Oleh : Washil Bahalwan
Setelah Khalifah Ali
bin Abi Thalib wafat, maka Muawiyah bin Abi Sufyan mengambil alih kekhalifahan.
Dalam masa pemerintahan Muawiyah, Damaskus ditetapkan sebagai pusat
pemerintahan dan menjadikan Kota Madinah Al Munawwarah menjadi salah satu
bagian dari pemerintahan Umawiyah.
Pemerintahan Muawiyah
bin Abi Sufyan sangat memperhatikan perkembangan Kota Madinah Al-Munawwarah,
sehingga sangat serius dan mewasiatkan kepada para pemimpin yang ditunjuk untuk
memimpin Kota Madinah agar memperhatikan perihal Madinah dan penduduknya.
Agar penduduk Madinah
sejahtera dan nyaman dalam menjalani kehidupannya, maka dilakukan beberapa
upaya. Di antaranya adalah:
1. Membangun saluran
air Ainun Zarqa untuk kebutuhan minum para penduduk Madinah.
2. Juga untuk menyirami
sebagian perkebunan Madinah melalui saluran air bawah tanah, sehingga Kota
Madinah terlihat asri dan menyejukkan.
3. Membangun beberapa
bendungan di beberapa lembah. Dengan tujuan agar tanah-tanah di sekitarnya
menjadi subur, pertanian semakin hidup, hasil bumi berlipat ganda yang pada
akhirnya diharapkan perekonomian semakin membaik.
Sehingga dapat
dikatakan selama pemerintahan Muawiyah, penduduk Kota Madinah merasakan
manfaatnya dan hidup dengan nyaman dan tenteram.
Ketika Muawiyah
meninggal dunia pada tahun 60 H (679 M), kekhalifahan berpindah tangan ke
putranya yang bernama Yazid. Namun pada masa pemerintahan Yazid, gejolak mulai
muncul, terjadinya fitnah yang menyebabkan sebagian penduduk Madinah melepaskan
ketaatan mereka kepada keluarga Umawiyah.
Melihat kondisi itu,
Yazid mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Muslim bin ‘Uqbah untuk menyerang
Madinah dan memberantas para penentang serta menghinakan banyak penduduknya.
Ketika Abdullah bin
Zubair mengumumkan dirinya sebagai Khalifah di Makkah pada tahun 63 H (682 M)
dan mendapat dukungan dari penduduk Madinah dengan bukti sebagian penduduk
Madinah ikut membaiatnya, sejak saat itu mulai lah fase baru dalam kehidupan
perpolitikan Madinah selama 8 tahun yang hidup tanpa kerasnya konflik, namun
tetap merasakan kesempitan akibat konflik yang berlangsung di sekitarnya.
Pada tahun 73 H (692
M), keadaan kembali pulih, ketenangan, dan kenyamanan kembali terasa di
Madinah. Perdagangan meningkat, pembangunan tersebar luas, kastil-kastil dan
perkebunan di sekitar Lembah Aqiq meningkat jumlahnya.
Madinah hidup dalam
masa keemasannya kembali pada masa ketika pemerintahan Umar bin Abdul Aziz
87-93 H (706-712 M). Salah satu wujud masa keemasan kota Madinah saat
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz adalah suasana keadilan, kenyamanan dan
ketentraman tersebar serta kajian-kajian ilmu semakin marak dan ada di
mana-mana.
Setelah pemerintahan
Umar, beberapa pemimpin berturut-turut memimpin Kota Madinah dan penduduk
Madinah hidup dalam ketenangan yang relatif selama kepemimpinan mereka.
Menurut hemat penulis,
salah satu faktor yang menyebabkan konflik di Kota Madinah dapat diselesaikan
dalam waktu 10 tahun adalah karena ketegasan dari pemimpin dan itu dibarengi
dengan hadirnya keadilan dan kestabilan perekonomian bagi penduduk Madinah.
Jadi aspek penegakan
hukum dan keadilan merupakan dua hal yang harus dilakukan bagi siapa pun
pemimpin, manakala ingin kota/daerah atau bahkan negeri yang dipimpinnya
makmur. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah di atas.
*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya
dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan ini dinukil
dari buku :
MADINAH AL – MUNAWWARAH
SEJARAH DAN TEMPAT – TEMPAT ISTIMEWA. Al – Madinah Al – Munawwarah Research
& Studies Center, 2013, King Fahd National Library Cataloging In
Publication Data.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar