Rabu, 28 Desember 2016

SEJARAH BAHALWAN - AHMAD BAHALWAN, PIONER DOS KOPYAH DI SURABAYA

Oleh : Washil Bahalwan

Pada edisi 14 kali ini penulis akan berbicara mengenai sosok Ahmad bin Zein Bahalwan . Namun sebelum penulis memaparkan lebih jauh siapa sosok Ahmad Bahalwan dan apa kiprahnya, terlebih  dahulu penulis tampilkan dokumen yang dibuat oleh abah Zein Bahalwan. Dokumen tersebut berupa kliping koran yang memuat usaha Ahmad Bahalwan. Abah penulis dari dahulu memang sangat memperhatikan momen-momen penting mengenai perjalanan anak-anaknya untuk diabadikan atau didokumentasikan. Karena menurut abah Zein, demikian biasa dipanggil, membuat dan menyimpan dokumen tidak ada ruginya., justru suatu saat nanti dokumen tersebut akan ada manfaatnya. Salah satunya adalah meluruskan sejarah atau berita yang keliru dan masih banyak manfaat lainnya. Berikut ini adalah dokumen berbentuk kliping yang dibuat oleh abah Zein tentang usaha Ahmad Bahalwan selengkapnya :                                     
                      

Abah Zein Bin Abdurrahman Bahalwan ketika masih di Banda Neira sudah memiliki jiwa dagang. Ketika pindah ke Surabaya jiwa dagangnya tidak luntur dan justru semakin berkembang. Beberapa bidang usaha yang pernah dijalani oleh Abah Zein Bahalwan adalah usaha roti, syirup dan kopyah.
 Menurut keterangan Fadhil Bahalwan yang diperoleh dari abahnya yang bernama Abdurrahman Bin Salim Bahalwan mengatakan bahwa, abah Zein pernah usaha kopyah dengan tempat produksi di Nyamplungan Surabaya. Usaha kopyah abah Zein ini ditangani sendiri dengan dibantu dua pegawai, satu sebagai tukang potong dan satunya tukang jahit. Kendala yang muncul adalah lemahnya pemasaran. Maklum saat itu hanya dititipkan di toko-toko kecil Gubah (sekarang Ampel Suci). Seandainya abah Zein memiliki toko sendiri misalnya di Pasar Turi, mungkin usahanya akan berkembang dengan pesat. Karena saat itu masih jarang orang yang bergerak di bidang usaha kopyah. Demikian kata Abdurrahman Bin Salim Bahalwan.  Namun karena pemasaran yang tidak sempurna, maka lambat laun usaha kopyah abah Zein mengalami penurunan dan selanjutnya berhenti. Setelah itu abah Zein bekerja ikut kakaknya yang bernama Salim Bin Abdurrahman Bahalwan di Coomisioner sebagai administrasi. (Bab ini akan dibahas tersendiri). Dengan demikian penulis berkeyakinan kuat, bahwa ide pembuatan dos kopyah muncul setelah perbincangan antara abah Zein dengan Ahmad Bahalwan. Karena kopyah agar tetap bagus dan tahan lama maka diperlukan tempat yang aman dan itu berarti dos yang harus disiapkan. Demikian dikuatkan oleh bang Fadhil.  Dari bincang-bincang, itulah akhirnya abangku tertarik dan memantapkan langkahnya untuk usaha dibidang pembuatan “ DOS KOPYAH “. Karena abangku yang satu ini memang nalurinya adalah dagang mewarisi jiwa abah Zein. Disamping itu Ampel merupakan kawasan wisata religi. Jadi kalau abangku usaha dibidang dos (kemasan) kopyah sangat pas. Karena Ampel banyak dikunjungi wisatawan. Baik yang sekedar jalan-jalan menikmati kuliner khas Ampel maupun untuk tujuan ziarah.  Dan boleh dikatakan usaha dos kopyah saat itu merupakan satu-satunya di Surabaya. Boleh dikatakan Ahmad Bahalwan merupakan PIONER usaha dos kopyah di Surabaya. Perlu diketahui Ahmad Bahalwan merupakan adik dari Aly Bahalwan dan juga Ustadz Abdurrahman Bahalwan yang  mewarisi jiwa dagang abah.                    
                     
Usaha dos kopyah Ahmad Bahalwan berdiri pada tahun 1953 dengan tempat produksi di Jl. KHM. Mansyur I / 1B (belakang Hotel Mesir atau samping gang Kalimas Madya IV Surabaya. Sedang tempat tinggalya di Kalimas Hilir III No.1 Surabaya (Kedongbanger).  Dalam perkembangannya bukan hanya dos kopyah yang digarap oleh abangku, melainkan juga memproduksi dos untuk bedak VIVA milik Moh. Alhamid di Jl. Karet Surabaya dan dos POMADE (minyak rambut merk Japarco). Demikian seperti yang disampaikan anaknya, Farid Bin Ahmad Bahalwan kepada penulis.

Dalam kesempatan lain, beberapa waktu yang lalu, ketika Mohammad Bin umar Bahmid atau yang biasa dipanggil Moh. Bahmid ketika bertemu dengan penulis, beliau bertanya pada penulis. Apa hubungan antara Ahmad Bahalwan dengan kamu? Saya jawab Ahmad Bahalwan adalah abangku. Mendengar itu, kemudian Moh. Bahmid melanjutkan bercerita tentang sosok abangku. “ Saya (Moh. Bahmid) dulu sekolah di Al-Irsyad Danakarya Surabaya. Dan salah satu gurunya adalah Ustd. Abdurrahman Bahalwan. Setelah pulang sekolah, ada tugas rutin membantu kakek yang bernama Abdullah Bahmid untuk ngecek pesanan dos kopyah kepada abangmu, sudah jadi atau belum. Sehingga banyak tau lika-liku usaha abangmu. Termasuk karyawan bagian pengiriman dos yang bernama Kastubi. Masih menurut Moh. Bahmid, boleh dikatakan abangmu merupakan orang pertama yang usaha dos kopyah. Moh. Bahmid penasaran, tempat usahanya kan kecil (hanya memanfaatkan garasi mobil) , padahal harusnya usaha dos kopyah kan memerlukan tempat yang luas untuk tempat stok bahan dan menata dos yang siap dikirim serta alat pendukung lainnya. Selidik punya selidik, ternyata dalam berusaha dos , Ahmad Bahalwan mengajak masyarakat sekitar untuk terlibat dalam pembuatan dos kopyah sebagai mitra kerja. Seluruh bahan yang diperlukan disiapkan oleh Ahmad Bahalwan. Sedang tempat produksinya di rumah masing-masing yang menjadi mitra kerjanya. (Home industry). Namun demikian Ahmad Bahalwan sangat memperhatikan kualitas dos kopyah. Boleh dikatakan dos kopyah memang buatan orang rumahan, tetapi kualitasnya tidak kalah dengan produksi pabrikan. Demikian kata sang Bos Ahmad Bahalwan. Sehingga dari waktu ke waktu pemesanan dos semakin meningkat (syukur Alhamdulillah). Untuk pembuatan stiker (cap dos) memesan pada CV. Agil (percetakan Agil) yang berlokasi di Jl. KHM. Mansyur, tepatnya antara UD. Halim jaya dengan Warung Sate-Gule Sidayu” . Kopyah milik kakek Moh. Bahmid diberi merk (cap) SAPU dan MERAK. Selain usaha sendiri, Abdullah Bahmid (kakek Moh. Bahmid) juga join dengan Moh bin Ishak dalam usaha yang sama (kopyah) dan diberi merk SANGKAR MAS. Toko Moh bin Ishak namanya TOKO AMBON yang sahamnya dimiliki oleh Abdullah Bahmid dan Moh bin Ishak di KHM. Mansyur Surabaya, tepatnya antara Ketapang Kecil dan Ketapang Besar. Sedang toko kakek Moh. Bahmid di Sasak no. 96 Surabaya, dengan nama Toko SEMBILAN ENAM.

Beberapa kopyah yang memakai dos kopyah produksi Ahmad Bahalwan Cap TIGA UDENG dan PERAHU LAJU, milik Moh. Bin Ishak. Yang tokonya di pojok Jl. KHM.Mansyur 50 (depan kampong Margi) yang sekarang juga  diteruskan  oleh anaknya. Selain itu juga cap BSA (Bin Syeh Abubakar) milik Husin BSA Sumbawa yang juga tetangga penulis di Nyamplungan VIII/ 53 sekaligus berfungsi sebagai rumah produksi kopyah BSA kain bludru. Karena permintaan akan kopyah kain bludru semakin meningkat, maka Husin BSA Sumbawa mengontrak rumah lagi di kampong itu untuk perluasan tempat produksi. Dan tenaga kerjanya, khusus didatangkan dari Bunga Gresik yang memang spesialis (mahir) dalam pembuatan kopyah kain bludru. Sedangkan pada masa itu merk kopyah tidak sebanyak sekarang. Diantara merk kopyah saat itu selain yang tersebut di atas adalah kopyah merk LIMA WAKTU milik Awad M. Syamlan, yang namanya tokonya TOKO TENGAH, Jl. Sasak 64 Surabaya, kopyah merk 555 milik Umar Bajuber, kopyah merk LIMA LONCENG milik orang Gresik, maaf lupa namanya. Sambil tertawa, mengenang nama-nama kopyah pada zaman dulu yang sekarang sudah tidak ada lagi .

Sekitar tahun 70 an , penulis sering melihat Ahmad Bahalwan sering datang ke rumah Husin BSA Sumbawa untuk urusan bisnis. Di saat bermain dengan anak kampung di depan rumah Husin BSA Sumbawa datang becak dengan muatan dos kopyah penuh (sekali datang dua becak) dan berhenti tepat di depan rumah Husin BSA Sumbawa. Penulis sangat yakin bahwa dos yang sudah bercap BSA dan  ada di atas becak itu adalah kiriman dari abangku untuk diterima oleh Husin BSA Sumbawa yang selanjutnya diisi dengan kopyah BSA.                                    
           

Moh. Bahmid (Baju Kotak - Kotak) salah satu narasumber dos kopyah. 

Selain itu, Moh. Bahmid juga cerita tentang kedekatannya dengan keluarga Ibu Rugaya ba’adilla ibunda dari bu Nadrah Bahalwan. Moh. Bahmid sering diajak oleh Cik Ce, anak  Said Alamudi dari Banda Neira yang  juga istri dari kakek Moh. Bahmid, Abdullah Bahmid. (nenek sambung) ke rumah bu Nadrah di Nyamplungan VIII/10 Surabaya dan begitu pula sebaliknya bu Nadrah juga sering silaturrahim ke rumah Cik Ce yang berada di Ketapang Besar no. 9 Surabaya. Disamping itu Moh. Bahmid juga kenal dengan Cik Ade (panggilan sehari-hari istri Ahmad Bahalwan). Cik Ade sering silaturrahim ke rumah kak Luluk Bahmid, ibunya Moh. Bahmid yang tinggal di Kalimas Madya II / 43 Surabaya (dari dahulu sampai sekarang lebih dikenal dengan kampong pasar celek). Karena itu tidak salah apabila sejak kecil Moh. Bahmid sudah kenal dengan Abdul Aziez Bahalwan.     
                                                               


Ahmad Bahalwan menikah dengan Fathum bin Abdullah Baya’kub (biasa dipanggil Cik Ade) dan dikaruniai anak antara lain, Faisal (yang sehari-hari dipanggil Haikal), Fathi, meniggal di waktu kecil, Lubnah (yang sehari-hari dipanggil Alwiyah/kakak), Nadia, Farid, Lutfi, Rusda (yang sehari-hari dipanggil Nona), Fitria, Halwan (yang sehari-hari dipanggil Tuang). Ketika anak-anaknya beranjak dewasa,menikah dan mempunyai kesibukan sendiri-sendiri ditambah dengan semakin banyaknya saingan dalam produksi dos kopyah, maka dari pada tidak ada yang mengurus secara fokus, maka produksi kopyah Ahmad Bahalwan ditutup sekitar tahun 80 an. Memang eman, karena sudah jalan dan dikenal oleh masyarakat luas. Walaupun demikian, jiwa dagang abahnya (Ahmad Bahalwan) tidak hilang,tetapi sekurang-kurangnya ada dua orang anaknya yang juga bergerak dalam bidang bisnis, walaupun dalam bidang yang lain. Nadia yang tinggal di Solo membuka usaha roti. Semoga ke depan dapat menghidupkan kembali usaha roti yang dirintis oleh Abah Zein Bahalwan dan diteruskan oleh ibu Rugayah Ba’adillah yang dulu terkenal dengan nama “ROTI NEIRA“. Sedangkan Farid Bin Ahmad Bahalwan yang sekarang tinggal di Rungkut Pandugo Surabaya membuka usaha sendiri dalam bidang penyuplai batu bara. 

Abangku yang satu ini yaitu Ahmad Bahalwan, orangnya pendiam. Dia berbicara hanya sebatas perlunya saja. Namun dibalik sifat diamnya itu ternyata dia lebih banyak mengamati kondisi sekitar, kira-kira apa yang bisa dikerjakan untuk bernilai ekonomi. Dengan kata lain insting dagangnya sangat kuat, mewarisi jiwa dagang abah Zein Bahalwan.

Karena abangku orang pertama di Surabaya yang berusaha dos kopyah, maka orang lebih sering memanggilnya dengan “ AMAK DOS KOPYAH “ dan dalam keluarga Ahmad Bahalwan biasa dipanggil dengan BANG MAK.      

Dari paparan sosok Ahmad Bahalwan, menurut hemat penulis banyak yang dapat dipetik untuk dijadikan pelajaran, diantaranya adalah :
•    Ahmad  Bahalwan disamping giat berusaha dagang, tetapi tidak melupakan misi sosial. Artinya dalam usaha pembuatan dos kopyah, dia melibatkan masyarakat sekitar untuk berusaha bersama-sama (sub kontrak kerja). Dan model demikian itu (memberdayakan potensi masyarakat) merupakan bentuk sederhana dari penjabaran ekonomi kerakyatan seperti yang diamanatkan dalam UUD1945 pasal 33. Rakyat jangan dijadikan penonton (obyek) tetapi libatkan dia dalam sektor ekonomi. Tentunya bimbingan dan pendampingan tetap dilakukan.
•    Dalam memulai usaha, maka kita harus ngerti terlebih dahulu pangsa pasar hasil produksi kita. Artinya Ahmad  Bahalwan bertempat tinggal di seputar Ampel, kawasan religius, maka usaha yang pas adalah yang menunjang kawasan religius tersebut, salah satunya kopyah dengan dos kemasan yang menarik.
•    Agar kerjasama apapun apalagi kerjasama dagang, maka harus dilandasi dengan saling percaya, menguntungkan kedua belah pihak, saling membutuhkan dan kita hindari sifat curang. Niscaya dengan dasar itu maka usaha kerjasama yang kita bangun akan lestari.

Terimakasih abangku, engkau telah memberi  banyak pelajaran utamanya dalam usaha dagang. Dan ternyata Bahalwan senior telah berkiprah dalam berbagai bidang. Menjadi kewajiban kita yang junior untuk pandai-pandai menangkap peluang yang selanjutnya menjadi kegiatan yang bernilai positif. Tentunya harus disesuaikan dengan minat dan bakatnya masing-masing. Semoga.                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar