Sebentar lagi tahun baru 2017 akan segera datang. Bagi sebagian orang, perayaan tahun baru masehi merupakan momen yang istimewa. Hal ini ditunjukkan dengan fakta di lapangan bahwa pada malam tahun baru banyak diselenggarakan acara perayaan dalam menyambutnya. Momen seperti ini menjadi kesempatan besar bagi para pedagang untuk meraih rejeki nomplok. Mereka memanfaatkannya dengan berjualan terompet atau petasan yang siap memeriahkan malam perayaan tahun baru.
Bila kita melihat sejenak kondisi masyarakat muslim saat ini, sedang dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Masih banyak yang berpesta dan berfoya-foya dalam merayakan tahun baru. Padahal hal ini sama sekali tidaklah mendatangkan satu manfaatpun. Seharusnya setiap muslim tidaklah berbuat demikian. Bertambahnya tahun menandakan semakin dekatnya waktu kematian kita. Seharusnya setiap muslim menangis akan hal ini dan bermuhasabah diri. Seorang muslim hendaknya mensyukuri akan nikmat umur yang Allah berikan kepadanya, sehingga ia masih bisa beribadah serta menambah amal sholeh dan bertaubat kepadaNya. Dan tidak larut dalam perayaan ini dengan tawa dan bahagia, meniup terompet, serta menyalakan petasan.
Melihat dari sisi sejarah, meniup terompet bukan berasal dari islam. Tradisi ini pada mulanya merupakan cara orang-orang kuno untuk mengusir setan. Orang Yahudi belakangan melakukan hal itu sebagai ritual yang dimaknai sebagai gambaran ketika Tuhan menghancurkan dunia. Mereka melakukan ritual meniup terompet ini pada waktu perayaan tahun baru Yahudi, Rosh Hashanah, yang berarti “Hari Raya Terompet”, yang biasa jatuh pada bulan September atau Oktober.
Bunyi terompet yang bersahut-sahutan rupanya juga belum lengkap bila tak diikuti dengan petasan dan kembang api. Petasan bermula dari Tiongkok sekitar abad ke-9, seorang juru masak secara tak sengaja mencampurtiga bahan bubuk hitam (black powder) yakni garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar. Apabila ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya yang lalu dibakar, bambu tersebut akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras. Dari ledakan keras inilah yang dipercaya mampu menakut-nakuti roh jahat sehingga dapat mengusirnya. Jelas sekali hal ini sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam yang tidak mengajarkan cara mengusir setan dengan cara semacam ini. Bahkan, ini merupakan bentuk kedzaliman karena petasan bisa menganggu ketenangan orang lain.
Lalu bagaimana dengan sebagian kaum Muslimin yang ikut terjun dalam budaya ini yang jelas-jelas bukan dari Islam? Bila hal ini baik, tentu para sahabat radiyallahu ‘anhum yang mengawalinya. Lebih parahnya, sebagian kaum muslimin saat ini menggunakan petasan ini pada acara pernikahan, penyambutan Ramadhan, ‘Idul Fitri, dan selain acara keagamaan seperti tahun baru sebagai taqlid budaya masyarakat sekitar. Sekalipun mereka melakukan hal ini tanpa adanya kepercayaan yang diyakini bangsa Cina, tetap saja hal ini tetap dapat menodai keimanan. Saking bahayanya perkara ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memberi peringatan agar waspada akan hal ini dalam Sabdanya :
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
Na’udzubillah min dzaalik.
Hendaknya kaum muslimin menyambut tahun baru dengan cara melakukan muhasabah dengan mendengarkan ceramah agama atau sekedar berkumpul dan makan bersama keluarga yang lebih bermanfaat tentunya.
Semoga Allah Subahaanahu wa ta'ala senantiasa melindungi dan memberi petunjuk kepada kaum Muslimin agar terhindar dari perbuatan yang bisa mendatangkan murkaNya. Aamiin...
Note : Himyar bin Washil Bahalwan juga termasuk anggota Manajemen Penulis Indonesia serta aktif sebagai penulis di Bina Qolam. Tulisan ini juga dapat diakses di www.qolam.net
Bila kita melihat sejenak kondisi masyarakat muslim saat ini, sedang dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Masih banyak yang berpesta dan berfoya-foya dalam merayakan tahun baru. Padahal hal ini sama sekali tidaklah mendatangkan satu manfaatpun. Seharusnya setiap muslim tidaklah berbuat demikian. Bertambahnya tahun menandakan semakin dekatnya waktu kematian kita. Seharusnya setiap muslim menangis akan hal ini dan bermuhasabah diri. Seorang muslim hendaknya mensyukuri akan nikmat umur yang Allah berikan kepadanya, sehingga ia masih bisa beribadah serta menambah amal sholeh dan bertaubat kepadaNya. Dan tidak larut dalam perayaan ini dengan tawa dan bahagia, meniup terompet, serta menyalakan petasan.
Melihat dari sisi sejarah, meniup terompet bukan berasal dari islam. Tradisi ini pada mulanya merupakan cara orang-orang kuno untuk mengusir setan. Orang Yahudi belakangan melakukan hal itu sebagai ritual yang dimaknai sebagai gambaran ketika Tuhan menghancurkan dunia. Mereka melakukan ritual meniup terompet ini pada waktu perayaan tahun baru Yahudi, Rosh Hashanah, yang berarti “Hari Raya Terompet”, yang biasa jatuh pada bulan September atau Oktober.
Bunyi terompet yang bersahut-sahutan rupanya juga belum lengkap bila tak diikuti dengan petasan dan kembang api. Petasan bermula dari Tiongkok sekitar abad ke-9, seorang juru masak secara tak sengaja mencampurtiga bahan bubuk hitam (black powder) yakni garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar. Apabila ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya yang lalu dibakar, bambu tersebut akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras. Dari ledakan keras inilah yang dipercaya mampu menakut-nakuti roh jahat sehingga dapat mengusirnya. Jelas sekali hal ini sangat bertolak belakang dengan ajaran Islam yang tidak mengajarkan cara mengusir setan dengan cara semacam ini. Bahkan, ini merupakan bentuk kedzaliman karena petasan bisa menganggu ketenangan orang lain.
Lalu bagaimana dengan sebagian kaum Muslimin yang ikut terjun dalam budaya ini yang jelas-jelas bukan dari Islam? Bila hal ini baik, tentu para sahabat radiyallahu ‘anhum yang mengawalinya. Lebih parahnya, sebagian kaum muslimin saat ini menggunakan petasan ini pada acara pernikahan, penyambutan Ramadhan, ‘Idul Fitri, dan selain acara keagamaan seperti tahun baru sebagai taqlid budaya masyarakat sekitar. Sekalipun mereka melakukan hal ini tanpa adanya kepercayaan yang diyakini bangsa Cina, tetap saja hal ini tetap dapat menodai keimanan. Saking bahayanya perkara ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memberi peringatan agar waspada akan hal ini dalam Sabdanya :
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
Na’udzubillah min dzaalik.
Hendaknya kaum muslimin menyambut tahun baru dengan cara melakukan muhasabah dengan mendengarkan ceramah agama atau sekedar berkumpul dan makan bersama keluarga yang lebih bermanfaat tentunya.
Semoga Allah Subahaanahu wa ta'ala senantiasa melindungi dan memberi petunjuk kepada kaum Muslimin agar terhindar dari perbuatan yang bisa mendatangkan murkaNya. Aamiin...
Note : Himyar bin Washil Bahalwan juga termasuk anggota Manajemen Penulis Indonesia serta aktif sebagai penulis di Bina Qolam. Tulisan ini juga dapat diakses di www.qolam.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar