Selasa, 03 Maret 2020

PENYEMBELIAN HEWAN QURBAN BUKAN ACARA SEREMONIAL BELAKA (BAGIAN KEDUA)


Oleh : Washil Bahalwan

Kurban merupakan salah satu bentuk ibadah yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Islam, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beberapa ketentuan tersebut diantaranya adalah,

Pertama, Hewan yang disembelih adalah hewan yang sehat dan tidak cacat sedikitpun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أَرْبَعَةٌ لَا يَجْزِينَ فِي الْأَضَاحِيِّ : العَوْرَاءُ البَيِّن عَوْرُهَا و الـمَرِيضَةُ البَيِّنُ مَرَضُهَا و العَرجَاءُ البَيِّنُ ظَلْعُهَا وَ الكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي
“Tidak bisa dilaksanakan kurban hewan yang pincang, yang nampak sekali pincangnya, yang buta sebelah matanya dan nampak sekali butanya, yang sakit dan nampak sekali sakitnya dan hewan yang kurus yang tidak berdaging“. (HR. Tirmidzi).

Agar hewan yang dikurbankan tetap sehat, maka di tempat kami menerapkan biaya pemeliharaan. Persoalannya makanan hewan kurban harus kita beli dan perlu perawatan yang baik. Kami menerapkan ini, karena panitia sudah dapat menerima hewan kurban H-2. Jadi perlu perawatan dan pemeliharaan (tempat lain dapat menyesuaikan dengan kondisi).

Kedua, Usia hewan yang disembelih adalah yang sudah berusia satu tahun, kecuali bila sulit mendapatkannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا تَذْبَحُوا إِلا مُسِنَّةً إِلا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
“Janganlah kamu menyembelih kurban kecuali hewan yang telah berumur satu tahun, kecuali bila sulit mendapatkannya, barulah boleh menyembelih kambing kira-kira umurnya setahun“. (HR. Muslim).

Ketiga, Waktu penyembelihannya adalah sesudah sholat Idul Adha dan dapat dilanjutkan pada hari Tasyrik (11,12 dan 13 Dzulhijjah).

Keempat, Apabila yang disembelih kambing, maka hal itu untuk satu orang yang berkurban, sedang untuk sapi, kerbau, unta untuk tujuh orang, hal ini seperti hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
نَحَرْنَا بِالْحُدَبِيَّةِ مَعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ البَذَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ، وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Di Hudaibiyah, kami bersama-sama Rasulullah menyembelih sapi untuk tujuh orang“. (HR. Tirmidzi dari Malik bin Anas).

Kelima, Penyembelihan hewan kurban sebaiknya dilakukan oleh diri sendiri yang berkurban, hal ini memang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyembelih sendiri atas hewan yang dikurbankannya. Hal ini dijelaskan dalam satu hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُضَحِّي بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ وَيُسَمِّي وَيُكَبِّرُ وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَذْبَحُ بِيَدِهِ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelih kurban dengan tangannya sendiri, yaitu dua ekor biri-biri putih, bertanduk bagus, masing-masing kepalanya diinjak beliau dengan kakinya sambil membaca bismillah dan takbir“ (HR. Muslim dari Anas radiyallahu ‘anhu).

Keenam, Apabila penyembelihan dilakukan oleh orang lain atau tukang potong dan perlu diberi upah, maka upah itu tidak boleh diambilkan dari hewan yang dikurbankan. Misalnya upah tukang potong adalah kepala kambing atau kulit kambing dan sebagainya, dan misal apabila tukang potong itu termasuk dalam daftar orang yang berhak mendapatkannya itu soal lain. Dalam suatu hadits:
مَرَ نِيِّ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُوْمَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلُحُوْ مِهَا وَجُلُوْ دِهَا وَحَلاَ لِهَا وَأَنْ لاَ أَعطَى الجَزِرَ مِنْهَا شَيْئًا، قَالَ : وَنَحْنُ نُعطِيْهِ مِنْ عِنْدِنَا
“Saya diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam buat penyembelihan sesuatupun unta-untanya, membagi-bagikan kulit dan dagingnya dan saya diperintahkan agar tidak memberikan sesuatupun dari padanya kepada tukang potong” (HR. Jamaah).

Masalah ongkos potong yang harus dibebankan kepada mereka yang berkurban, pada mulanya mendapat tantangan dan penolakan. Mereka beralasan bahwa saya sudah setor hewan dan ongkos potongnya dapat diambilkan dari bagian dari hewan tersebut.

Alhamdulillah lambat laun, mereka sadar dan mau membayar ongkos potong. Mengenai kepala dan kulit, panitia yang membantu menjualkannya dan hasilnya dibagikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Jadi semua hewan kurban lengkap dengan bagiannya kembali kepada mereka yang berhak menerimanya.
Panitia dapat membuat Tips Panduan Kurban, kemudian digandakan dan dibagikan kepada mereka yang berkurban. Ternyata langkah ini efektif bagi panitia dan mereka yang berkurban.

Ketujuh, Orang yang berkurban boleh makan sebagian dari daqing kurbannya, hal ini dinyatakan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada hari yang ditentukan (Idul Adha dan Tasyrik) atas rizki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian dari padanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir” (QS. Al Hajj: 28).

*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya dan Pemerhati Sosial.

*Tulisan ini juga dimuat di suaramuslim.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar