisi tersebut juga terjadi di Surabaya. Apalagi,
Arek-arek Suroboyo baru berhasil merebut 60 ribu pucuk senjata dari gudang
Jepang. Bung Tomo ingin semangat Arek-arek Suroboyo tetap terjaga dan siap
melawan penjajah yang datang.
Sepulang dari Jakarta, pada 12
Oktober 1945 Bung Tomo memulai kembali perjuangannya. Beliau mendirikan Barisan
Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) dan sehari kemudian mulai menyiarkan
Radio Pemberontakan. Harian Soeara Rakjat sebagai media yang terkenal pada saat
itu ikut memberitakan pembentukan BPRI dan Radio Pemberontakan.
Bung Tomo memulai pidato
pertamanya di Radio Pemberontakan. Dengan memulai dengan bacaan basmalah,
beliau kemudian menyampaikan seluruh sumpah serapah Sekutu kepada Indonesia.
Keringat yang membanjiri wajahnya usai berpidato menunjukkan ia cukup gugup
dalam memulai siaran pertamanya. Menariknya, Bung Tomo tidak pernah berlatih
dan menuliskan pidatonya. Semua yang diucapkannya adalah spontan mengalir dari
otaknya.
Pidato Bung Tomo juga diputar
berulang kali saat pasukan Inggris membombardir Kota Surabaya. Pesan Bung Tomo
sangat membangkitkan semangat juang arek-arek Suroboyo dengan diiringi kalimat
takbir, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.”
Beliau selalu mengatakan bahwa
tidak ada perjuangan yang sia-sia. Segala pengorbanan yang dilakukan hari ini
akan dipetik hasilnya di kemudian hari. Meski para pejuang mungkin tidak
menikmati hasilnya, tetapi anak-anak dan cucu-cucu mereka pasti akan
menikmatinya.
Kemampuan Bung Tomo dalam
memanfaatkan radio sebagai media penyampai pesan dan pembakar semangat
menjadikannya dikenang oleh seluruh masyarakat Indonesia hingga saat ini. Ilmu
tentang penyiaran yang didapat Bung Tomo saat kursus menjadi wartawan Domei
(cikal-bakal Antara) menjadikannya mampu berorasi secara rapi. Keimanan akan
kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga selalu menjadi landasan dalam segala
perjuangan Bung Tomo.
Dari ulasan di atas tentang
perjuangan Bung Tomo dan Arek-arek Suroboyo diharapkan dapat membakar semangat
generasi muda saat ini. Keberanian dan kecerdikan Bung Tomo dalam memanfaatkan
radio sebagai media mampu menggerakkan massa untuk mengusir penjajah patut
diteladani. Kalau dulu kita melawan penjajah dengan mengangkat senjata, namun
sekarang kita melawan kemungkaran dan kebatilan yang sedang merajalela. Itu
semua menjadi tanggungjawab kita bersama dan tidak boleh kita biarkan begitu
saja.
Mari kita kerahkan potensi yang
ada untuk melawan kemungkaran dan kebatilan dengan melakukan amar ma’ruf nahi
munkar.
Untuk menuju ke arah sana
diperlukan perjuangan dengan langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan generasi yang kuat, bukan hanya fisik melainkan mental dan spiritual.
2. Diperlukan sinergi dengan kesamaan visi guna menghadapi tantangan dan persoalan yang cukup berat.
1. Menyiapkan generasi yang kuat, bukan hanya fisik melainkan mental dan spiritual.
2. Diperlukan sinergi dengan kesamaan visi guna menghadapi tantangan dan persoalan yang cukup berat.
Sudah bukan zamannya lagi
berkompetisi yang cenderung individualistis. InsyaAllah melalui sinergi dengan
kesamaan visi persoalan umat yang sedang kita hadapi saat ini dapat
terselesaikan dengan baik. Harapannya untuk generasi muda saat ini:
1. Mampu memanfaatkan potensi
yang ada dalam menyongsong revolusi industri 4.0 yang berorientasi pada
digitalisasi.
2. Mampu mengembangkan inovasi
dan kreativitas karena semuanya dikendalikan oleh jaringan internet yang
terkoneksi dengan berbagai pihak (era digital). Bukan zamannya lagi hanya
menggunakan otot, melainkan menggunakan otak dengan terus berinovasi dan lebih
kreatif untuk memanfaatkan peluang mempercepat keberhasilan perjuangan.
Semoga kita bijak dalam
memanfaatkan peluang bagi generasi muda. Tentunya, bekal agama dan ilmu
pengetahuan harus menjadi prioritas utama agar terwujud generasi penerus yang
bermanfaat untuk agama, keluarga, bangsa, dan negara. Hanya kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala kita memohon pertolongan dan ridha-Nya, Aamiin.
Referensi: Seri Buku Saku Tempo
(2017). Bung Tomo: Soerabaja di Tahun 45. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia.
*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar