Oleh : Washil Bahalwan
Setelah sebulan penuh
kita puasa Ramadan, maka dampaknya, kaum Muslimin hendaknya relatif lebih peka,
lebih peduli sosial, lebih sabar, lebih disiplin waktu, dan berbagai “lebih”
lainnya. Prinsipnya, mereka itu diharapkan lebih bertakwa. Karena begitulah
tujuan orang berpuasa. Hal ini tertera dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 183
yang bunyinya: “La’allakum Tattaquun.”
Yaitu tujuan berpuasa
adalah menjadi orang yang bertakwa. Sedang arti takwa itu sendiri adalah menjalankan
semua perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjauhi segala larangan-Nya.
Agar puasa kita sesuai
dan mampu melahirkan manusia bertakwa, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi
Wasallam mengajarkan doa saat kita berpuasa yang artinya:
“Saya bersaksi bahwa
tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, ampuni dosa yang saya perbuat
selama ini ya Allah. Saya mohon surga-Mu dan jauhkan daku dari siksa api neraka
kelak. Ya Allah, sungguh Engkau cinta pada orang yang suka memaafkan, karena
itu maafkanlah semua kesalahanku.”
Doa di atas mengajarkan
untuk menjauhi perbuatan syirik dan hanya menjadikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala
sebagai satu-satunya tempat bergantung dan kembali serta memohon pertolongan
dan perlindungan.
Kita harus yakin bahwa
Allahlah yang memberi jalan keluar dari setiap persoalan yang dihadapi umatnya.
Namun dalam praktiknya di masyarakat masih ada yang menggantungkan hidupnya
pada selain Allah. Padahal telah jelas bahwa syirik merupakan perbuatan dosa
besar sebagaimana bunyi Alquran surat An-Nisa ayat 116 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah
tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni
dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat
sejauh-jauhnya.”
Manifestasi dari
nilai-nilai puasa sangat banyak, di antaranya adalah kita akan menjadi hamba
yang sabar dan taat pada aturan atau ketentuan yang ada. Hal ini nampak ketika
menjelang berbuka. Sudah bukan rahasia lagi berbuka merupakan waktu yang
dinanti dan di meja makan telah tersedia hidangan makanan dan minuman yang
spektakuler beraneka ragam. Anggota keluarga sudah siap di sekitar meja makan.
Walaupun keadaan lagi lapar dan dahaga, namun ketika waktu berbuka belum tiba,
maka kita tidak tergerak untuk memakan dan meminumnya.
Muncul pertanyaan,
mengapa makanan dan minuman yang halal tidak boleh kita makan dan minum?
Jawabannya adalah lapar dan dahaga harus tunduk menunggu waktu berbuka sampai
tiba. Pelajaran dari contoh ini menunjukkan bahwa puasa melatih kita untuk
sabar dalam mengendalikan perasaan dan ego serta tunduk dan patuh pada aturan
yang telah ditentukan.
Nah, terhadap orang
yang sabar ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menjanjikan pahala tanpa batas,
seperti tergambar dalam Alquran surat Az-Zumar ayat 10 yang artinya:
“Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
Selain takwa dan sabar,
orang yang berpuasa hanya karena iman dan mengharap rida Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, sebagaimana disebutkan dalam
hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang artinya:
“Barang siapa yang
berpuasa Ramadan hanya karena iman dan mengharap ridha Allah, maka akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (H.R. Bukhari).
Akhirnya, melalui
kesempatan ini kita berharap semoga seluruh amal kebajikan kita di bulan Ramadan
diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan dosa kita diampuni Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Aamiin.
*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya
dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar