Kamis, 24 November 2022

KENANGAN JAMBORE SIBOLANGIT (BAGIAN XXX)

JAMBORE PRAMUKA SIBOLANGIT, merupakan puncak dari kiprah Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya tempo doeloe. Seperti disampaikan pada beberapa tulisan terdahulu, bahwa Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya tidak hanya berkiprah dalam dunia kepramukaan saja, melainkan juga bidang lainnya, misalnya keagamaan, sosial dan kemanusiaan. Berbagai peran tersebut dilakukan oleh Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya sebagai upaya membentuk karakter yang ulet, tangguh, mandiri dan siap menghadapi segala bentuk tantangan kehidupan.

Sebelum membahas tentang kiprah anggota Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya dalam Jambore Nasional Sibolangit tahun 1977, terlebih dahulu penulis ingin menginformasikan singkat Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit Deli Serdang.

Setelah diputuskan bahwa Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Sumatera Utara ditetapkan sebagai penyelenggara Jambore Nasional 1977, maka Gubernur Sumatera Utara langsung turun tangan. Dari berbagai pertimbangan yang ada, akhirnya diputuskan area bekas perkebunan teh di Sibolangit Deli Serdang ini disulap menjadi bumi perkemahan yang layak. Mulailah dibangun sarana prasarana pendukung, yang representatif, sehingga layak dijadikan bumi perkemahan yang siap menyambut peserta Jambore Nasional.

Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit terletak di kaki Gunung Sibayak dengan udara yang sejuk, berada pada ketinggian 864 meter di atas permukaan laut. Lokasi perkemahan berbukit-bukit terdapat banyak sungai kecil yang airnya jernih. Dan setelah dinyatakan selesai pembangunan serta memenuhi standar, tiba gilirannya Bumi Perkemahan Pramuka Sumatera Utara di Sibolangit diresmikan oleh Ketua Kwartir Gerakan Pramuka Nasional, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, 22 Mei 1972.

Demikian informasi singkat tentang Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit. Selanjutnya mari kita ikuti peran anggota Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya dalam Jambore Nasional Sibolangit 1977. Untuk membahas hal ini, penulis berkesempatan langsung berbincang santai dengan peserta Jambore Nasional Sibolangit, MOHAMMAD BAWEDON, Kamis, 17 November 2022.

Abdul Aziz Allan, Kakak Pembina Pramuka Gudep 77, di tengah-tengah anak didiknya. Mohammad Bawedon, Narasumber, baris belakang paling kiri

Tentunya bukan hal yang mudah menjadi peserta Jambore Nasional. Pasti melalui tahapan seleksi yang luar biasa dengan kompetisi yang ketat. Berikut ini adalah tahapan seleksinya :

Seleksi pertama dilakukan melalui kegiatan Persami tingkat kelurahan yang dipusatkan di SDN Benteng Miring (sekarang SDN Ujung, belakang Sekolah Pelayaran Hang Tuah Surabaya).

Seleksi tingkat kecamatan berikutnya dipusatkan di SDN Sidotopo Surabaya. Dari seleksi tingkat kecamatan ini, MOHAMMAD BAWEDON dan AYUB ALI AL-BUGIS lolos / terpilih untuk maju seleksi tingkat Kotamadya Surabaya.

Seleksi tingkat Kotamadya, Persami diadakan di Jalan Mayjen Sungkono Surabaya yang waktu itu masih sepi.

“Setiap hari Minggu di kantor Gubernur Jawa Timur, mengikuti rangkaian tes bersama peserta seleksi dari berbagai gugus depan lainnya di Jawa Timur kurang lebih 5 kali pertemuan. Materi tesnya meliputi pengetahuan umum dan keterampilan (Tanda tapak, Morse, Semaphore, dan lain-lain serta berbagai keterampilan sebagai penunjang kecakapan seorang pramuka)”, kenang Amak Bawedon, demikian biasa dipanggil. Dari 120 peserta seleksi tingkat Kotamadya, terpilih sebanyak 20 orang (10 putra dan 10 putri) dan MOHAMMAD BAWEDON dari Pramuka Gudep 77 Al-Irsyad Surabaya sebagai salah satu peserta yang akan mengikuti Jambore Nasional 1977 di Sibolangit, termasuk dari gugus depan lainnya. Sebagai Pembina / penanggungjawab peserta Jambore Nasional Sibolangit Jawa Timur, ditunjuklah P. Maryono yang saat itu berdinas di PLN.

Setelah resmi lolos sebagai peserta Jambore Nasional di Sibolangit tahun 1977, Amak Bawedon mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Packing baju yang akan dibawa, alat-alat yang dibutuhkan termasuk obat-obatan ringan. Begitu waktunya tiba, berangkatlah dari Pelabuhan Perak Surabaya menuju Pelabuhan Belawan Medan naik Kapal laut MEI ABETO selama 4 hari. Dulu kapal laut itu digunakan untuk mengangkut jamaah haji ke Makkah ketika musim haji tiba.

Ada cerita menarik, “Ketika di kapal, waktu mandinya harus sesuai dengan jam yang telah ditentukan. Apabila kita lewat dari jam yang telah ditentukan, maka secara otomatis air showernya mati, akhirnya kita mandi di kolam renang dan untuk makan selama di atas kapal adalah nasi putih dan telor bali, kadangkala ditraktir teman dari gudep lain, beli mie instan biar ada variasi”, demikian kenang Mohammad Bawedon yang juga seorang pebisnis.

Masih kata Amak Bawedon, sesampai di lokasi Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit, Kami dipersilahkan untuk mendirikan tenda dan kerapian pribadi termasuk mempersiapkan acara pembukaan Jambore Nasional.

Jambore Nasional Pramuka berlangsung mulai tanggal 1 – 20 Juli 1977. Dan pada tanggal 3 Juli 1977, Jambore Nasional Pramuka Sibolangit dibuka oleh Ketua Majelis Pembimbing Nasional secara resmi, Soeharto. Dalam salah satu amanatnya, Presiden Soeharto berharap seluruh peserta dan Pramuka dimanapun berada dapat menjadi insan yang bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, mencintai dan menghormati orang lain sesama makhluk Tuhan, cinta tanah air, mengutamakan musyawarah serta gemar menolong orang lain. (Sumber : https://jamnas11pramuka.or.id).

Turut hadir dalam acara pembukaan tersebut adalah Ka Kwarnas, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Ibu Tien Soeharto, Sudarmono dan beberapa pejabat negara lainnya dengan memakai pakaian seragam pramuka lengkap.

 Dalam Jambore tersebut, ada banyak kegiatan yang dilakukan, dengan tujuan untuk saling mengakrabkan peserta, juga untuk mengasah keterampilan dan kecakapan. Diantaranya adalah : Perkenalan peserta dari berbagai negara di lapangan dengan menggunakan sarana huruf yang nantinya membentuk kalimat (semacam game), suasananya sangat menyenangkan bagi peserta. Adapun cabang yang dilombakan adalah : renang, semaphore, morse, denah, pita peta, menaksir. Termasuk juga membaca puisi, pengetahuan umum, kecakapan dan keterampilan serta kerohanian (adzan) dan lain-lain.

Demi efektifitas waktu dan kemungkinan besar menang, maka Amak Bawedon memilih lomba-lomba yang penting saja. Untuk lomba kerohanian (adzan) dan lain-lain, Amak Bawedon tidak perlu belajar materi seperti peserta lain, sebab masalah itu sudah lewat. Maklum Amak Bawedon sekolahnya di Al-Irsyad, jadi kegiatan adzan bahkan menjadi imam juga dilatih di sekolah. Alhamdulillah, dari sekian banyak lomba yang diikuti, Amak Bawedon berhasil membawa 7 bintang kecakapan termasuk spanduk pendakian ke Gunung Sibayak. Memang Amak Bawedon cerdik dalam mengoptimalkan waktu. (Bersambung)

Ditulis oleh : Washil Bahalwan

Narasumber : Mohammad Bawedon

Penulis (kiri, berkacamata) bersama Narasumber, Mohammad Bawedon 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar