Rabu, 04 Maret 2020

SOERABAIA TEMPO DOELOE “GEDUNG BIOSCOOP ALHAMBRA“


Oleh : Washil Bahalwan


Sisi legendaris kota Soerabaia tempo doeloe sangat beragam dan hampir mencakup segala aspek kehidupan. Itu menunjukkan bahwa kota Surabaya memang layak untuk dijadikan salah satu destinasi budaya.

Pada edisi ke lima ini kami akan mengangkat salah satu gedung bioskop legendaris kota Soerabaia tempo doeloe. Pada pembahasan kali ini, hanya fokus pada bangunan-bangunan yang bernilai sejarah yang menjadi tugas kita bersama untuk melestarikannya, sehingga generasi mendatang akan mendapatkan gambaran lengkap tentang kotanya dalam berbagai aspek.

Koleksi tulisan Pak Dukut Imam Widodo yang telah dimuat di Radar Surabaya, Kamis 7 Juni 2001 (17 tahun silam) tetap menjadi acuan dasar kami dan ditambah dengan hasil investigasi. Kemudian diolah kembali dengan gaya dan model kami dengan tidak mengurangi makna aslinya. Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak bersama cerita rakyat Soerabaia tempo doeloe.

Alhambra adalah sebuah nama kota di Spanyol, tapi menjadi nama gedung bioskop di Surabaya era lama. Lokasi gedung ini ada di Jl. Pegirian No. 116 Surabaya. Sebelumnya bernama “Tiong Hin” (1920).

Arsitektur gedungnya khas bergaya Eropa, ada dua kubah kecil di kiri dan kanannya. Tipikal gedung Balai Pemuda Surabaya. Di bawah kubah-kubah itu ada pintu masuk khusus untuk penonton bertiket kelas VIP balkon. Selainnya harus lewat pintu tengah. Di tiap pintu masuk ada dua lapis berbahan kain beludru gelap (biru tua). Kain tersebut, selain sebagai tirai juga berfungsi agar sinar tak menerobos langsung ke ruang pertunjukan. Cukup mewah pada masanya.

“Gedong Bioscoop Alhambra” mempunyai riwayat yang panjang. Para sesepuh kota ini pasti mengenal gedung bioskop yang sangat legendaris ini. Tahun 1930-an Alhambra disewakan ke salah seorang Armenia yang tinggal di kota ini. Menyebabkan perubahan nama bioskop dari Alhambra menjadi “Universal”. Kemudian dalam kurun waktu berikutnya disewakan lagi ke orang lain, dan namanya diubah menjadi “Firoz Cinema”, kemudian balik lagi menjadi Alhambra.

Sekitar tahun 1960, pemerintah (Bung Karno) melarang gedung bioskop yang menggunakan nama asing atau berbau imperialis. Maka nama Alhambra diganti dengan “Satrya”.

Jadi kalau diurut metamorfosa perubahan nama gedung bioskop yang terakhir bernama Satrya adalah: ALHAMBRA – UNIVERSAL – FIROZ CINEMA – ALHAMBRA – SATRYA.



Sejak 1 April 2001, gedung ini (Satrya) dirobohkan rata dengan tanah. Secara otomatis dengan dirobohkannya Alhambra yang memiliki arsitektur Eropa, maka hilang sudah nilai sejarahnya. Sangat disayangkan sekali. Sekarang bekas gedung Alhambra berdiri bangunan PT. Usaha Bersama Kian Jaya Steel, yang bergerak di bidang penjualan besi plat hitam, besi siku, kanal dan strip.

Gedung Satrya yang beralamat di Jl. Pegirian Surabaya, tepatnya Gili (sekarang sebelah utara BCA), termasuk gedung bioskop legendaris di Surabaya. Hampir semua warga sekitar kalau nonton film ya di Alhambra. Dengan pertimbangan letaknya dekat dan juga karcisnya murah meriah.

Film-film yang sering diputar di bioskop Alhambra adalah film drama dan aksi, bahkan untuk film yang penggemarnya banyak, sampai diputar selama satu bulan berturut-turut.

Jangan membayangkan dalamnya gedung bioskop Alhambra (Satrya) ber AC dan kursinya empuk dll. Tapi gedung Alhambra itu tanpa AC. Jadi udaranya panas. Untungnya gedung bioskop Alhambra itu dalamnya luas dan atapnya tinggi, serta ada empat kipas angin ukuran besar. Sehingga tidak terlalu panas.
Terdapat loster-loster di atas dinding bagian kanan kiri berfungsi untuk sirkulasi udara agar ruangan gedung tidak pengap. Sangat indah sekali tata ruang gedung bioskop Alhambra yang berarsitektur Eropa itu.

Teknis pembelian karcis mungkin hampir sama dengan gedung bioskop lainnya. Yaitu ada yang beli di loket yang harganya resmi, tetapi ada juga yang beli di tukang catut (calo) dengan harga yang lebih mahal. Artinya penonton datang sudah ditawari tiket oleh calo tiket. Pemikiran penonton dari pada tidak kebagian tiket, mending beli di tukang catut, walaupun dengan harga yang lebih mahal.

Sama seperti gedung bioskop lainnya, ada beberapa kelas yang disediakan pengelola bioskop. Tiket bioskop Alhambra bervariasi dari kelas I, II, III dan VIP dan kartu pelajar/mahasiswa tidak berlaku di Alhambra.

Di samping itu umumnya gedung bioskop kalau penjual minuman atau makanan ringan itu berada di luar/teras gedung, tapi untuk Alhambra penjual makanan dan minuman termasuk rokok berada di dalam gedung, tepatnya di bawah layar (pojok kiri dan hanya ada satu kios saja). Jadi penonton kalau mau beli tidak perlu keluar.

Alhambra diapit oleh dua gang yaitu Jl. Srengganan Gang 2 dan 3 Surabaya. Jadi ketika film bioskop sudah selesai, maka pintu keluar ya melalui kedua gang tersebut. Ada cerita menarik dari senior, Wak Kaji si tukang jaga pintu masuk, biasanya penonton nyogok ke Wak Kaji (tanpa beli karcis) kalau film sudah diputar sekitar 10 menit. Kenang salah satu senior yang disampaikan ke penulis. Itulah uniknya di gedung bioscoop Alhambra/Satrya tempo doeloe.

Selain Alhambra, di Soerabaia tempo doeloe juga ada beberapa gedung bioskop legendaris yang tersebar di wilayah Surabaya. Di antaranya, di sebelah kiri Winkel Galeri Passar Baroe itu ada gedung bioscoop Princess Theather yang terletak di Passar Besar 19. Para sepuh tentu masih ingat, bahwa Winkel Galeri Passar Baroe itu dulu disebut juga Passar Gelap. Di Passar Toeri juga ada gedung bioskop, dengan nama Flora Bioscoop.

Bintang film komedi yang sangat digilai penduduk Soerabaia tempo doeloe siapa lagi kalau bukan Charlie Chaplin! Ciri khasnya adalah pelawak ini berkumis, memakai tongkat dan topi bol-nya. Walaupun film-filmnya bisu, namun ia (Charlie) mampu mengocok perut penonton yang terdiri atas kakek nenek, oma-opa kita tempo doeloe.

Selain bintang film luar, juga ada bintang film lokal yang digemari para penonton, diantaranya adalah Eddy Polo atau Ramon Navarro.

Demikian riwayat gedung bioskop legendaris Alhambra/Satrya yang memiliki arsitektur Eropa namun sangat disayangkan kini sudah lenyap dan tinggal nama. Kalau kita perhatikan sudah banyak bangunan yang bernilai sejarah hilang atau berubah fungsi.

Untuk itu kembali kami ingatkan, modernisasi dan kemajuan kota tidak harus menghilangkan bangunan-bangunan kuno yang bernilai sejarah dan mengganti dengan bangunan lain. Mempertahankan dan merawatnya dengan baik, merupakan bentuk kecintaan kita pada Surabaya.

Mari kita jaga dan lestarikan, apa yang ditinggalkan para pendahulu kita. Karena Surabaya layak menjadi jujugan wisatawan dengan banyaknya bangunan kuno yang bernilai sejarah.

*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya dan Pemerhati Sosial.

*Tulisan ini juga dimuat di suaramuslim.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar