Oleh : Washil Bahalwan
Seperti kita ketahui bersama, Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Tentunya ada
potensi yang luar biasa untuk digali dan dimaksimalkan agar menjadi kekuatan
yang luar biasa guna menyelesaikan persoalan umat. Namun sangat disayangkan,
potensi yang besar tersebut belum tergarap dan terkoneksi dengan baik.
Untuk mengurai benang kusut tersebut, sikap
pertama dan utama yang harus kita miliki adalah tidak menyalahkan pihak manapun
tanpa melakukan tindakan nyata sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kita
masing-masing (tupoksi) serta mencari akar permasalahan untuk mendapatkan
solusi dengan segera.
Terhadap fenomena yang ada di
depan kita, kami teringat dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. M.
Nuh. DEA, mantan Menteri Pendidikan RI dalam sebuah kesempatan mengatakan bahwa
siapa yang pandai dan rajin, maka dia akan keluar sebagai pemenang/juara. Itu
dulu ketika kita masih bersekolah.
Akan tetapi, lanjut Pak Nuh,
sekarang kita tidak cukup hanya bermodal juara, melainkan harus bersinergi
dengan para pihak untuk sukses masa depan. Karena dengan bersinergi akan
melahirkan sumber daya manusia berkualitas dan profesional yang siap
menyelesaikan persoalan umat.
Menurut hemat kami, apa yang
disampaikan Pak Nuh, demikian nama populernya, sangat tepat. Karena kepintaran
yang akhirnya menjadikan kita juara, tidak akan ada artinya manakala kita
miskin networking (sinergi). Untuk
itu sangat perlu kita menjalin sinergi dengan berbagai pihak, agar sukses masa
depan dapat kita raih.
Namun, untuk bersinergi bukanlah
persoalan mudah, ada banyak hambatan yang harus kita selesaikan. Di antaranya
adalah sikap egosentris, partisan, pragmatis dan tidak sevisi serta masih
banyak lainnya. Karena mustahil suatu tujuan dapat tercapai dengan baik,
manakala tidak sevisi dalam garis perjuangannya. Adanya kesamaan visi dan
bersinergi, maka persoalan yang besar dapat terselesaikan dengan baik.
Untuk menyelesaikan hambatan yang
ada, mau tidak mau harus berpikir tentang leadership yang kuat, kompeten,
berintegritas sehingga mampu merangkul berbagai hambatan yag ada untuk menjadi
kekuatan yang dahsyat.
Persoalannya adalah, untuk
mendapatkan pemimpin seperti tersebut di atas sangat langka. Karena sekarang
ini disadari atau tidak hampir di segala lini kita miskin kader berkualitas
sebagai cikal bakal lahirnya pemimpin yang kuat dan berintegritas.
Kekuatan dan Amanah
Prof. Dr. Hasan Ko Nakata,
seorang mahasiswa muslim asal Jepang ketika menempuh pendidikan program Doktor
di Universitas Kairo Mesir, mengangkat pandangan Ibnu Taimiyyah tentang
kepemimpinan sebagai bahan disertasinya.
Berikut ini merupakan pandangan
beliau (Prof. Dr. Hasan Ko Nakata), seperti dalam disertasinya yang kemudian
diterbitkan Dar Al-Akhilla’ Dammam KSA (1994: hlm 95-97) berjudul Al-Nazhariyyah Al-Siyâsah ‘inda Ibn
Al-Taimiyyah.
Menurut berbagai tulisan Ibnu
Taimiyyah tentang kepemimpinan dapat disimpulkan bahwa Ibnu Taimiyyah
menetapkan dua syarat umum bagi seorang pemimpin muslim, yaitu al-quwwah wa al amânah (kekuatan
dan amanah).
Kesimpulan
ini diambil dari pernyataan Ibnu Taimiyyah sendiri di dalam Al-Siyâsah Al-
Syar’iyyah (Dar Al-Afaq Al-Jadidah Beirut, 1998: 15), “Fa innaal wilaayata laha
ruknaani: al-quwwah wa al-amânah.”
Yang
dimaksud dengan “kekuatan” oleh Ibnu Taimiyyah adalah kemampuan yang harus dimiliki
seorang pemimpin di lapangan yang dipimpinnya. Ia mencontohkan seorang panglima
perang harus memiliki keberanian dan pengetahuan strategi perang. Tanpa kedua
hal itu, dia tidak akan mampu melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin pasukan
tempur.
Sementara,
orang yang akan memangku amanah memimpin manusia harus mengetahui ilmu tentang
keadilan yang diajarkan di dalam Alquran dan sunah; juga harus memiliki
kemampuan untuk menerapkannya di tengah-tengah manusia. (Al-Siyasah
Al-Syar’iyyah, 1998: 16). Adapun yang dimaksud dengan “amanah” adalah sikap
takut hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Untuk itu
sudah waktunya setiap elemen masyarakat muslim meninggalkan sifat ego dan
mementingkan kepentingan pribadi serta kelompok kemudian fokus melihat persoalan
umat secara menyeluruh.
Selain
itu dengan banyaknya elemen yang memiliki bidang garap yang sama untuk mulai
menata dan memilah. Mana program yang dapat dilaksanakan bersama dan mana
program yang harus dilakukan sendiri. Hal ini penting, karena tantangan dan
persoalan umat yang cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan sinergi dan
kesamaan visi guna menyelesaikan persoalan agar tujuan yang kita harapkan dapat
segera tercapai.
Sekali
lagi hanya dengan sinergitas dan kesamaan visi dalam beraktivitas, Insyaallah
persoalan umat dapat terselesaikan. Mari, jadikan diri kita bagian dari solusi
dan bukan bagian dari persoalan.
Semoga
kita dimudahkan dan dilancarkan dalam mengurai persoalan untuk menjadi solusi
efektif serta istiqamah di jalan kebenaran. Hanya kepada Allah subhanahu
wa ta’ala kita memohon pertolongan dan ridha-Nya selalu kita rindukan.
Aamiin.
*Tulisan
ini pernah dimuat di suaramuslim.net
* Tulisan ini juga dimuat di Majalah Al Akhbar Edisi 160 No.4 Vol.14 Dzul Hijjah- Muharram 1440 H/September 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar