Oleh : Washil Bahalwan
Sisi legendaris kota
Soerabaia tempo doeloe sangat beragam dan hampir mencakup segala aspek
kehidupan. Itu menunjukkan bahwa kota Surabaya memang layak untuk dijadikan
salah satu destinasi budaya.
Pada edisi ke lima ini
kami akan mengangkat salah satu gedung bioskop legendaris kota Soerabaia tempo
doeloe. Pada pembahasan kali ini, hanya fokus pada bangunan-bangunan yang
bernilai sejarah yang menjadi tugas kita bersama untuk melestarikannya,
sehingga generasi mendatang akan mendapatkan gambaran lengkap tentang kotanya
dalam berbagai aspek.
Koleksi tulisan Pak
Dukut Imam Widodo yang telah dimuat di Radar Surabaya, Kamis 7 Juni 2001 (17
tahun silam) tetap menjadi acuan dasar kami dan ditambah dengan hasil
investigasi. Kemudian diolah kembali dengan gaya dan model kami dengan tidak
mengurangi makna aslinya. Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak bersama
cerita rakyat Soerabaia tempo doeloe.
Alhambra adalah sebuah
nama kota di Spanyol, tapi menjadi nama gedung bioskop di Surabaya era lama.
Lokasi gedung ini ada di Jl. Pegirian No. 116 Surabaya. Sebelumnya bernama
“Tiong Hin” (1920).
Arsitektur gedungnya
khas bergaya Eropa, ada dua kubah kecil di kiri dan kanannya. Tipikal gedung
Balai Pemuda Surabaya. Di bawah kubah-kubah itu ada pintu masuk khusus untuk
penonton bertiket kelas VIP balkon. Selainnya harus lewat pintu tengah. Di tiap
pintu masuk ada dua lapis berbahan kain beludru gelap (biru tua). Kain
tersebut, selain sebagai tirai juga berfungsi agar sinar tak menerobos langsung
ke ruang pertunjukan. Cukup mewah pada masanya.
“Gedong Bioscoop
Alhambra” mempunyai riwayat yang panjang. Para sesepuh kota ini pasti mengenal
gedung bioskop yang sangat legendaris ini. Tahun 1930-an Alhambra disewakan ke
salah seorang Armenia yang tinggal di kota ini. Menyebabkan perubahan nama
bioskop dari Alhambra menjadi “Universal”. Kemudian dalam kurun waktu
berikutnya disewakan lagi ke orang lain, dan namanya diubah menjadi “Firoz
Cinema”, kemudian balik lagi menjadi Alhambra.
Sekitar tahun 1960,
pemerintah (Bung Karno) melarang gedung bioskop yang menggunakan nama asing
atau berbau imperialis. Maka nama Alhambra diganti dengan “Satrya”.
Jadi kalau diurut
metamorfosa perubahan nama gedung bioskop yang terakhir bernama Satrya adalah:
ALHAMBRA – UNIVERSAL – FIROZ CINEMA – ALHAMBRA – SATRYA.
Sejak 1 April 2001,
gedung ini (Satrya) dirobohkan rata dengan tanah. Secara otomatis dengan
dirobohkannya Alhambra yang memiliki arsitektur Eropa, maka hilang sudah nilai
sejarahnya. Sangat disayangkan sekali. Sekarang bekas gedung Alhambra berdiri
bangunan PT. Usaha Bersama Kian Jaya Steel, yang bergerak di bidang penjualan
besi plat hitam, besi siku, kanal dan strip.
Gedung Satrya yang
beralamat di Jl. Pegirian Surabaya, tepatnya Gili (sekarang sebelah utara BCA),
termasuk gedung bioskop legendaris di Surabaya. Hampir semua warga sekitar
kalau nonton film ya di Alhambra. Dengan pertimbangan letaknya dekat dan juga
karcisnya murah meriah.
Film-film yang sering
diputar di bioskop Alhambra adalah film drama dan aksi, bahkan untuk film yang
penggemarnya banyak, sampai diputar selama satu bulan berturut-turut.
Jangan membayangkan
dalamnya gedung bioskop Alhambra (Satrya) ber AC dan kursinya empuk dll. Tapi
gedung Alhambra itu tanpa AC. Jadi udaranya panas. Untungnya gedung bioskop
Alhambra itu dalamnya luas dan atapnya tinggi, serta ada empat kipas angin
ukuran besar. Sehingga tidak terlalu panas.
Terdapat loster-loster
di atas dinding bagian kanan kiri berfungsi untuk sirkulasi udara agar ruangan
gedung tidak pengap. Sangat indah sekali tata ruang gedung bioskop Alhambra
yang berarsitektur Eropa itu.
Teknis pembelian karcis
mungkin hampir sama dengan gedung bioskop lainnya. Yaitu ada yang beli di loket
yang harganya resmi, tetapi ada juga yang beli di tukang catut (calo) dengan
harga yang lebih mahal. Artinya penonton datang sudah ditawari tiket oleh calo
tiket. Pemikiran penonton dari pada tidak kebagian tiket, mending beli di
tukang catut, walaupun dengan harga yang lebih mahal.
Sama seperti gedung
bioskop lainnya, ada beberapa kelas yang disediakan pengelola bioskop. Tiket
bioskop Alhambra bervariasi dari kelas I, II, III dan VIP dan kartu
pelajar/mahasiswa tidak berlaku di Alhambra.
Di samping itu umumnya
gedung bioskop kalau penjual minuman atau makanan ringan itu berada di
luar/teras gedung, tapi untuk Alhambra penjual makanan dan minuman termasuk
rokok berada di dalam gedung, tepatnya di bawah layar (pojok kiri dan hanya ada
satu kios saja). Jadi penonton kalau mau beli tidak perlu keluar.
Alhambra diapit oleh
dua gang yaitu Jl. Srengganan Gang 2 dan 3 Surabaya. Jadi ketika film bioskop
sudah selesai, maka pintu keluar ya melalui kedua gang tersebut. Ada cerita
menarik dari senior, Wak Kaji si tukang jaga pintu masuk, biasanya penonton
nyogok ke Wak Kaji (tanpa beli karcis) kalau film sudah diputar sekitar 10
menit. Kenang salah satu senior yang disampaikan ke penulis. Itulah uniknya di
gedung bioscoop Alhambra/Satrya tempo doeloe.
Selain Alhambra, di
Soerabaia tempo doeloe juga ada beberapa gedung bioskop legendaris yang
tersebar di wilayah Surabaya. Di antaranya, di sebelah kiri Winkel Galeri
Passar Baroe itu ada gedung bioscoop Princess Theather yang terletak di Passar
Besar 19. Para sepuh tentu masih ingat, bahwa Winkel Galeri Passar Baroe itu
dulu disebut juga Passar Gelap. Di Passar Toeri juga ada gedung bioskop, dengan
nama Flora Bioscoop.
Bintang film komedi
yang sangat digilai penduduk Soerabaia tempo doeloe siapa lagi kalau bukan
Charlie Chaplin! Ciri khasnya adalah pelawak ini berkumis, memakai tongkat dan
topi bol-nya. Walaupun film-filmnya bisu, namun ia (Charlie) mampu mengocok
perut penonton yang terdiri atas kakek nenek, oma-opa kita tempo doeloe.
Selain bintang film
luar, juga ada bintang film lokal yang digemari para penonton, diantaranya
adalah Eddy Polo atau Ramon Navarro.
Demikian riwayat gedung
bioskop legendaris Alhambra/Satrya yang memiliki arsitektur Eropa namun sangat
disayangkan kini sudah lenyap dan tinggal nama. Kalau kita perhatikan sudah
banyak bangunan yang bernilai sejarah hilang atau berubah fungsi.
Untuk itu kembali kami
ingatkan, modernisasi dan kemajuan kota tidak harus menghilangkan
bangunan-bangunan kuno yang bernilai sejarah dan mengganti dengan bangunan
lain. Mempertahankan dan merawatnya dengan baik, merupakan bentuk kecintaan
kita pada Surabaya.
Mari kita jaga dan lestarikan,
apa yang ditinggalkan para pendahulu kita. Karena Surabaya layak menjadi
jujugan wisatawan dengan banyaknya bangunan kuno yang bernilai sejarah.
*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya
dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar