Sabtu, 19 Agustus 2017

"WORKSHOP INTERNASIONAL YAYASAN DAN WAKAF DI BATAM"

Oleh : Washil Bahalwan

Tulisan ini adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban penulis kepada organisasi / lembaga yang menugaskan penulis untuk menghadiri Workshop Internasional Yayasan dan Wakaf di Batam tahun 2002, maka bersama ini penulis sajikan laporan pertanggungjawaban selama mengikuti kegiatan tersebut. Memang workshop ini berlangsung sudah cukup lama, namun permasalahan  yayasan dan wakaf ini masih banyak menjadi  kendala dan dihadapi oleh mayoritas lembaga–lembaga pengelola yayasan dan wakaf. Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila penulis menyampaikan kembali hal–hal yang berkaitan dengan yayasan dan wakaf. Dengan harapan yayasan dan wakaf menjadi lembaga yang punya kontribusi langsung bagi keberlangsungan syiar Islam untuk kemaslahatan umat. Dan berikut ini laporan selengkapnya.

WORKSHOP INTERNATIONAL INSTITUTE OF ISLAMIC THOUGHT (IIIT)

Acara tersebut dibuka oleh Menteri Agama RI, Prof. DR. SAID AGIL HUSIN AL-MUNAWWAR, MA. Turut hadir dalam pembukaan adalah Presiden IIIT, yaitu Prof. DR. M. Dawam Rahardjo, Wakil Gubernur Riau, R.A. Aziz, Ketua Badan Otoritas Batam (BOB), Ismet Abdullah. Selain itu juga dihadiri oleh Kepala Kantor Depag Kota Batam, Drs. Abdul Rozak, Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia (BMI), A.Riawan Amin, Para Kepala Kakanwil Depag seluruh Indonesia, para Profesional, pengusaha dan undangan lainnya serta utusan dari berbagai negara, diantaranya Indonesia selaku tuan rumah, Singapura, Brunai Darussalam dan Malaysia yang berjumlah 225 orang. Dalam kata sambutannya Prof. DR. Said Agil Husin Al-Munawwar mengatakan bahwa “Wakaf adalah bentuk kesadaran dan kepedulian sosial umat Islam yang dapat menurunkan tingkat kemiskinan“. Masih kata Prof. Said Agil, demikian biasa disebut wakaf berasal dari infaq umat Islam atas sebagian hartanya. Bila kesadaran ini tumbuh, maka dengan jumlah umat Islam yang sangat besar akan terkumpul dana yang relatif besar pula. Beliau juga menegaskan bahwa telah banyak masukan dalam pengelolaan wakaf ini. Semua itu telah digodok dalam Lokakarya Pengembangan Wakaf yang diadakan oleh Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) pada tanggal 6–8 September 2001 di Cisarua–Bogor. Dengan banyaknya masukan  pemikiran dan perlunya menggali serta mengembangkan potensi masyarakat, maka melalui workshop ini berbagai pengalaman dan persoalan seputar wakaf dapat di sampaikan kepada forum untuk mendapatkan solusinya.

Sementara itu, Presiden IIIT, Prof. DR. M. Dawam Rahardjo, menjelaskan bahwa “Gerakan wakaf di Indonesia merupakan fase baru dalam pengembangan ekonomi umat Islam. Padahal di negara-negara lain yang mayoritas penduduknya muslim, seperti Mesir, Maroko, Kuwait dan lainnya sudah lama menjadikan wakaf sebagai gerakan pemberdayaan ekonomi umat“.  Masih menurut Prof. Dawam, demikian biasa disebut, potensi umat Islam Indonesia yang mayoritas, merupakan potensi luar biasa besar, dan harus dioptimalkan pemanfaatannya. Maka pemberdayaan wakaf menjadi tonggak sejarah baru bagi dunia Islam dalam upaya kongkrit upaya mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan umat.

Selain itu, Kepala Kantor Agama Kota Batam, Drs. Abdul Rozak, mengatakan bahwa “Dengan adanya Workshop Wakaf dan Yayasan di kota Batam ini, maka banyak manfaat yang dapat diambil oleh kota Batam, salah satunya adalah bagaimana meningkatkan kesadaran berinfaq masyarakat Batam sebagai bagian dari solusi konkrit meningkatkan taraf hidup masyarakat Muslim Batam.📚                      
Salah satu tujuan diadakannya workshop ini adalah untuk memperoleh sistem manajemen wakaf produktif sebagai bahan referensi dalam penanganan wakaf di masa depan. Sehingga wakaf dapat berperan aktif dalam pemberdayaan ekonomi umat. Disamping itu juga untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang yayasan dan wakaf termasuk persoalan-persoalan yang sering muncul dari perwakafan itu sendiri, sebagai kajian ilmiah untuk melahirkan UU tentang Wakaf yang komprehenship dan mencakup permasalahan  wakaf secara menyeluruh.
Workshop ini juga dimaksudkan untuk mempersiapkan draff Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur tentang wakaf, hibah dan wasiat, agar menjadi hukum positif sebagai rujukan untuk mendirikan, mengelola dan memanfaatkan perwakafan untuk kemaslakhatan umat. Disamping itu juga sebagai wujud kongkrit pemberdayaan ekonomi Islam yang menopang ekonomi nasional.

Untuk itu selaku menteri agama RI, Prof. Said Agil Al-Munawwar akan melaporkan kepada Presiden untuk segera ditindaklanjuti hasil workshop, termasuk pendirian Badan Wakaf Nasional seperti halnya pada zakat ada BAZNAS (Badan Zakat Nasional). Selain itu agar penanganan zakat lebih maksimal, menteri agama akan koordinasi dengan presiden untuk memperkuat stuktur organisasi penanganan zakat dengan cara mengusulkan kepada presiden, agar  Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf yang asalnya pejabat eselon II menjadi pejabat eselon I pada Departemen Agama RI. Hal itu semata-mata dilakukan agar potensi zakat yang begitu besar dapat dioptimalisasikan. Mengingat umat Islam di Indonesia adalah mayoritas.

Pembuatan UU tentang wakaf menjadi penting sebagai payung hukum dan berguna untuk kepastian hukum. Sama seperti dengan Malaysia dan Singapura yang sudah lebih dahulu membuat UU tentang wakaf.

Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia sangat perlu mengaturnya (wakaf) dengan UU, mengingat wakaf memiliki nilai ekonomis, manakala dikaitkan dengan keadaan ekonomi nasional yang faktanya masih banyak saudara kita muslim yang hidupnya berada di bawah garis kemiskinan.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah perlunya dilaksanakan pengelolaan dana wakaf tunai atau pengelolaan wakaf produktif. Persoalan mendasar yang dialami masyarakat muslim saat ini adalah adanya dorongan beramal melalu karya nyata. Artinya perlu penyampaian informasi (sosialisasi) secara terus menerus, melihat dan melaksanakan sendiri serta merasakan manfaat dari kegiatan ekonomi yang pendanaannya diambilkan dari dana wakaf.

Pada akhirnya melalui workshop ini diharapkan menghasilkan solusi kongkrit tentang pengelolaan wakaf secara profesional dan syar’i sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan umat . Kalau hal ini dapat terlaksana, maka sebagian persoalan bangsa ini yaitu kemiskinan dan keterbelakangan dapat teratasi dengan dana wakaf.                      

MATERI dan NARASUMBER WORKSHOP

Workshop tentang wakaf dan yayasan ini berlangsung selama 2 hari dengan menghadirkan para ahli dari berbagai disiplin keilmuan termasuk praktisi ekonomi dengan jadwal sebagai berikut :

✅ SENIN, 7 JANUARI 2002
- DR. Anwar Ibrahim : Wakaf Dalam Syariah
- DR. Zainal Abidin : Wakaf Dalam Perundang-undangan
- Prof. DR. M. Dawam Rahardjo : Organisasi Wakaf Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat
- DR. Uswatun Hasanah : Manajemen Kelembagaan Wakaf
- DR. Ahyan Adnan : Akuntansi dan Audit Kelembagaan Wakaf

✅ SELASA, 8 JANUARI 2002
- DR. Mustofa Edwin Nasution & DR. Amir Rajab : Wakaf Tunai, Strategi Untuk Mensejahterakan dan Melepaskan Ketergantungan Ekonomi.
- DR. Muhammad Syafi’i Antonio : Bank Syariah Sebagai Pengelola Dana Wakaf.
- Karnaen Purwaatmadja : Investasi dan Pengelolaan Wakaf.
- M. Habib Chirzin : Jaringan dan Pusat Informasi Wakaf.
- KH. Abdullah Syukri Zarkasih : Pengelolaan Wakaf di Lingkungan Pesantren.
- Prof. DR. Sudin Harun : Pengelolaan Wakaf di Luar Negeri.
Setelah sesi penyampaian materi oleh nara sumber, dilanjutkan dengan sesi sidang komisi. Untuk itu peserta dibagi dalam beberapa sidang komisi, yang meliputi :
⏺ KOMISI A : Perundang-Undangan Wakaf
⏺ KOMISI B : Organisasi dan Manajemen Wakaf
⏺ KOMISI C : Investasi dan Pengembangan Wakaf
⏺ KOMISI D : Deklarasi Batam

Dalam pembagian komisi tersebut, penulis berada pada komisi C yang membidangi Investasi dan Pengembangan Wakaf sedang M. Nur Chaniago, B.Ac berada pada ketua sidang komisi B yang membidangi Organisasi dan Manajemen Wakaf.

Dalam sidang komisi terjadi dinamika yang hidup dengan tetap dalam batas-batas yang wajar dan koridor keilmuan. Itu semua dilakukan oleh peserta, agar workshop ini benar-benar menghasilkan rumusan yang mendekati sempurna untuk selanjutnya dijadikan kajian ilmiah dalam perumusan RUU Wakaf.

Dan setelah sidang komisi selesai, maka tibalah waktunya menyampaikan hasil sidang komisi dalam sidang paripurna. Setelah paripurna selesai, maka dibentuklah tim perumus dan sinkronisasi hasil akhir sidang paripurna.

Berikut ini adalah hasil tim perumus setelah melalui sidang paripurna dan telah mendapatkan pengesahan sebagai berikut :
1. Perlu adanya UU tentang Wakaf yang menjadi acuan dalam pengelolaan wakaf berdasarkan syariah, yang produktif yang dapat membantu menyelesaikan problem umat dan pembangunan ekonomi nasional.
2. Perlu adanya Badan wakaf yang bersifat nasional dan independen yang dikelelola secara amanah dan profesional yang berfungsi sebagai fasilitator, advokasi, membina jaringan dan informasi serta mediasi untuk memberdayakan dan mencerahkan organisasi wakaf yang ada.
3. Dalam pengelolaan wakaf perlu disusun strategi umum, strategi khusus, taktik dan operasional dalam pengumpulan wakaf baik secara konvensional maupun sertifikat wakaf tunai sehingga terbentuk permodalan yang berdaya guna.
4. Untuk mensosialisasikan hasil workshop, kepada panitia workshop diminta, agar menindak-lanjuti sesuai yang termaktub dalam Deklarasi Batang yaitu tentang “Pemberdayaan Ekonomi umat dan Pengentasan Masyarakat dari Kemiskinan dan Keterbelakangan Melalui Pengelolaan Wakaf tunai“.                      
Alhamdulillah, workshop berjalan dengan lancar dan mampu melahirkan keputusan-keputusan yang mendorong pengorganisasian wakaf secara cepat dan berdaya guna. Jangka panjang diharapkan pengelolaan dan manajemen wakaf lebih profesional yang bermuara pada pengentasan kemiskinan serta pemberdayaan ekonomi umat, guna menopang ekonomi nasional yang lebih mandiri dan berdaya saing.

Diakhir acara, selaku Presiden IIIT, Prof. DR. M. Dawam Rahardjo, mengatakan bahwa “Hasil workshop di Batam ini tidak berhenti disini. Selanjutnya akan diadakan penyempurnaan dan mensosialisasikan melalui berbagai kegiatan dengan melibatkan elemen terkait serta akan diadakan workshop ke dua sebagai lanjutan yang InsyaaAllah akan diadakan pada April 2002 di Yogyakarta dan bulan Juli 2002 di Palembang (ketiga)."

Dan bagi penulis, kegiatan ini sangat bermanfaat, utamanya membuka cakrawala berfikir. Bahwa, potensi umat Islam sungguh luar biasa. Hanya belum dioptimalisasikan pemanfaatannya. Oleh karena itu setelah selesai mengikuti acara ini penulis akan berkoordinasi dengan Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah, untuk mensosialisasikan hasil workshop. Mengingat Al-Irsyad Al-Islamiyyah memiliki banyak wakaf yang belum tertata dengan rapi dan terdokumentasikan dengan baik. Padahal manakala harta wakaf apabila dimanfaatkan secara maksimal, dapat digunakan untuk menggerakkan roda organisasi. Sehingga keberadaan Al-Irsyad Al-Islamiyyah sangat dirasakan manfaatnya oleh Irsyadiyyin dan masyarakat Muslim secara luas.                      

KUNJUNGAN MUHIBAH KE SINGAPURA

Setelah mengikuti acara workshop di Batam, maka kami peserta workshop melanjutkan kunjungan ke Singapura tanggal 9–11 Januari 2002, dengan sasaran adalah Masjid-Masjid dan Lembaga-Lembaga Islam di Singapura.

Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengetahui dari dekat secara langsung perkembangan dan aktifitas Masjid dan lembaga–lembaga Islam serta bagaimana pengelolaan dan manajemen masjid dan lembaga Islam yang independen.

Adapun masjid-masjid dan lembaga Islam yang kami kunjungi adalah :

1. MASJID SULTHON.
Masjid Sulthon sangat strategis dan menjadi masjid penting di Singapura. Peranan masjid Sulthon, sama seperti dengan masjid Istiqlal di Jakarta-Indonesia. Masjid Sulthon merupakan masjid tertua di Singapura. Dibangun pada tahun 1842 M, oleh Raja Husain Syah seorang Suthan di Singapura. Ia (masjid Sulthon) menjadi masjid negara. Sehingga ketika ada tamu dari luar Singapura berkunjung, maka masjid Sulthon selalu menjadi tempat yang dikunjungi. Banyak tamu penting yang berkunjung ke sana dari berbagai negara.
Masjid Sulthon dikelola secara profesional dengan berbagai program yang langsung menyentuh keummatan.  Dan ternyata aneka kegiatan di masjid Sulthon ini dibiayai dari dana Infaq, Shodaqoh dan persewaan auditorium.

2. MASJID Hj. FATIMAH
Masjid Hj. Fatimah merupakan masjid tertua kedua di Singapura. Didirikan tahun 1840 M. Beberapa kegiatan di masjid Hj. Fatimah adalah Kajian / Majelis Ta’lim, penerimaan dan pendistribusian zakat fitrah. Masjid Hj. Fatimah mampu menampung jamaah sebanyak 1000 jamaah. Sama dengan Masjid Sulthon, Masjid Hj. Fatimah, biaya operasional dan pembinaan umat diambilkan dari dana infak,zakat dan shodaqoh

3. MASJID DARUL AMAN
Masjid Darul Aman memiliki luas tanah 3.627 M2 dan dapat menampung 3000 jamaah. Masjid ini dilengkapi dengan gedung serba guna, ruang kelas dan sekretariat. Kegiatan di masjid Darul Aman antara lain : Bimbingan zakat fitrah dan maal, manasik haji dan umroh yang dikelola oleh GSR, kursus-kursus keagamaan dengan sistim modul, ceramah-ceramah tentang zakat harta dan lainnya serta pusat belajar ilmu Faraid (hukum waris). Disamping itu di masjid Darul Aman ini juga merupakan pusat menjawab KEMUSYKILAN AGAMA. Sumber dana untuk menggerakkan operasional dan kegiatan adalah diambilkan dari dana Infaq, Shodaqoh dan hasil usaha yang dikelola secara profesional.                      

4. MUHAMMADIYAH
Ternyata persyarikatan Muhammadiyah, juga memiliki cabang di Singapura yang berdiri pada tahun 1957. Selain memiliki masjid, Muhammadiyah juga memiliki gedung pendidikan yang berada di Jl. Selamat No.14 Singapura. Program-program Muhammadiyah Singapura adalah pendidikan dalam bentuk madrasah, sosial dan dakwah.
Di bidang pendidikan, fasilitas yang tersedia antara lain : Laboratorium komputer dan ruang meeting. Dengan bahasa pengantar adalah bahasa Inggris sebagaimana bahasa pengantar di sekolah negeri.

Dalam bidang dakwah dilaksanakan di masjid, antara lain berupa pengajian malam hari dan usaha unit haji.

Dalam bidang sosial antara lain, memiliki rumah-rumah untuk menangani anak-anak bermasalah dan rumah-rumah yang membantu perawatan orang tua semacam panti jompo.

Seluruh dana operasional Muhammadiyah diperoleh dari dana infaq, donatur dan dari Majelis Agama islam singapura. Setelah bertatap muka dengan pengurus Muhammadiyah kami melaksanakan sholat jum'at bersama rombongan Workshop di masjid Muhammadiyah yang berada di jl. Selamat No.14 Singapura.

5. DARUL IHSAN
Darul Ihsan berdiri pada tahun 1904, dengan tujuan membina anak-anak yatim agar hidup layak dan pendidikannya terayomi. Bagi yang masih tinggal bersama keluarga atau familinya, maka akan dibantu biaya pendidikannya. Adapun yang sudah tidak memiliki tempat tinggal, ditampung di asrama dengan seluruh kebutuhan hidup termasuk pendidikannya di tanggung oleh Darul Ihsan. Dalam melaksanakan aktifitasnya Darul Ihsan sangat menjaga ikhtilaf. Sehingga gedung / asramanya pun beda. Untuk anak laki-laki berada di gedung DARUL IHSAN LIL BANIN, sedang untuk anak perempuan di gedung DARUL IHSAN LIL BANAT.

Dana seluruhnya diambilkan dari dana zakat, Infaq, Shodaqoh dan pemerintah Singapura. Dana dari pemerintah Singapura hanya untuk anak yang tinggal di asrama saja.

6. MENDAKI
Mandaki adalah singkatan dari Majelis Pendidikan Anak-Anak Islam. Didirikan pada tahun 1982 M. Dengan 40 program kerja dan target yang ingin dicapai adalah memberikan dorongan dan meningkatkan pendidikan, ketrampilan dan ekonomi anak-anak MELAYU melalui pelatihan-pelatihan dan pemberian bea siswa dengan pengelolaan secara profesional.

Dana operasionalnya diperoleh dari sumbangan pegawai negeri maupun swasta yang BERAGAMA ISLAM dengan cara memotong gaji mereka tiap bulan sebesar $ 2 (Dolar Singapura). Disamping itu juga dari kemitraan dengan perusahaan-perusahaan melalui berbagai kegiatan penggalian dana dan penjualan saham yang hasil devidennya dijadikan modal usaha.

7. MUIS (Majelis Ugama Islam Singapura)
Untuk kunjungan ke MUIS, kami terkendala dengan keterbatasan waktu. Padahal kami ingin mempelajari bagaimana mereka (MUIS) melakukan pembinaan terhadap lembaga-lembaga Islam termasuk pengelolaan wakaf di Singapura. Oleh karena itu atas jasa seorang kawan, kami membuat daftar pertanyaan secara tertulis untuk selanjutnya disampaikan kepada MUIS. Namun secara umum, kami sudah mendapatkan gambaran tentang kegiatan lembaga-lembaga Islam beserta masjidnya di Singapura. Yang kalau boleh kami katakan bahwa walaupun Singapura bukan negara agama Islam, akan tetapi Singapura sangat perhatian dan mendukung untuk tumbuh dan berkembangnya Islam di Singapura. Hal itu dibuktikan dengan semaraknya kegiatan agama Islam di berbagai masjid dan lembaga Islam.                      

Dari kunjungan ke beberapa masjid dan lembaga-lembaga Islam di Singapura, semakin menyadarkan kepada kita, bahwasanya secara jumlah umat Islam, memang Indonesia lebih banyak, bahkan di tiap kampung berdiri minimal satu masjid. Juga banyaknya lembaga Islam dengan berbagai corak dan karakternya masing-masing. Yang hal itu bila dibandingkan dengan Islam di Singapura sangat jauh. Tapi persoalannya adalah : Mengapa Islam di Singapura yang nota bene umatnya minoritas mampu menyemarakkan kegiatan Islam?. Sedangkan di kita (Indonesia) kegiatan agama belum maksimal yang kadangkala faktor penyebabnya sulit dinalar oleh akal sehat (perbedaan yang seharusnya tidak perlu dipertentangkan).

Hal itu harus menjadi renungan kita bersama dan TIDAK SALING MENGKLAIM KEBENARAN SERTA SALING MENYALAHKAN. Hal yang harus kita lakukan adalah :

- Kita tanamkan pada setiap umat Islam Indonesia akan kecintaan kepada Islam serta tanggung jawab untuk mengembangkannya.

- Elemen dalam Islam harus kembali menata niat untuk menyamakan persepsi tentang kewajiban bersama untuk mewujudkan nilai-nilai Islam dalam segala kehidupan.

- Perlu adanya pembagian tugas yang jelas dari masing-masing elemen, agar kerja kita lebih efektif dan berpengaruh.

- Strategi yang kita pilih bukan kekerasan dan kaku, tetapi lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat, dengan tetap berpijak pada nilai-nilai Islam.

- TERKAIT DENGAN MASJID, Kita harus membuat lembaga yang khusus mencetak calon imam dengan bekal yang tidak hanya ilmu agama, akan tetapi juga persoalan lainnya misalnya, ekonomi, sosiologi dakwah, hukum Islam, politik, teknologi termasuk psikologi dakwah.

- Sudah saatnya kita menjadikan masjid sebagai tempat mengurai persoalan umat dan sentral dari segala kegiatan dan BUKAN hanya untuk mendirikan sholat lima waktu SAJA.

- Kepada para pengelola masjid ( TAKMIR ), harus benar-benar fokus pada persoalan masjid dengan segala ruang lingkupnya. Takmir jangan hanya untuk mengisi waktu luang setelah pensiun (hanya waktu sisa yang diberikan).

- Masih banyak masjid di Indonesia, ketika sholat lima waktu berlangsung, sangat jarang bahkan anggota takmir masjid tidak melakukan sholat berjamaah bersama-sama. Sehingga ketika ada persoalan, tidak dapat segera dicarikan solusinya. Ke depan hendaknya dijadwal pengurus takmir. Sehingga sekurang-kurangnya ada seorang takmir yang bersama-sama sholat jamaah, ketika waktu sholat sudah tiba.

- Kemakmuran masjid, sangat ditentukan oleh adanya harmoni antara Takmir dan Remaja masjid. Oleh karena itu menjadi tugas takmir untuk membuat para remaja hatinya terpaut kepada masjid.

- Rekrutmen calon imam dapat bekerjasama dengan MUI, organisasi Islam, takmir masjid mengirimkan wakilnya yang selanjutnya dididik menjadi imam yang dapat benar-benar menjadi imam sekaligus solusi dari setiap persoalan yang dihadapi jamaah.

- Agar imam fokus pada peran dan fungsi imam, maka maisya imam harus benar-benar diperhatikan (termasuk biaya hidup anaknya, tempat tinggal dll).

- Agar lebih efektif, sebaiknya imam bertempat tinggal di komplek masjid, sehingga mengetahui persis setiap denyut nadi perkembangan masjid dan persoalan yang dihadapi jamaahnya.

- Calon imam yang selesai menyelesaikan pendidikannya harus kembali ke tempat semula untuk melaksanakan tugasnya.

- Secara berkala diadakan evaluasi, untuk mencari formula yang lebih baik, agar masjid benar benar mendekati fungsinya seperti jamannya Rasulullah.

Akhirnya mari kita bersama-sama memberdayakan umat Islam Indonesia dengan mengeliminir perbedaan dan memperbesar persamaan. Salah satunya dengan pemberdayaan wakaf untuk syiar Islam. Disamping itu mari kita tata kembali peran dan fungsi yayasan, agar bersinergi dengan badan wakaf untuk kemakmuran umat. Kita sadar, bahwa upaya tersebut tidak gampang dan perlu waktu yang lama. Oleh karena itu perlu kesabaran, konsistensi dan kerjasama dari setiap elemen umat Islam Indonesia. Semoga ikhtiar kita dalam menjadikan Islam sebagai pijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat dapat segera tercapai.

Dan Insya Allah dalam waktu dekat akan penulis sampaikan beberapa pandangan para pakar tentang perwakafan, dengan harapan kita mendapatkan gambaran yang utuh. Dan apabila kita diberi amanah untuk mengelola harta wakaf, benar–benar profesional dan syar’i. Akhirnya, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memudahkan setiap langkah yang kita lakukan, Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar