Oleh : Washil Bahalwan
Transportasi merupakan
salah satu kebutuhan warga masyarakat yang harus mendapat perhatian dari
pemerintah, agar dalam bepergian merasa nyaman dan aman. Kebutuhan transportasi
massal menjadi keharusan alternatif utama, guna mengurangi kepadatan lalu lintas.
Salah satu transportasi massal yang keberadaannya sudah ada sejak dahulu sampai
sekarang dan terus disempurnakan oleh pemerintah adalah “KERETA API“.
Pada edisi ini, kami
akan mengupas perkeretaapian termasuk di dalamnya adalah pembangunan rel serta
hal-hal lain yang berkaitan dengan kereta api.
Sebagai acuan dasar adalah dokumen pribadi
berupa kliping 17 tahun yang silam koleksi Umar Salim Nabhan yang telah dimuat
di Radar Surabaya edisi Minggu, 30 Desember 2001, ditambah dengan hasil
investigasi yang selanjutnya ditulis kembali versi kami dengan tidak mengurangi
makna aslinya. Berikut ini adalah ulasan selengkapnya.
Di
Surabaya, Rel Baru Dipasang Tahun 1880-an
Berikut ini, kami tampilkan gambar-gambar yang
menunjukkan sejarah transportasi:
Gambar 1
Sebelum ada kereta api, tempo doeloe, kuda,
sapi atau gajah menjadi alat transportasi utama. Seperti yang terlihat dalam
gambar berikut ini, dimana rombongan Pak Tani di salah satu kawasan di
Surabaya, menggunakan kuda untuk mengangkut padi hasil pertaniannya.
Gambar 2
Pemasangan rel kereta api di Surabaya baru terlaksana
sekitar tahun 1880-an. Seperti yang tampak dalam gambar, rel kereta api
Surabaya-Bandung dipasang oleh kuli pribumi melintasi jauh kawasan pegunungan
dan persawahan.
Perhatikan seorang pengawas Belanda dengan
pakaian putih dan bertopi polka sedang mengawasi para kuli memasang rel kereta
tersebut.
Gambar 3
Selain memasang rel kereta api, petugas jawatan
kereta api tempo doeloe juga harus membangun jembatan-jembatan rel kereta api
untuk melintasi sungai ataupun jurang. Seperti yang tampak dalam proyek
pengerjaan jembatan kereta api berikut ini yang diambil di salah satu kawasan
di Jawa Barat.
Perhatikan peralatan
yang dipakai saat itu sangat sederhana dan serba darurat.
Maksud dan tujuan
dibangunnya jalur kereta pada saat pertama kali adalah untuk mengangkut
komoditas perkebunan, selain itu juga sebagai modal transportasi angkutan
penumpang yang cukup strategis saat itu.
Namun pasca
kemerdekaan, banyak rel kereta tersebut kemudian tak beroperasi dan menjadi rel
mati, sebagian terbengkalai. Salah satu penyebabnya adalah minimnya penumpang,
sehingga banyak jalur yang ditutup (tidak beroperasi kembali). Karena tidak
mendatangkan profit.
Perlu diketahui mulai
pemerintahan kolonial Belanda tahun 1870-an sudah membangun jaringan rel kereta
api dengan panjang sekitar 6.500 km di Jawa dan Sumatera. Namun saat ini, hanya
sekitar 4.000 km saja yang masih aktif.
Yang menjadi penyebab
banyaknya jalur kereta yang ditutup adalah jalur kereta kalah dengan otomotif seperti
Demak-Semarang, jalur kereta ini kalah dengan kecepatan Pantura. Selain itu
juga armada truk terus bertambah sebagai alat transportasi, sehingga secara
tidak langsung mulai bergeser minat masyarakat untuk mengangkut
barang-barangnya. Dan itulah mengapa, dulu pabrik gula juga pasti berdeketan
dengan rel kereta. Kemudian di zaman penjajahan Belanda semua pelabuhan utama
juga terhubung kereta sampai dermaga.
Kereta Api hadir
pertama kali di Indonesia ketika dilakukan Tanam Paksa yang diberlakukan oleh Van
den Bosch tahun 1825-1830. Ide tentang perkeretaapian Indonesia diajukan dengan
tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari sistem tanam paksa tersebut.
Salah satu alasan yang
mendukung adalah tidak optimalnya lagi penggunaan jalan raya masa itu.
Akhirnya, pada tahun 1840, Kolonel J.H.R. Van der Wijck mengajukan proposal
pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda. Memang pada masa itu nama
kereta api sudah tepat, karena kereta dijalankan dengan api dari pembakaran
batu bara atau kayu. Sedangkan sekarang sudah memakai diesel atau listrik,
sehingga lebih tepat kalau disebut kereta rel, artinya kereta yang berjalan di
atas rel dengan diesel ataupun listrik.
Beberapa hal yang perlu
kita ketahui bersama terkait kereta api adalah:
Kereta api pertama di
Indonesia dibangun tahun 1867 di Semarang dengan rute Samarang – Tanggung yang
berjarak 26 km oleh NISM, N.V. (Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij)
dengan lebar jalur 1.435 mm (lebar jalur SS – Staatsspoorwegen adalah 1.067 mm
atau yang sekarang dipakai), atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan
militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang.
Kemudian dalam melayani kebutuhan akan
pengiriman hasil bumi dari Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak
tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara pada
pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya. Semarang meskipun
strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang dikirim
ke Batavia atau Soerabaia.
Pulau Jawa
punya jalur transportasi terlengkap pada masa kolonial Belanda
Pulau Jawa merupakan kawasan Nusantara yang
dapat dikatakan “paling dijajah” dibanding pulau lainnya. Selama masa
penjajahan, pemerintah kolonial rajin membuka jalur kereta api di sepanjang
Pulau Jawa untuk memudahkan mobilisasi hasil bumi dan keperluan militer. Hal
tersebut menjadikan Pulau Jawa punya jalur transportasi paling lengkap pada
masanya. Kota-kota di Jawa terhitung sudah terhubung melalui jalur kereta api,
bahkan jauh sebelum proklamasi diresmikan.
Sementara itu, di masa yang sama pembukaan
jalur kereta untuk Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi, dan sekitarnya barulah
sebatas rencana.
Tahun 1925, kereta listrik pertama di Tanah Air
beroperasi. Teknologi kereta api listrik masuk di Indonesia pertama kalinya
pada tahun 1925. Kereta api tersebut menggunakan lokomotif listrik seperti ESS
3201 dan beroperasi pertama kali di kawasan Jabodetabek. Elektrifikasi jaringan
rel keretanya sendiri telah dibangun pada tahun 1923 oleh perusahaan Electrische
Staats Spoorwegen (ESS) yang merupakan bagian perusahaan kereta api Batavia
khusus mengelola sarana, prasarana, dan operasional kereta listrik.
Awal mulanya, kereta
listrik pertama memiliki julukan “si Bon-Bon” atau “Djokotop”. Sepanjang tahun
1926 hingga tahun 1970-an, si Bon-Bon melayani relasi Tanjung Priok-Jatinegara
(dulunya bernama Meester Cornelis) dan berlanjut melayani relasi Depok-Bogor
(dulunya bernama Buitenzorg).
Menariknya,
pengoperasian kereta listrik di Jakarta pada saat itu menjadi salah satu
tonggak bermulanya sistem transportasi massal modern di Asia.
Tahun 1953, dieselisasi
meramaikan industri kereta api Indonesia. Perkembangan teknologi kereta api di
Tanah Air selanjutnya tercatat di tahun 1953. Pada masa itu, terjadi
dieselisasi di mana lokomotif uap beralih menjadi lokomotif diesel. Peralihan
tersebut ditandai dengan datangnya lokomotif CC200 ke Indonesia dari Amerika
Serikat. Lokomotif produksi General Electric tahun 1953 ini menjadi kereta
diesel elektrik dengan kabin ganda pertama di Tanah Air.
Kereta ini juga berjasa
mengangkut rombongan peserta Konferensi Asia Afrika tahun 1955 yang terlaksana
di Kota Bandung. Saat ini, lokomotif bersejarah tersebut menjadi salah satu
koleksi unggulan Museum Kereta Api Ambarawa di Semarang.
Setelah kita perhatikan
ulasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembangunan rel kereta api melakukan perencanaan yang matang. Karena akan
digunakan dalam waktu yang lama.
2. Perlu memperhatikan topogrofi tanah dalam pembuatan rel untuk meminimalkan
longsor.
3. Keselamatan kereta api dan penumpang menjadi prioritas utama.
Oleh karena itu
perawatan dan pemeliharaan harus dilaksanakan secara terus menerus dengan usaha
perbaikan untuk keselamatan dan kenyamanan penumpang.
*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya
dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar