Oleh : Washil
Bahalwan
Kurban merupakan salah satu
bentuk ibadah yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Islam,
sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Beberapa ketentuan tersebut diantaranya adalah,
Pertama, Hewan yang disembelih adalah hewan
yang sehat dan tidak cacat sedikitpun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
أَرْبَعَةٌ
لَا يَجْزِينَ فِي الْأَضَاحِيِّ : العَوْرَاءُ البَيِّن عَوْرُهَا و الـمَرِيضَةُ
البَيِّنُ مَرَضُهَا و العَرجَاءُ البَيِّنُ ظَلْعُهَا وَ الكَسِيرَةُ الَّتِي لَا
تُنْقِي
“Tidak
bisa dilaksanakan kurban hewan yang pincang, yang nampak sekali pincangnya,
yang buta sebelah matanya dan nampak sekali butanya, yang sakit dan nampak
sekali sakitnya dan hewan yang kurus yang tidak berdaging“. (HR. Tirmidzi).
Agar hewan yang dikurbankan tetap sehat, maka
di tempat kami menerapkan biaya pemeliharaan. Persoalannya makanan hewan kurban
harus kita beli dan perlu perawatan yang baik. Kami menerapkan ini, karena
panitia sudah dapat menerima hewan kurban H-2. Jadi perlu perawatan dan
pemeliharaan (tempat lain dapat menyesuaikan dengan kondisi).
Kedua, Usia hewan yang disembelih adalah yang
sudah berusia satu tahun, kecuali bila sulit mendapatkannya, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا تَذْبَحُوا إِلا مُسِنَّةً إِلا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ
فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
“Janganlah kamu
menyembelih kurban kecuali hewan yang telah berumur satu tahun, kecuali bila
sulit mendapatkannya, barulah boleh menyembelih kambing kira-kira umurnya
setahun“. (HR. Muslim).
Ketiga,
Waktu penyembelihannya adalah sesudah sholat Idul Adha dan dapat dilanjutkan
pada hari Tasyrik (11,12 dan 13 Dzulhijjah).
Keempat, Apabila yang disembelih kambing, maka
hal itu untuk satu orang yang berkurban, sedang untuk sapi, kerbau, unta untuk tujuh
orang, hal ini seperti hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
نَحَرْنَا
بِالْحُدَبِيَّةِ مَعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ البَذَنَةَ
عَنْ سَبْعَةٍ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Di
Hudaibiyah, kami bersama-sama Rasulullah menyembelih sapi untuk tujuh orang“. (HR. Tirmidzi dari Malik bin Anas).
Kelima, Penyembelihan hewan kurban sebaiknya
dilakukan oleh diri sendiri yang berkurban, hal ini memang dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyembelih sendiri atas hewan
yang dikurbankannya. Hal ini dijelaskan dalam satu hadits:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُضَحِّي بِكَبْشَيْنِ
أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ وَيُسَمِّي وَيُكَبِّرُ وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَذْبَحُ
بِيَدِهِ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelih kurban dengan tangannya sendiri, yaitu
dua ekor biri-biri putih, bertanduk bagus, masing-masing kepalanya diinjak
beliau dengan kakinya sambil membaca bismillah dan takbir“ (HR. Muslim dari Anas radiyallahu ‘anhu).
Keenam, Apabila penyembelihan dilakukan oleh
orang lain atau tukang potong dan perlu diberi upah, maka upah itu tidak boleh
diambilkan dari hewan yang dikurbankan. Misalnya upah tukang potong adalah
kepala kambing atau kulit kambing dan sebagainya, dan misal apabila tukang
potong itu termasuk dalam daftar orang yang berhak mendapatkannya itu soal
lain. Dalam suatu hadits:
مَرَ نِيِّ
رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُوْمَ عَلَى بُدْنِهِ،
وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلُحُوْ مِهَا وَجُلُوْ دِهَا وَحَلاَ لِهَا وَأَنْ لاَ
أَعطَى الجَزِرَ مِنْهَا شَيْئًا، قَالَ : وَنَحْنُ نُعطِيْهِ مِنْ عِنْدِنَا
“Saya
diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam buat penyembelihan
sesuatupun unta-untanya, membagi-bagikan kulit dan dagingnya dan saya
diperintahkan agar tidak memberikan sesuatupun dari padanya kepada tukang
potong” (HR. Jamaah).
Masalah ongkos potong yang harus dibebankan
kepada mereka yang berkurban, pada mulanya mendapat tantangan dan penolakan.
Mereka beralasan bahwa saya sudah setor hewan dan ongkos potongnya dapat
diambilkan dari bagian dari hewan tersebut.
Alhamdulillah lambat laun, mereka sadar dan mau
membayar ongkos potong. Mengenai kepala dan kulit, panitia yang membantu
menjualkannya dan hasilnya dibagikan kepada mereka yang berhak menerimanya.
Jadi semua hewan kurban lengkap dengan bagiannya kembali kepada mereka yang
berhak menerimanya.
Panitia dapat membuat Tips Panduan Kurban,
kemudian digandakan dan dibagikan kepada mereka yang berkurban. Ternyata
langkah ini efektif bagi panitia dan mereka yang berkurban.
Ketujuh, Orang yang berkurban boleh makan
sebagian dari daqing kurbannya, hal ini dinyatakan dalam firman Allah subhanahu
wa ta’ala:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي
أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا
مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka
dan supaya mereka menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada hari yang
ditentukan (Idul Adha dan Tasyrik) atas rizki yang Allah telah berikan kepada
mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian dari padanya dan
(sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir” (QS. Al Hajj: 28).
*Penulis
adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar