Oleh : Washil Bahalwan
Yasrib, demikian yang kita kenal sebagai nama
pertama kota Madinah. Menurut sejarawan kota Madinah, menyebutkan bahwasanya
yang pertama kali mendirikan kota tersebut adalah seorang lelaki yang bernama
Yasrib. Dia merupakan salah seorang dari keturunan Nabi Nuh ‘alaihis salam, dari generasi
keenam atau generasi kedelapan yang memimpin sebuah kabilah, bernama ‘Abiil.
Selanjutnya kawasan tersebut diberi nama dengan
nama pendirinya yaitu Yasrib. Hal ini untuk mengapresiasi dan menghargai upaya
beliau (Yasrib) sebagai pihak pertama yang memprakarsai berdirinya kota
tersebut.
Seiring perjalanan waktu, banyak orang dari
berbagai penjuru Jazirah Arab, baik secara individu maupun kelompok mendatangi
kota Yasrib.
Satu di antaranya adalah kaum Amalik. Mereka
berdatangan, karena wilayah kota Yasrib tanahnya subur, sehingga mereka menetap
untuk bermukim di sana dan membangun komunitas (masyarakat) pertanian.
Alhamdulillah apa yang dilakukan oleh kaum Amalik yaitu bergerak di bidang
pertanian berhasil dengan baik dan sukses.
Dalam perkembangan berikutnya, tepatnya sebelum
Masehi, kota Yasrib berada di bawah kekuasaan beberapa kerajaan. Di antaranya
kerajaan Mu’in, Saba dan Kildan.
Selama dalam kekuasaan kerajaan tersebut, tidak
banyak perubahan dan dinamika serta perkembangan yang dialami oleh penduduk
kota Yasrib. Akan tetapi secara ekonomi penduduk kota Yasrib mengalami
peningkatan kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Di samping itu kota Yasrib menjadi lalu lintas
bagi para kafilah yang melintas, sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap
pemasukan masyarakat.
Tahun 586 sebelum masehi, sekelompok kaum Yahudi yang diusir oleh
Nebukadnezar, tiba di kota Yasrib. Dan setelah itu juga diikuti oleh beberapa
kaum lain yang hijrah ke Yasrib. Dan pada tahun 132 Masehi, tiga kabilah dari
kaum Yahudi juga masuk ke Yasrib. Ketiga kabilah tersebut adalah Quraidzah,
Nadzir dan Qainuqa’. Setelah sampai di Yasrib, mereka menekuni bidang pertanian
dan juga bergerak di bidang industri yang mereka kuasai.
Berita kesuburan tanah
Yasrib sampai juga ke negeri Yaman. Sehingga pada abad ke-4 Masehi, kabilah Aus
dan Khazraj dari Yaman hijrah juga ke Yasrib.
Agar tidak menjadi
persoalan bagi penduduk lain yang sudah lebih dulu datang, maka mereka (kabilah
Aus dan Khazraj) memilih tinggal di daerah yang belum berpenghuni.
Kebetulan saat itu kaum
Yahudi membutuhkan banyak pekerja. Sehingga mereka (kabilah Aus dan Khazraj)
direkrut menjadi pekerja untuk dikerjakan di pertanian milik kaum Yahudi.
Dalam beberapa tahun
kemudian, kondisi kabilah Aus dan Khazraj semakin membaik terutama secara
ekonomi. Kondisi tersebut, membuat gusar kaum Yahudi. Mereka takut tersaingi.
Sejak saat itulah muncul benih-benih perselisihan di antara mereka.
Melihat gejala yang
tidak baik, maka para petinggi dari kedua belah pihak sepakat mengajak bertemu
untuk mengadakan perjanjian yang pada intinya isinya adalah “hidup berdampingan
secara damai dan bersama-sama mempertahankan kota Yasrib dari para penjajah.”
Selang beberapa waktu,
kaum Yahudi mengkhianati perjanjian yang telah disepakati dan bahkan berusaha
melecehkan penduduk Yasrib lainnya serta membunuh beberapa dari mereka.
Melihat kaum Yahudi
ingkar janji, maka kabilah Aus dan Khazraj meminta pertolongan kepada kerabat
dan sepupu mereka yang berada di negeri Syam dari kabilah Ghasasinah. Maka
dikirimlah pasukan oleh kabilah Ghasasinah untuk menumpas kaum Yahudi di
Yasrib, dan kekuatan kaum Yahudi dapat dipatahkan oleh kabilah Ghasasinah.
Setelah itu mereka kembali membuat kesepakatan untuk hidup berdampingan secara
damai.
Lagi-lagi kaum Yahudi
membuat ulah mengkhianati kesepakatan yang telah mereka buat bersama. Langkah
yang dilakukan oleh kaum Yahudi adalah menyebar fitnah dan permusuhan di antara
kabilah Aus dan Khazraj. Kedua kabilah yang masih bersaudara itu terprovokasi
dan akhirnya saling serang, maka terjadilah peperangan sengit di antara
keduanya dan berlangsung sampai beberapa dekade.
Puncaknya terjadinya
perang Bu’ats yang terjadi lima tahun sebelum hijrah Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam. Dari peperangan tersebut, kedua belah pihak banyak jatuh
korban jiwa.
Setelah mereka lelah
terhadap peperangan yang diakibatkan oleh fitnah kaum Yahudi dan musibah yang
disebabkan oleh peperangan tersebut, mereka mulai sadar untuk mencari pemimpin
yang dapat mewujudkan perdamaian dan keharmonisan di antara kedua belah pihak
untuk dijadikan raja.
Aus dan Khazraj hampir
saja menobatkan Abdullah bin Ubay bin Salul sebagai raja mereka, namun atas
izin Allah, diadakanlah pertemuan dua kabilah yang sedang berseteru itu dengan
Rasulullah pada musim haji.
Dalam pertemuan
tersebut, hidayah dari Allh datang pada kedua kabilah dan mereka mengikrarkan
diri memeluk agama Islam. Dan jumlah mereka terus bertambah pada tahun
berikutnya.
Kemudian mereka
membai’at Rasulullah pada perjanjian Aqobah pertama, dan pada tahun berikutnya
dilanjutkan dengan perjanjian Aqobah kedua yang diikuti oleh beberapa orang
dari kedua kabilah yang berseteru tersebut.
Akhirnya mereka
mengajak Rasulullah dan kaum muslimin di Makkah untuk berhijrah ke kota
Madinah. Melalui perjanjian Aqobah tersebut, awal mula terjadinya persaudaraan
dan persatuan antara dua kabilah, yaitu Aus dan Khazraj.
Dari ulasan tentang
asal mula kota Madinah dan perkembangannya, banyak hikmah penting yang dapat
kita ambil untuk kehidupan sekarang dan akan datang.
Di antara pelajaran
penting tersebut adalah:
– Penduduk kota Madinah
berasal dari beberapa kabilah yang masing-masing mempunyai karakter dan
perwatakan berbeda satu sama lainnya. Sehingga diperlukan sikap toleransi dan
tenggang rasa.
– Secara umum kaum yang
lebih dahulu mendiami suatu daerah (termasuk Madinah) biasanya ingin menguasasi
dan mengatur penduduk yang datang kemudian.
– Biasanya awal mula
terjadinya konflik atau perselisihan suatu bangsa, salah satunya dipicu oleh
faktor ketidakadilan, utamanya sektor ekonomi.
– Bangsa Yahudi
ternyata memang dari zaman dahulu menjadi bangsa yang menjadi sumber dari
lahirnya konflik, karena kelicikannya dan sering ingkar janji terhadap
kesepakatan yang telah dibuat.
– Kita harus waspada
dan peka terhadap suatu informasi yang disampaikan oleh pihak lain (contohnya
kaum Yahudi), karena bisa jadi informasi tersebut sengaja dihembuskan untuk mengadu
domba satu sama lain, agar berkonflik. Dan setelah itu terjadi, maka mereka
yang mengambil manfaat.
– Kita harus sadar
untuk menyelesaikan konflik atau apapun persoalan, maka kita harus mencari akar
permasalahan terlebih dahulu. Dan di samping itu yang terpenting mereka yang
berkonflik harus mempunyai keinginan untuk mengakhiri konflik itu sendiri
dengan tidak saling menyalahkan.
– Rasulullah mampu
menjadi perekat dari pihak-pihak yang berkonflik, bukan karena kekerasan. Akan
tetapi karena tutur kata dan sikap yang baik (akhlak mulia).
Semoga kita mampu
mengambil pelajaran dari ulasan di atas. Akhirnya kita selalu memohon kepada
Allah subhanahu wa ta’ala atas bimbingannya agar kita menjadi
manusia yang bijak dalam menyelesaikan persoalan umat.
*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya
dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan ini dinukil
dari buku :
MADINAH AL – MUNAWWARAH
SEJARAH DAN TEMPAT – TEMPAT ISTIMEWA. Al – Madinah Al – Munawwarah Research
& Studies Center, 2013, King Fahd National Library Cataloging In
Publication Data.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar