Oleh : Aiman Bahalwan
“Kita akan menjadi bangsa maju yang diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain di dunia apabila kita memiliki daya saing. Salah satu penggerus daya saing kita adalah korupsi. Saya mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama memerangi korupsi." – Ir. Joko Widodo (Presiden Republik Indonesia)
Korupsi merupakan topik yang selalu muncul setiap tahunnya di negeri ini. Jumlah kasusnya selalu tinggi dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), pada tahun 2014 terdapat 629 kasus, tahun 2015 ada 550 kasus, dan 2016 ada 482 kasus korupsi.
Indeks kasus korupsi yang tinggi menimbulkan kekhawatiran bagi keberlangsungan negara. Pasalnya, korupsi dapat mengakibatkan suatu negara sulit maju maupun gagal. Terlebih pemerintah saat ini sedang fokus melakukan pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Dan korupsi tentu akan menghambat proses pembangunan tersebut.
Perilaku menyimpang yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) ini harus segera dihentikan. Namun dalam upaya menghentikan korupsi diperlukan cara yang strategis dan sistematis. Sebagaimana pernyataan mantan ketua KPK, Abraham Samad bahwa korupsi di Indonesia sangat sistematis dan massif. Oleh karena itu diperlukan cara-cara yang strategis agar pencegahan korupsi dapat berjalan efektif.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, KPK juga mendapatkan dukungan dari Nahdlatul Ulama (NU). Dalam pertemuannya dengan pimpinan KPK (11/7), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menyatakan pihaknya sudah sepakat untuk jihad melawan korupsi. “NU sudah ada kesepakatan dengan KPK untuk mengadakan jihad melawan korupsi. Sama juga dengan kami yang ada MoU dengan BNN, jihad melawan narkoba. Ini kewajiban kita semua, ujar Said Aqil Siradj di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Menurut penulis, ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menghapuskan perilaku korupsi. Baik melalui sistem atau agen (pelaku)nya. Dari upaya preventif hingga represif. Menanamkan karakter anti korupsi kepada generasi muda menjadi upaya preventif yang paling utama. Karena korupsi yang membudaya dan teregenerasi di Indonesia harus diputus.
Terdapat 5 karakter yang harus ditanamkan dan dimiliki oleh generasi Indonesia. Adapun 5 karakter tersebut dapat kita teladani dari perilaku Rasulullah ﷺ dan sahabatnya, pahalwan Indonesia, dan tokoh negeri. Pertama, sadar akan bahaya korupsi. Pengetahuan tentang bahaya korupsi yang tidak hanya merugikan negara perlu dimiliki. Dengan pengetahuan, muncul kesadaran dan sikap untuk menjauhi hingga memberantasnya.
Kedua, menanamkan semangat bekerja keras. Prinsip kerja keras dan menghargai proses dalam meraih cita-cita harus dimiliki. Sebab usaha itu tidak pernah menghianati hasil. Dan siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan sukses. Kerja keras Rasulullah ﷺ dalam membangun Masjid Nabawi disaat usianya sudah sekitar 51 tahun menjadi salah satu contoh yang dapat kita teladani.
Ketiga, menanamkan sifat jujur dan berani. Kejujuran dan keberanian menjadi dua hal yang sangat penting untuk membentuk karakter generasi anti korupsi. Sebagaimana perkataan pahlawan Jenderal Soedirman, bahwa kejahatan akan menang bila orang yang benar tidak melakukan apa-apa. Oleh karena itu, pemuda yang jujur harus berani berbicara dan bertindak agar tidak ada lagi celah untuk orang yang berniat melakukan korupsi.
Keempat, membiasakan diri hidup sederhana. Agus Rahardjo, Ketua KPK menyatakan bahwa salah satu penyebab seseorang melakukan korupsi adalah sifat tamak. Oleh karena itu, generasi muda perlu membiasakan hidup sederhana dan memperbanyak bersyukur. Generasi muda dapat meneladani bagaimana gaya hidup sederhana Rasulullah.
Anas bin malik Radhiallahu'anhu berkata, "Aku masuk kepada Rasulullah ﷺ, Saat itu beliau sedang tidur di atas tempat tidurnya. Bagian depannya di anyam dengan pelepah, di bawah kepala beliau adalah bantal dari kulit yang berisi serabut. Lalu beberapa orang sahabat masuk kepada beliau, Umar juga masuk. Maka Rasulullah ﷺ membalikkan tubuhnya sehingga Umar melihat pinggang beliau tersingkap. Tempat tidur dari anyaman pelepah itu meninggalkan bekas di pinggang Rasulullah ﷺ, maka Umar pun menangis.
Nabi ﷺ pun terbangun dan bertanya kepada Umar, “Apa yang membuatmu menangis wahai Umar?”. Umar menjawab, “Demi Allah, Sungguh aku mengetahui bahwa Engkau lebih mulia di sisi Allah ﷻ daripada Kaisar Persia dan Romawi, sementara dua orang itu bermain-main dengan dunia seperti yang telah mereka berdua lakukan. Sedangkan engkau ya Rasulullah ﷺ, keadaanmu seperti yang aku lihat ini.”
Maka Nabi ﷺ bersabda: “Apakah kamu tidak rela, jika mereka mendapatkan dunia dan kita mendapatkan Akhirat?” Beliau, Rasulullah ﷺ melanjutkan lagi, “Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian di bawah terik panas. Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya.”
Umar menjawab, “Ya”. Rasulullah ﷺ bersabda, “Demikianlah perkaranya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, no. 12009; dan Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 6362. Syu'aib al-Arna'uth berkata, "shahih li Ghairihi." Asalnya dalam ash-shahihain, diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4913; dan Muslim, no. 1479)
Kelima, membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Untuk membentuk generasi anti korupsi, generasi muda harus dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Terkadang, seseorang mengeluh karena kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi. Padahal, bukan kebutuhan hidupnya yang tak tepenuhi, melainkan keinginan gaya hidup hedon (boros; gaya hidup mewah).
Agar dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan, kita dapat meneladani kisah Mohammad Hatta dan sepatu Bally. Kisah ini disampaikan oleh sekretaris pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja. Suatu hari Bung Hatta berjalan-jalan di pertokoan di luar negeri. Dia sangat ingin memiliki sepatu Bally yang terpampang di etalase. Begitu inginnya, guntingan iklan sepatu Bally itu dia simpan di dompetnya. Dia berharap suatu waktu bisa membelinya. Namun, hingga meninggal Bung Hatta belum bisa membeli sepatu Bally itu. Dan, guntingan iklan masih tersimpan di dompetnya.
Melalui kisah ini, Bung Hatta mengajarkan kepada kita untuk tidak memaksakan keinginan. Sebab, bisa saja beliau menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan sepatu tersebut. Akan tetapi Bung Hatta tidak melakukan hal tersebut.
Dan Keenam, memperbaiki pola pikir tentang kesuksesan. Mayoritas dari masyarakat mempersepsikan orang sukses adalah orang yang kaya. Padahal, tidak semua orang kaya itu sukses. Dan, orang sukses pun tidak harus kaya. Pola pikir kesuksesan yang hanya diukur berdasarkan kekayaan atau bersifat material harus dirubah. Karena pola pikir seperti ini yang menyebabkan seseorang berlomba-lomba ingin cepat kaya, secara instan, sehingga segala cara dilakukannya.
Indikator kesuksesan tidak boleh hanya diukur dari kekayaan, tetapi juga aspek lainnya. Memiliki prestasi dibidang pendidikan dan pengabdian sosial juga merupakan kesuksesan. Dan masih banyak aspek kesuksesan selain kekayaan yang dapat dicapai.
Dengan menanamkan dan meneladani enam karakter ini, maka generasi anti korupsi akan terwujud. Dan kita berharap, semoga mental dan perilaku korupsi di negeri ini akan hilang. Sehingga kita dapat menjadi bangsa yang memiliki daya saing dan diperhitungkan bangsa-bangsa di dunia.
*) Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Politik, FISIP Universitas Airlangga, Angkatan 2015 dan Ketua Remaja Masjid Baiturrahim, Buduran Sidoarjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar