Oleh : Washil Bahalwan
Sebagai makhluk hidup, manusia
mempunyai beberapa kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Kebutuhan-kebutuhan
dasar ini merupakan hal penting yang harus terpenuhi. Jika tidak, maka setiap
orang akan kesulitan bertahan. Beberapa kebutuhan dasar tersebut adalah makan,
minum, istirahat, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan.
Namun, ada beberapa orang yang
salah kaprah dalam memaknai kebutuhan hidupnya. Kesalahan ini dikarenakan
ketidak mampuan orang tersebut dalam membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Contohnya seseorang yang memaksakan diri untuk memiliki mobil mewah agar bisa
mengantarnya ke kantor. Padahal, mobil sederhana yang lebih murah pun bisa
digunakannya ke kantor. Usaha untuk memiliki mobil mewah tersebut sebenarnya
bukanlah kebutuhannya, melainkan sebatas keinginannya saja.
Untuk membedakan mana kebutuhan
dan keinginan, konsepnya dimulai dari diri kita masing-masing dengan
membiasakan diri hidup sederhana. Kita masih ingat, Agus Rahardjo, Ketua KPK
menyatakan bahwa salah satu penyebab seseorang melakukan korupsi adalah sifat
tamak. Oleh karena itu, kita perlu membiasakan hidup sederhana dan memperbanyak
bersyukur. Kita dapat meneladani bagaimana gaya hidup sederhana Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Anas bin Malik radhiyallahu anhu
berkata, “Aku masuk kepada Rasulullah, saat itu beliau sedang tidur di atas
tempat tidurnya. Bagian depannya dianyam dengan pelepah, di bawah kepala beliau
adalah bantal dari kulit yang berisi serabut. Lalu beberapa orang sahabat masuk
kepada beliau, Umar juga masuk. Maka Rasulullah membalikkan tubuhnya sehingga
Umar melihat pinggang beliau tersingkap. Tempat tidur dari anyaman pelepah itu
meninggalkan bekas di pinggang Rasulullah, maka Umar pun menangis.
Nabi pun terbangun dan bertanya
kepada Umar, “Apa yang membuatmu menangis wahai Umar?”
Umar menjawab, “Demi Allah,
sungguh aku mengetahui bahwa engkau lebih mulia di sisi Allah daripada Kaisar
Persia dan Romawi, sementara dua orang itu bermain-main dengan dunia seperti
yang telah mereka berdua lakukan. Sedangkan engkau ya Rasulullah, keadaanmu
seperti yang aku lihat ini.”
Maka Nabi bersabda: “Apakah kamu
tidak rela, jika mereka mendapatkan dunia dan kita mendapatkan Akhirat?”
Beliau, Rasulullah melanjutkan
lagi, “Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir.
Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian di bawah terik
panas. Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya.”
Umar menjawab, “Ya.” Rasulullah
bersabda, “Demikianlah perkaranya.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad, No.
12009 dan Ibnu Hibban dalam shahihnya No. 6362. Syu’aib Al-Arna’uth berkata,
“Shahih li Ghairihi.” Asalnya dalam Ash-shahihain, diriwayatkan oleh
al-Bukhari, No. 4913 dan Muslim No. 1479).
Oleh karena itu, hendaknya kita dapat membedakan antara
kebutuhan dan keinginan. Terkadang, seseorang mengeluh karena kebutuhan
hidupnya tidak terpenuhi. Padahal, bukan kebutuhan hidupnya yang tak tepenuhi,
melainkan keinginan gaya hidup hedon (boros; gaya hidup mewah).
Agar dapat membedakan antara
kebutuhan dan keinginan, kita dapat meneladani kisah Mohammad Hatta (Wakil
Presiden RI Pertama) dan sepatu Bally. Kisah ini disampaikan oleh sekretaris
pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja.
Suatu hari Bung Hatta
berjalan-jalan di pertokoan di luar negeri. Dia sangat ingin memiliki sepatu
Bally yang terpampang di etalase. Begitu inginnya, guntingan iklan sepatu Bally
itu dia simpan di dompetnya. Dia berharap suatu waktu bisa membelinya. Namun,
hingga meninggal Bung Hatta belum bisa membeli sepatu Bally itu. Dan, guntingan
iklan masih tersimpan di dompetnya.
Melalui kisah ini, Bung Hatta
mengajarkan kepada kita untuk tidak memaksakan keinginan. Sebab, bisa saja
beliau menggunakan kekuasaannya untuk mendapatkan sepatu tersebut. Akan tetapi
Bung Hatta tidak melakukan hal tersebut.
Untuk itu yang harus kita
tanamkan sedari awal adalah kesadaran dan pembiasaan hidup apa adanya
(sederhana). Serta selalu bersyukur atas anugerah yang diberikan Allah. Gaya
hidup sederhana dan syukur atas nikmat merupakan resep mujarab untuk menjalani
kehidupan. Kalau hal itu dapat kita laksanakan, maka ketenangan, kebahagiaan
akan dapat kita raih.
Jadi kata kuncinya adalah
sederhana, ukur kemampuan sendiri seraya terus meningkatkan rasa syukur kepada
Allah.
Semoga kisah-kisah di atas dapat
menginspirasi untuk meraih sukses dengan tetap qana’ah dan berserah diri kepada
Allah. Semoga kita selalu dalam bimbingan dan petunjuk-Nya, untuk mengarungi
kehidupan yang penuh dinamika dan tantangan. Hanya kepada Allah subhanahu wa
ta’ala kita pasrahkan segala urusan. Aamiin.
*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas
Kota Surabaya dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar