Rabu, 28 Desember 2016

RUSDY BAHALWAN, KAPTEN PERSEBAYA ERA70-AN


 Oleh : Washil Bahalwan


BAGIAN PERTAMA



Sumber foto : Instagram (@pemerhatisejarahpersebaya_)
Tampak Rusdy Bahalwan mengangkat Piala Kompetisi Perserikatan 1977, sedang disampingnya adalah Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin bersiap mengkalungkan medali juara.

 
Rusdy Bahalwan           
            
Syukur Alhamdulillah, upaya penulis untuk menggali sejarah Bahalwan dari berbagai dimensi dimudahkan oleh Allah SWT. Termasuk ketika penulis mengangkat sosok Rusdy Bahalwan. Berkat buku yang dikarang oleh Fuad Alkatiri yang berjudul “ My ASSYABAAB “ dan investigasi penulis ke beberapa pihak serta cerita dari Aly Bahalwan dan Rusdy Bahalwan sendiri, membuat penulis sangat terbantu dalam mengangkat sosok Rusdy Bahalwan pada edisi 14 ini.


Rusdy Bahalwan (nomor 3 dari kanan).



Rusdy Bahalwan (nomor 3 dari kiri).


“ BUAH JATUH TIDAK JAUH DARI POHONNYA“. Ungkapan tersebut pas untuk Rusdy Bahalwan , karena dalam bidang olah raga khususnya sepak bola terdapat 3 ( tiga ) orang dalam tim yang sama, yaitu Assyabaab. Ketiga orang tersebut adalah Aly Bahalwan yang disamping sebagai pemain, juga pendiri dan ketua Assyabaab periode dua tahun 1951-1954. Sedang yang kedua adalah Himyar Bahalwan dan yang terbilang prestasinya paling oke adalah Rusdy Bahalwan. Dapat dikatakan sejarah perjalanan Assyabaab tidak dapat dipisahkan dari Bahalwan yang telah malang melintang bersama  perjalanan Assyabaab.     

Rusdy Bahalwan dan Himyar Bahalwan (lingkaran merah)

Rusdy Bahalwan adalah anak dari Aly Bahalwan dan Rugaya Baa’dilla yang lahir di Surabaya pada tanggal 7 Juni 1947. Sejak kecil sangat menyukai sepak bola dan pada umur 14 tahun, sudah menjadi pemain  klub Assyabaab junior. Motivasi dalam bermain sepak bola adalah ingin menjadi pemain hebat, karena terinspirasi kepiawaian para seniornya di Assyabaab. Walaupun jarak rumah dengan lapangan bola sangat jauh, rumah Rusdy Bahalwan di Jl. Salak 28 Surabaya dan latihannya di lapangan Sawah Pulo ( Dwi Kora ) Ujung Semampir Surabaya. Namun Rusdy Bahalwan tidak pernah absen berlatih dan bahkan sangat rajin sekali. Dengan ditemani sepeda pancal, berangkatlah ia berlatih seorang diri setiap hari.


Karena dorongan untuk menjadi pemain hebat sangat luar biasa, maka Rusdy dengan penuh kesadaran menambah jam latihan sendiri di rumah diluar jam latihan yang telah ditentukan oleh pelatih. Setiap pagi Rusdy Bahalwan berlari dan naik turun trap lapangan Gelora 10 Nopember Tambaksari Surabaya. Disamping itu juga menjaga pola makan dan istirahat yang cukup, sehingga fisiknya benar-benar prima yang sangat dibutuhkan oleh pemain bola apalagi pemain belakang ( bek kiri ) yang tugasnya adalah menjaga daerah gawang.

Rusdy Bahalwan (no. 6)                         

Wujud dari kedisiplinan dalam berlatih dan memang skill bolanya di atas rata-rata, maka Rusdy Bahalwan menjadi langganan Persebaya mulai tahun 1970 – 1980. Bahkan tahun 1967, bersama Mohammad Attuwy dan Moch. Hambasyi, Rusdy Bahalwan terpilih menjadi pemain Persebaya junior mewakili Assyabaab dalam Turnamen Suratin Cup. Perjalanan Persebaya sampai final dan bertemu dengan Persid Jember ( All Final Jatim ). Namun sayang dalam partai final, Persebaya kalah 2-1 dari Persid Jember.

Skillnya semakin berkembang,dengan digenggamnya juara kompetisi internal Persebaya periode tahun 1973-1974 bersama Assyabaab yang dalam partai final mengalahkan Naga Kuning ( sekarang Suryanaga ). Dan itu merupakan gelar pertama kalinya. Dapat dikatakan menjadi titik awal kebangkitan Assyabaab  dalam percaturan sepak bola nasional. Beberapa pemain yang memperkuat Assyabaab pada saat itu (juara) adalah, Jacob Sihasale, Abdul kadir, Rusdy Bahalwan, Subodro, Suharsoyo, Waskito, Hamid Asnan, Abdul Razak, Sinyo Hartono, Ainal Jaya, A. Rahman.

Karena keberhasilannya dalam menjuarai kompetisi internal Persebaya, maka Assyabaab berhak mewakili Persebaya dalam Kejuaraan nasional ( Kejurnas ) antar klub se Indonesia di Stadion Utama Senayan Jakarta ( sekarang GBK = Gelora Bung Karno ). Dalam kejurnas tersebut, Assyabaab mampu menembus final dan bertemu dengan klub kuat dari Jakarta yaitu Jayakarta.  Namun dewi fortuna belum berpihak pada Assyabaab yang dalam laga final kalah adu finalti dengan Jayakarta dengan skor 6-5 untuk Jayakarta. Ada kejadian yang membuat keluarga besar Assyabaab sedih, karena ada “ GOL KONTROVERSI ANDI LALA “. Ceritanya begini. Ketika memasuki babak kedua skor 2-1 untuk Assyabaab. Namun menjelang injuri time terjadi tindakan licik yang dilakukan oleh pemain Jayakarta, Andi Lala. Saat terjadinya kemelut di depan gawang Assyabaab di area 16 meter, Andi Lala menghentikan bola dengan tangannya ( seperti gol Tuhan versi Diego Armando Maradona )  sebelum menceploskan bola ke gawang Assyabaab yang dijaga oleh Suharsoyo. Mahdi Bin Thalib selaku hakim garis yang berada di dekat TKP ( tempat kejadian perkara ) tidak mengangkat bendera tanda pelanggaran, maka dengan leluasa Andi Lala menceploskan bola ke gawang dan gool. Yang akhirnya merubah skor menjadi 2-2. Melihat itu pemain Assyabaab protes keras, namun wasit tetap pada keputusannya yaitu mengesahkan gol Andi Lala tersebut. Akhirnya Jayakarta keluar sebagai juara dan Assyabaab menjadi Runner Up. Akan tetapi yang lebih penting dari itu adalah,terbukanya seluruh insan bola akan kehebatan Assyabaab. Sebuah klub yang lahir di kampung dan dilatih oleh pelatih yang juga produk Assyabaab sendiri mampu mengimbangi klub dengan sokongan dana yang sangat kuat dan memiliki banyak pemain berlebel pemain nasional macam Andi Lala, Sudarno, Iswadi Idris, Anjas Asmara, Sutan harhara dll.






Foto koleksi Muhammad Attuwy. Saat club Assyabaab persahabatan dengan club Banjarmasin di kota Banjarmasin tahun 1974. 
Tampak dalam foto : Mohammad Attuwy, berdiri no.3 dari kiri ke kanan bersebelahan dengan Yacob Sihasale.

Assyabaab merupakan klub sepakbola legendaris di Indonesia, sehingga sering mendapat undangan untuk berpartisipasi dalam berbagai even. Salah satunya adalah mengikuti turnamen yang diadakan oleh Perseba Banjarmasin tahun 1974. Turnamen tersebut diikuti oleh beberapa klub. Tujuan diadakannya turnamen tersebut adalah untuk penggalangan dana guna pembangunan stadion di Banjarmasin. Ketika pertandingan antara Assyabaab melawan Perseba Banjarmasin, scor kemenangan mencolok diperoleh oleh Assyabaab. Ridwan Mas dari Banjarmasin bertindak sebagai wasit yang kebetulan aktif  dinas di Kopassus Banjarmasin. Mohammad Attuwy, salah seorang pemain yang ikut dalam turnamen tersebut mengatakan bahwa, turnamen ini penting untuk mengasah insting bermain bola juga berguna meningkatkan kerjasama tim. Demikian kata Mohammad Attuwy yang berposisi sebagi kiri luar. Tampak juga Ahmad Attamimi, salah seorang official Assyabaab, berdiri no.2 dari kanan ke kiri, dekat Abdul Kadir dan Rusdy Bahalwan. Sumber dan informasi dari dokumen pribadi Mohammad Attuwy.


    
Rusdy Bahalwan (lingkaran merah)                         

Puncak karier ( masa keemasan ) Rusdy Bahalwan terjadi pada periode 1970 – 1980. Sudah 25 tahun Persebaya tidak merasakan juara Divisi Utama Perserikatan ( Piala Presiden ). Dan baru juara lagi pada periode 1977-1978 dan yang lebih membanggakan lagi ketika itu Rusdy Bahalwan sebagai captain tim Persebaya. Dan karena penampilannya yang konsisten dan ditambah dengan kepribadiannya yang law profile, maka periode 1972-1975 Rusdy Bahalwan juga menjadi langganan pemain timnas PSSI. Posisi Rusdy Bahalwan, baik ketika di Assyabaab, Persebaya maupun PSSI tidak pernah berubah yaitu sebagai bek kiri yang tangguh,ulet dan sulit dilewati oleh pemain lawan. Tugas utama dia adalah mengamankan daerahnya agar tidak dilewati pemain lawan dan memberi rasa aman pada penjaga gawang. Termasuk nomor punggung, baik ketika di Assyabaab, Persebaya maupun di PSSI, Rusdy Bahalwan  selalu memakai nomor punggung 3. Seolah-olah nomor punggung 3 adalah spesialis untuk Rusdy Bahalwan. Disamping itu Rusdy Bahalwan selalu berusaha mengimbangi permainan lawan yang mempunyai teknik lebih bagus dan bermain keras.

Hal ini seperti terlihat ketika Persebaya menghadapi Ayax Amsterdam di Lapangan Gelora 10 Nopember Tambaksari Surabaya tahun 1975. Rusdy Bahalwan mampu menjaga daerahnya dengan baik dan pemain depan Ayax Amsterdam kesulitan menembus daerah pertahanan Persebaya sebelah kiri yang dibentengi oleh Rusdy Bahalwan. Dan skor akhir pertandingan tersebut adalah 3-2 untuk Persebaya.
              
Persahabatan Ayax Amsterdam dengan Persebaya di Gelora 10 November Tambaksari Surabaya tahun 1975. Tim Ayax Amsterdam (kaos putih) dari kiri ke kanan (Berdiri) : Wim Surbier (Urutan ke-2), Geerd Muller (Urutan ke-4), Ruud Geels (Urutan ke-9, Striker), Johanes Nescen, Rudolf Ruud Krol, dan kawan-kawan. Tim Persebaya (kaos hitam), Dari kiri ke kanan (berdiri) : Hartono, Hamid Asnan, Waskito, Wayan Diana, Subodro (Bodem), Yaqob Sihasale, Suharso Sya’ban (Wasit), Hatta (Wasit). Dari kiri ke kanan (duduk) : Rusdy Bahalwan (Captain, lingkaran hijau), Abdul Kadir, Burhan Harahap, Lukman Santoso, Didik Nurhadi (Kiper).


BAGIAN KEDUA


Menjelang tahun 1980-an, ketika dibukanya era sepak bola profesional dengan klub GALATAMA, maka banyak klub bola profesional lahir termasuk Assyabaab profesional. Hal itu berimbas pada hengkangnya 18 pemain Assyabaab amatir untuk pindah ke liga profesional (Galatama), kecuali Rusdy Bahalwan dan Subodro tidak ikut pindah karena status keduanya adalah PNS Pemkot Surabaya. Namun demikian dalam  kompetisi internal Persebaya, dengan perpaduan pemain senior (Rusdy Bahalwan dan Subodro) dan junior (Subangkit, Sasono Handito, Fuad Alkatiri, Cholid Choromah dll), Assyabaab masih mampu menjadi juara. Memang luar biasa Assyabaab. Hal itu juga tidak dapat dilepaskan dari peran Mohammad Barmen (bang Moh, demikian biasa dipanggil) , yang sangat cerdik dan mampu membaca permainan lawan serta pakar dalam membakar semangat pemain untuk berjibaku bermain habis-habisan guna memberikan  kemenangan kepada tim.                              
                 

Assyabaab termasuk klub legendaris di Indonesia dan sudah tidak terhitung lagi menyumbangkan pemainnya untuk Persebaya dan timnas PSSI. Berikut sebagian pemain binaan Assyabaab yang menjadi pemain timnas PSSI. Tahun 1930 an, Ali Basofi. Tahun 1950 an, Saleh Mahri. Tahun 1960 an, Husin Bin Agil. Tahun 1970 an, Jacob Sihasale, Abdul Kadir , Rusdy Bahalwan, Subodro, Waskito,Suharsoyo, Hamid Asnan, Wayan Diana, Budi Santoso.Tahun 1980 an, Subangkit, Abdul Khamid, M. Sofie, Muntholib, Yusuf Money. Tahun 1990 an, Putut Wijanarko, Mustaqim, Mohammad Zein Alhaddad (Mamak). Tahun 2000 an, Agus Indra, Slamet Nur Cahyo. Bahkan ada binaan pemain Assyabaab yang meniti karier di luar negeri yaitu, Sinyo Hartono dan Abdul Kadir kancil di Hongkong.            



                                                            
Begitu gantung sepatu, Rusdy Bahalwan memilih karier (selain PNS) dengan menjadi pelatih sepak bola. Dan Assyabaab adalah tim pertama yang dilatih oleh Rusdy Bahalwan. Periode tahun 1986-1987, membawa Persebaya menjadi Runner Up Divisi Utama Perserikatan (Piala Presiden) bersama Subodro . Dan perjalanan karier Rusdy Bahalwan terasa lengkap . karena ketika menjadi pemain dan bahkan captain Persebaya mampu juara pada periode 1977-1978 dan saat menjadi pelatih Persebaya menjadi juara Piala Utama tahun 1990.            

                                   
Karena itu,maka pada tahun 1984, Rusdy Bahalwan dinobatkan sebagai pelatih terbaik oleh PSSI. Dan diajang kegiatan multieven olahraga dalam negeri, yaitu PON (Pekan Olah raga Nasional), dimana tim Sepak bola Jawa Timur belum pernah meraih medali emas, padahal Jawa Timur adalah barometer sepak bola nasional, ironi sekali). Di tangan Rusdy Bahalwan pada PON ke XIV, Tim Sepak Bola Jawa Timur mampu meraih medali  emas untuk pertama kali. Dan tradisi emas itu dapat dipertahankan oleh Rusdy Bahalwan,ketika ditunjuk menjadi pelatih (lagi) pada PON ke XV. Mungkin hanya jawa Timurlah yang mampu merebut emas cabang sepak bola dua kali berturut-turut dan itu berkat tangan dingin seorang Rusdy Bahalwan. Selain itu Rusdy bersama Subodro juga  pernah menjadi pelatih Mitra Surabaya dan bersama Mohammad Zein alhaddad menjadi pelatih ASGS (Assyabaab Salim Group Surabaya). Puncak karier kepelatihannya,dengan ditunjuknya Rusdy Bahalwan sebagai pelatih Timnas PSSI dalam ajang piala Tiger (sekarang piala AFF). Namun dalam turnamen tersebut hasilnya kurang menggembirakan, karena ada tragedi Mursyid Effendi dengan sengaja memasukkan bola ke gawang sendiri (sepak bola gajah). Dari kejadian itu, membuat Rusdy Bahalwan banyak mengambil pelajaran penting untuk tugas kepelatihan mendatang.

Rusdy Bahalwan juga merupakan sedikit pelatih yang mampu mengulas pertandingan dalam bentuk tulisan. Karena itu, ia sempat menjadi kolumnis di Harian Surya dan juga menjadi komentator pertandingan di TV. Dan ketika berlangsungnya kejuaraan dunia sepak bola di Italia tahun 1990, Rusdy juga dikirim oleh Surya untuk mengulas jalannya pertandingan dan dipublikasikan lewat Harian Surya. Pernah juga bersama Syamsuddin Umar (PSM), Rusdy Bahalwan dikirim oleh PSSI ke Brazil untuk menimba ilmu sepak bola (sekitar tahun 1992). Sedang Subodro oleh PSSI dikirim ke negeri Kincir Angin, Belanda. Dengan kata lain Rusdy Bahalwan sangat beruntung, karena memiliki ketrampilan bola yang baik dan menguasai teori bola yang mumpuni. Itu sangat berguna untuk bekal perbaikan kualitas sepak bola Indonesia dimasa datang.                                               

Salah satu rahasia sukses Rusdy Bahalwan menjadi pelatih adalah, menjadikan SHOLAT BERJAMAAH menjadi media pendekatan dan memotivasi pemain. Ketika waktu sholat  telah tiba, maka bagi pemain muslim,diharap segera mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat berjamaah. Dan bertindak sebagai imam sholat adalah Rusdy Bahalwan sendiri (dia kan juga ustad). Selesai sholat dan membaca wirid, maka mulailah Rusdy Bahalwan membrifing pemainnya,sekaligus momen itu digunakan untuk membangkitkan motivasi serta mencari tau permasalahan yang dihadapi oleh pemain. Di samping itu kegiatan tersebut sangat efektif untuk mendekatkan emosional diantara pemain,pelatih dan pengurus tim serta menyadarkan kepada semua yang terlibat  bahwa tujuan kita adalah satu yaitu bagaimana dengan profesional dan kejujuran kita rebut juara.  Ternyata cara itu (sholat berjamaah) sangat ampuh bagi perjalanan karier pelatih Rusdy Bahalwan.






BAGIAN KETIGA "RUSDY BAHALWAN DAN PIALA CHAMPIONS"


Pada tulisan terdahulu sudah disampaikan oleh penulis, bahwa Rusdy Bahalwan memang dari kecil sudah hobi berat dengan sepak bola. Salah satu yang menginspirasi untuk menjadi pemain bola hebat adalah para seniornya di Assyabaab sebagai klub pertama yang dibela oleh Rusdy Bahalwan (termasuk ayahnya sendiri yaitu Aly Bahalwan).

Kalau kita perhatikan karier Rusdy ketika menjadi pemain dan pelatih boleh dikatakan sukses. Menurut hemat penulis, salah satu faktor yang membuat Rusdy sukses dalam bola adalah, adanya keinginan kuat dari Rusdy sendiri untuk menjadi pemain hebat. Hal itu dibuktikan dengan giat berlatih termasuk menambah jam latihan  sendiri diluar yang ditentukan oleh pelatihnya (dengan sepeda, ia berangkat berlatih dari rumah di Jl. Salak menuju lapangan Dwi Kora, Sawah Pulo Ujung Semampir Surabaya). Termasuk dia (Rusdy) tidak segan-segan untuk bertanya pada seniornya (selalu ingin tampil baik dan bermain tanpa kenal menyerah, semangat).

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah, suksesnya Rusdy dalam bola adalah merupakan bimbingan dan perhatian dari keluarga, utamanya ayahnya (Aly Bahalwan) yang kebetulan juga sama-sama pemain bola. Bahkan pernah Rusdy dan ayahnya bermain dalam satu tim yang sama yaitu ketika masih membela Assyabaab. Termasuk ketika ayahnya sudah pensiun dari bola, masih sering melihat dan mendampingi Rusdy ketika ada pertandingan. Jadi dukungan dan perhatian yang luar biasa dari ayahnya (Aly Bahalwan) itulah yang membuat Rusdy tumbuh menjadi pemain bola hebat dan pelatih yang terbilang sukses. Sukses ketika menjadi pemain dan pelatih dengan mengantarkan timnya meraih juara.

In the previous article the author has been delivered that since his childhood, Rusdy Bahalwan already fond of playing football. The one who inspires him to become a great football player are the seniors in Assyabaab as the first club to be defended by Rusdy Bahalwan (including his father, Aly Bahalwan). Looking at the path of his carier achievement as a player and coach, it could be considered as a success. According to the writer, one of factors that drives him success in soccer is He has a strong desire to be a great player. This was proved by adding the time for practice beyond the specified schedule with the coach. By bike, he went to practice from his house on Salak street to the 'Dwi Kora' field Sawah Pulo Ujung Semampir Surabaya. He (Rusdy) also did not hesitate to ask seniors (to always perform well and play with no excuse, bravo). Last but not least, The successful of Rusdy in football is a guidance and support from family, especially his father (Aly Bahalwan) which was also a footballer. Even, Rusdy and his father played in the same team for Assyabaab. When his father retired from the ball, they often see and accompany Rusdy when he did for a match. So the great support from his father (Aly Bahalwan) really made him into an outstanding football player and coach . Success as both player and coach and proud of bringing his team as the champion.

Berikut kenangan Rusdy Bahalwan saat menjadi Pemain Persebaya dan Tim Nasional tahun 1970-an.                                                  




Berikut penulis ulas kembali pengalaman Rusdy Bahalwan menjadi pelatih Persebaya dalam Piala Champions Asia setelah menjuarai kompetisi LIGINA III (Liga Indonesia) tahun 1996 yang penulis nukil dari Tabloid Kompetisi.

Begitu target yang dibebankan oleh pengurus terpenuhi, dengan Persebaya berhasil menjuarai kompetisi LIGINA III (Liga Indonesia), maka Persebaya berhak mewakili Indonesia di event internasional dalam Piala Champions Asia, yang mempertemukan para juara di negara-negara Asia. Tugas yang tidak kalah beratnya itu harus ditunaikan oleh Rusdy Bahalwan, walaupun kondisi tim pada saat itu tidak mendukung. Karena lima pilar Persebaya dipanggil Timnas PSSI untuk persiapan SEA GAMES. Namun dibalik itu justru Rusdy Bahalwan tertantang untuk mempersiapkan tim sebaik mungkin, walaupun persiapan yang singkat.

Dalam sebuah wawancara dengan Tabloid Kompetisi, ketika ditanya seputar persiapannya dalam menghadapi Piala Champions Asia, Rusdy mengatakan bahwa persiapan sangat mepet ditambah dengan lima pemain Persebaya dipanggil mengikuti puslatnas PSSI Sea Games, namun harus mempersiapkan tim ini sebaik mungkin. Karena Persebaya bertanding bukan lagi membawa nama klub dan kota Surabaya, namun membawa gengsi dan harga diri negara dan bangsa Indonesia. Maka dari itu persiapan mutlak harus dilakukan semaksimal mungkin. Masih menurut Rusdy, untuk menambah kekurangan pemain, maka Persebaya bermaksud meminjam pemain dari klub yang berdomisili di sekitar Surabaya. Beberapa pemain yang akan dipinjam diantaranya adalah Putut Wijanarko (ASGS), Andi Setiono, Sasi Kirono dan Edi Rusli (Petrokimia Putra), Kharis Yulianto, Nanang Supriadi (Arema).  Disamping itu Rusdy tetap berusaha agar KONI Pusat dan PSSI memperkenankan Persebaya memakai jasa pemain yang dipanggil timnas Sea Games. Persebaya bertanding membawa nama bangsa dan Negara. Pemain Persebaya yang dipanggil timnas Sea Games adalah Aji Santoso, Bejo Sugiantoro, Anang Ma’ruf, Uston Nawawi, Khairil Anwar.
   
Alasan Rusdy memanggil pemain dari klub Jawa Timur adalah disamping jaraknya dekat dengan Surabaya, Rusdy Bahalwan juga sudah mengenal karakter pemain tersebut. Hal ini disebabkan pemain yang dipinjam memiliki skill yang dibutuhkan oleh Persebaya dan juga pernah dilatih oleh Rusdy Bahalwan sebelumnya. Sehingga tidak perlu berlama-lama melakukan adaptasi.

Tim pertama yang akan dihadapi Persebaya adalah juara dari Korea Selatan yaitu Hyundai di Gelora 10 Nopember Tambaksari Surabaya. Dan kebetulan Rusdy masih buta dengan kekuatan Hyundai. Namun menurut Rusdy klub dari Korea Selatan biasanya mengandalkan umpan panjang, stamina yang bagus dan skill yang tinggi. Disamping itu menurut sebuah sumber Hyundai juga diperkuat oleh empat orang pemain Nasional Korea selatan. Jadi pasti kekuatannya hebat. Namun demikian Persebaya akan berusaha sekuat tenaga untuk mengimbangi, syukur dapat meraih kemenangan. Rusdy Bahalwan mengatakan, kesempatan dan kepercayaan yang diberikan oleh negara dan bangsa ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Walaupun secara teori, lawan memiliki skill yang bagus, namun yakinlah bahwa dengan kerja keras, kebersamaan dan kekompakan tim serta doa dari warga Surabaya dan masyarakat Indonesia, InsyaaAllah akan meraih hasil terbaik.

Ketika ditemui oleh Tabloid Kompetisi, beberapa pemain yang dipinjam oleh Persebaya untuk tampil di Piala Champions Asia, berkomentar seperti berikut ini :

                                        
PUTUT WIJANARKO (ASGS). “Merupakan kebanggan tersendiri dapat memperkuat Persebaya lagi, walaupun sekedar pinjaman. Apalagi bermain di level Internasional (Champions Asia). Apabila diturunkan, Putut, demikian biasa dipanggil akan berusaha tampil habis-habisan untuk memberi kemenangan buat Persebaya. Mengenai pelatih, yaitu Mas Rusdy Bahalwan, bagi Putut bukan orang baru. Karena ketika menjadi pemain Assyabaab dan ASGS juga sudah dilatih oleh Mas Rusdy. Jadi sudah paham pola apa yang akan dimainkan kelak. Disamping itu sebagai mantan pemain Persebaya, saya ingin memberikan yang terbaik untuk Persebaya.”         
                            





SASI KIRONO (PETROKIMIA PUTRA). “Senang dipercaya untuk membela Persebaya di piala Champions, meskipun dengan status pemain pinjaman. Saya akan tampil semaksimal mungkin, jika diberi kepercayaan. Mengenai adaptasi, bukan hal yang sulit. Meskipun belum pernah bermain dalam satu tim baik dengan pemain maupun pelatih Persebaya, namun secara individu saya sudah kenal dengan pola permainan yang biasa dipakai oleh Pak Rusdy Bahalwan. Persebaya harus kerja keras untuk bisa memenangkan setiap pertandingan. Doakan sukses.”      

EDI RUSLI (PETROKIMIA PUTRA). “Merupakan kehormatan sekaligus kesempatan yang tidak boleh disia-siakan ketika dipanggil oleh Persebaya untuk tampil di Piala Champions Asia. Ketika nanti diturunkan oleh pelatih, saya akan berusaha tampil sebaik mungkin. Saya juga masih buta dengan kekuatan Hyundai. Yang jelas mereka sangat kuat. Mengenai adaptasi dengan rekan-rekan pemain Persebaya, tidak ada masalah, termasuk dengan pelatihnya. Karena rekan-rekan pemain Persebaya dan Pak Rusdy Bahalwan pernah satu tim sepak bola dalam PON XIV di Jawa Timur. Walaupun lawan yang dihadapi sangat berat, namun saya dan teman-teman Persebaya tidak mau menyerah begitu saja. Akan berusaha sekuat tenaga untuk meraih kemenangan. Ya, mudah-mudahan bisa menang dalam pertandingan perdana di Surabaya.”    


ANDI SETIONO (PETROKIMIA PUTRA). “Main di Persebaya, meskipun pemain pinjaman buat saya merupakan suatu kebanggaan. Apalagi kali ini Persebaya mewakili Indonesia di Piala Champions Asia yang sangat bergengsi. Ya, mudah-mudahan saja saya bisa diturunkan sebagai pemain inti, meskipun persaingan sangat berat. Saya juga nggak ada masalah main di Persebaya, karena saya pernah ditangani oleh Pak Rusdy Bahalwan di PON XIV Jatim. Ketika itu saya main bersama Bejo Sugiantoro, Khairil Anwar, Anang Ma’ruf, dan Eri Erianto. Alhamdulillah saat itu tim sepak bola Jatim meraih medali emas. Saya berharap Persebaya kali ini juga meraih prestasi bagus di Piala Champions Asia. Ya, saya akui berat. Lawan-lawan Persebaya juga kuat-kuat. Hyundai misalnya, disebut-sebut sebagai salah satu kandidat Juara. Tapi, kami tak mau menyerah begitu saja. Dan saya siap habis-habisan kalau diturunkan oleh pelatih.”


"YANG MENARIK DAN UNIK DARI PENGGEMAR RUSDY"
Bagian Keempat (Terakhir)

                                           
Berikut ini adalah serba serbi yang menyertai karier Rusdy Bahalwan dalam sepak bola. Seperti kita ketahui bersama bahwa periode tahun 1970–1980 merupakan masa keemasan karier Rusdy Bahalwan. Karena itu banyak sekali penggemar bola yang menjadikan dia sebagai idolanya. Karena saking idolanya pada Rusdy Bahalwan, ada beberapa tindakan yang dilakukan oleh penggemarnya, kadang-kadang ada yang ekstrim sebagai wujud kecintaan dan kebanggaannya pada sosok Rusdy Bahalwan. Beberapa diantaranya adalah :
• Ada pasangan suami istri yang tinggal di Surabaya. Ketika istrinya melahirkan anak laki-laki kemudian sang suami yang kebetulan penggemar berat Rusdy mendatangi rumah Rusdy di Tenggilis Mejoyo, Surabaya dan terjadilah dialog yang kurang lebih seperti berikut ini :
Suami : “Bapak Rusdy, istri saya baru melahirkan anak laki-laki. Saya minta izin, Apakah boleh anak saya diberi nama Rusdy Bahalwan ?”
Rusdy : “Lho … Kenapa ?”
Suami : “Yah bapak kan terkenal, jadi saya ingin anak saya nanti terkenal seperti bapak.”
Rusdy : “Yah, boleh.”
Suami : “Terimakasih bapak Rusdy.”

Dan akhirnya suami tersebut langsung pulang dengan perasaan senang dan bangga. Cerita ini dari Taufik Bin Aly Bin Zein Bin Abdurrahman Bin Muhammad (Kapten Kapal Layar) Bin Mubarok Bin Muhammad Bin Salim Bin Abdullah Bin Geis Bahalwan (Tentara Kerajaan Yaman).

Taufik Bahalwan juga mengenang masa remaja Himyar dan Rusdy Bahalwan. Pernah ikut berguru ilmu beladiri Pencak Silat tahun 1966. Sang guru adalah Habib Ali Al-Habsyi, biasa dipanggil Ali Pencak, di Jl. Wonokusumo no. 48 Surabaya. Dan asisten pelatih ilmu beladiri adalah Umar Bin Ali Al-Habsyi.                                               


• Kira-kira 7 tahun yang lalu, penulis ditelpon oleh seorang teman. Dia mengatakan pada penulis, “Sudah baca koran Jawa Pos ?” Penulis menjawab “Belum”. Dan setelah itu penulis mencari koran Jawa Pos. Ternyata salah satu berita yang diangkat adalah, telah terjadi kecelakaan di Situbondo, dengan korban meninggal bernama Rusdy Bahalwan. Penulis kaget, karena pada saat itu Rusdy Bahalwan sedang sakit.       


• Dalam kurun waktu yang bersamaan, kira-kira 10 tahun yang lalu, ada seorang pelamar pekerjaan di kantor saudara penulis yang di Jakarta, Aufa Bahalwan. Kantor Aufa Bahalwan bergerak di bidang properti. Pelamar tersebut diterima oleh staf kantor beserta berkas lamarannya.  Setelah itu berkas lamarannya diberikan kepada Direktur. Dan betapa kagetnya Aufa Bahalwan, setelah membaca identitas pelamar, ternyata namanya Rusdy Bahalwan. Dia (pelamar) adalah alumni S-1 Jurusan Arsitektur, Universitas Indonesia, yang lahir pada tahun 1976 (saat masa keemasan Rusdy Bahalwan).

Kemudian Direktur menyampaikan kepada staf untuk diteruskan kepada pelamar tadi, bahwa untuk sementara waktu bidang yang sesuai dengan kualifikasi pelamar belum ada formasi. Nanti kalau ada akan dihubungi. Beberapa waktu kemudian, Aufa Bahalwan menelpon penulis dan menyampaikan informasi yang baru saja terjadi. Penulis penasaran dan minta Aufa Bahalwan untuk mengirimkan berkas lamarannya ke Surabaya. Setelah diterima oleh penulis dan dibuka berkas tersebut ternyata nama pelamarnya memang Rusdy Bahalwan dan setelah melihat fotonya ternyata bukan Rusdy Bahalwan asli, saat itu penulis tersenyum.

• Keponakan misan penulis yang tinggal di Maluku bernama Mirfat Bahalwan. Bercerita kepada penulis tentang pengalamannya sekitar 5 tahun yang lalu. “Di kecamatan Wahai, Maluku, ada Kapolsek baru. Pindahan dari Jawa Timur, aku lupa kotanya. Masih bujang, umurnya belum 30 tahun, namanya EKA HENDRIK BAHALWAN, beliau muslim. Karena tau Bahalwan, aku silaturrahim. Cerita-cerita ternyata bapaknya adalah pengagum Rusdy Bahalwan, pas dia lahir (Kapolsek tadi) maka dipakailah Bahalwan, mungkin orang tuanya gak tau kalau Bahalwan itu Marga.”               

                        
• Ketika kakak penulis yang bernama Himnah yang tinggal di Hamzah Fansuri 17 Surabaya mengadakan acara Halal Bihalal keluarga Bahalwan 1,5 tahun yang lalu. Tetangga dekatnya yang bernama Andy Slamet juga diundang. Ketika duduk bersebelahan dengan penulis, Andy Slamet banyak bercerita tentang Rusdy Bahalwan. Di Persebaya Andy Slamet adalah seniornya Rusdy Bahalwan. Pada intinya, Rusdy Bahalwan adalah pribadi yang menyenangkan, enak diajak tukar pikiran, menghormati dan menghargai orang lain serta sangat memegang prinsip. Dalam setiap pertandingan yang dijalani, selalu semangat dan pantang menyerah, disiplin untuk mempertahankan daerah yang menjadi tanggungjawabnya. Jadi pantas untuk diteladani oleh para junior. Andy Slamet juga pernah menjadi pelatih Persebaya sama dengan Rusdy Bahalwan.

Andy Slamet juga cerita tentang asal usul namanya. Ketika itu ada pertandingan di Senayan-Jakarta, saat pemberian medali, Presiden Soekarno bertanya kepada setiap pemain nama-namanya. Ketika sampai di Andy Slamet, Presiden Soekarno bertanya, “Siapa namamu ?” Dan dijawab, “Nama saya PING-AN.” Lalu Pak Karno spontan mengatakan, “Namamu saya ganti Andy.” Pak karno berhenti sebentar dan mengulangi lagi, “Andy Slamet saja.” Mendengar itu, tanpa berpikir panjang, Ping-An mengatakan, “Setuju.” Dan sejak itu namanya berganti dari PING-AN menjadi ANDY SLAMET. Andy Slamet merasa tersanjung dan bangga karena mendapatkan nama langsung dari Sang Proklamator (Presiden Soekarno). Terimakasih Pak Presiden.                                        


• Ketika Rusdy Bahalwan dengan Persebayanya sedang bertanding di Lapangan Gelora 10 Nopember Tambaksari Surabaya, Saat itu pembawa acaranya menyebut nama Rusdy Bahalwan dengan nama Rusdy saja. Melihat itu Aly Bahalwan langsung menegur kepada Persebaya. Agar penyebutan nama Rusdy lengkap yaitu Rusdy Bahalwan. Tujuannya adalah ada misi untuk mengangkat nama keluarga Bahalwan lewat sepak bola.

Memang sebagai orang tua, Aly Bahalwan mempunyai keinginan kuat untuk menjadikan Bahalwan sebagai ikon (identitas) dalam sepakbola. Sehingga ketika masyarakat mendengar kata 'sepakbola' diucapkan oleh siapapun, maka ingatan orang langsung tertuju pada sosok Rusdy Bahalwan. Demikian yang penulis ketahui langsung dari abang penulis, Aly Bahalwan.

• Dari aneka ragam tingkah pola penggemar Rusdy Bahalwan tersebut, membuat penulis dan juga keluarga Bahalwan merasa bangga dan kagum pada pribadi Rusdy Bahalwan. Ternyata kata kuncinya adalah Rusdy Bahalwan sangat menjaga sikap profesionalisme dalam bermain sepak bola serta menjaga komunikasi dengan penggemar (tidak menjaga jarak) serta berpola hidup sederhana dan tidak sombong. Itu bagi Bahalwan menjadi tanggungjawab moral untuk selalu menjaga kepercayaan yang telah dilakukan oleh Bahalwan senior dalam kiprahnya di berbagai bidang.                                               


Dan mungkin hanya terjadi di Assyabaab, sebuah tim yang pernah dihuni oleh ayah dan anak. Dan bahkan ayahnya bukan hanya pemain, akan tetapi beliau adalah pendiri sekaligus pernah terpilih sebagai ketua dari Assyabaab periode II (1951-1954). Pemain yang dimaksud adalah Aly Bahalwan, Himyar Bahalwan, Rusdy Bahalwan, Hisyam Bahalwan. Namun untuk Hisyam Bahalwan dalam perjalanannya lebih fokus dalam bidang pendidikan. Sehingga berhenti dari pemain bola. Namun Hisyam masih mengikuti perkembangan klub kebanggaannya yaitu Assyabaab.

Menurut keterangan dari Hisyam Bahalwan bahwa Himyar dan Rusdy adalah pemain Assyabaab tahun 1963. Rusdy sebagai pemain spil/poros halang/libero, Himyar bek kanan. Mereka berdua adalah pemain inti, sedangkan Hisyam adalah pemain Assyabaab Junior tahun 1974. Kata Hisyam, “Kita semua dilatih oleh papi sendiri (Aly Bahalwan).”

Masih menurut keterangan dari Hisyam Bahalwan bahwa “Om Lily (kakaknya mami) yang di Holland, dulu juga pemain sepak bola Batavia Bond (Persija). Sedangkan cucunya Om Lily yaitu anak dari Nizar Baadilla, yang bernama Reza Baadilla adalah Pemain Inti Nasional Junior Belanda.”

Taufik Bin Aly Bahalwan juga mengenang Om Lily ke Holland sejak tahun 1963 dan tinggal di VANENBURG STRAAT 64 EDE - DISTRIK GELDERLAND - Holland. Anak-anak Om Lily adalah Adilla, Lutfiah (Lutye), Nizar, Abdullah (Dula), Jinny. Sebelum ke Holland, Om Lily pernah bekerja di CV. PENDAWAVEEN di sekitar Jembatan Merah-Surabaya, bergerak di bidang distributor coklat. Semua anak Om Lily tinggal di Holland.

Dan cucunya, yang bernama Reza Nizar Baadilla sebelum menjadi pemain junior nasional Belanda, terlebih dulu menjadi pemain sepak bola klub lokal EDE. Demikian kenangan tentang Om Lily yang disampaikan oleh Taufik dan Hisyam Bahalwan.

Penulis pernah bertemu dengan Om Lily dan istrinya (tante Loth) di Jl. Salak no. 28 Surabaya sekitar tahun 2003, ketika mereka datang ke Indonesia. Om Lily pernah tinggal di Jl. Salak no. 22 Surabaya.           


Masih seputar tentang Hisyam Bahalwan, profesi Hisyam sekarang bekerja di bidang properti dan pernah membangun properti di Taman Dayu Pandaan Pasuruan, Jawa Timur dan sampai sekarang masih aktif latihan sepak bola untuk menjaga kesehatan. Berikut foto Hisyam Bin Aly Bahalwan bersama mantan pemain Persebaya, Yusuf Ekodono.                                               




Selain berkarier sebagai pesepak bola, Rusdy Bahalwan juga tercatat sebagai PNS di Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah) Pemkot Surabaya. Rusdy Bahalwan menikah dengan dr. Ramadhani (biasa dipanggil Nani) yang juga Dosen Farmakologi di Fakultas Kedokteran - Universitas Airlangga Surabaya dan dikaruniai 3 orang anak yaitu Irfan, Khaira Imandiena, Ikhwanurdien.

Dalam sebuah kesempatan, Rusdy Bahalwan pernah cerita pada penulis. Dia ingin sepak bola Indonesia ke depan semakin maju. Salah satu caranya adalah membenahi sistem pembinaan usia dini, memperbanyak lapangan sepak bola dan meningkatkan kualitas pelatih. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah federasi (PSSI) harus benar-benar memikirkan sepak bola murni dari kacamata olah raga yang sangat menjunjung tinggi profesional dan nilai-nilai kejujuran tanpa ada  tendensi dan kepentingan lain. Sebab menurut Rusdy Bahalwan, ketika sepak bola sudah dicampuri dengan urusan di luar bola, maka tunggu saja kehancurannya. Dan kondisi itu sangat tidak diharapkan oleh Rusdy Bahalwan.

Keinginan dan harapan Rusdy Bahalwan tadi, tentunya merupakan keinginan seluruh pecinta sepak bola Indonesia. Dan menurut hemat penulis, sudah waktunya Indonesia berbicara banyak dalam sepak bola di percaturan yang lebih tinggi. Untuk itu mari bersatu padu untuk kemajuan persepakbolaan nasional, sesuai dengan tugas pokok dan kewenangannya masing-masing. Semoga persepakbolaan Indonesia ke depan semakin berkembang dan mampu berbicara di level Asia dan dunia dengan tetap bersikap profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.

Di samping sebagai pemain dan pelatih sepak bola, maka Rusdy Bahalwan juga dikenal sebagai seorang Ustadz. Maka tidaklah heran, ketika melatih di Assyabaab, Persebaya dan bahkan Timnas PSSI, Rusdy selalu menjadikan Sholat berjamaah sebagai salah satu model pendekatan dan memperkuat kerjasama tim serta kepatuhan pada pelatih atau kapten tim. Nilai-nilai itu semua terdapat dalam sholat berjamaah.

Di samping itu Rusdy juga terbilang aktif dalam menulis, termasuk tulisan tentang keagamaan. Menurut Rusdy, untuk melakukan dakwah tidak harus dilakukan di Masjid /Musholla saja, melainkan di berbagai tempat termasuk melalui tulisan. Seperti yang dilakukan oleh Rusdy ketika menjadi penulis lepas di Majalah Info Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya.

Beberapa tulisan Rusdy sempat mewarnai Majalah Info Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya, diantaranya adalah yang berjudul “SYUKUR NIKMAT“, "WASPADAI KEBEBASAN", "PUASA MELAHIRKAN INSAN BERTAQWA", "ISLAM AGAMA RAHMAT". Kebetulan penulis juga menjadi Penanggung Jawab Majalah Info Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya periode 2000–2006 yang sebelumnya penulis juga pernah menjadi Staf Redaksi dari majalah tersebut.

Dan untuk anak-anaknya, Rusdy Bahalwan demokratis, tidak memaksakan kehendak harus mengikuti kemauan orang tua untuk aktif dalam permainan sepak bola. Rusdy Bahalwan menyerahkan kepada anak-anaknya bidang apa yang ingin mereka geluti. Semua itu harus disesuaikan dengan minat dan bakatnya. Yang terpenting kata Rusdy Bahalwan, apapun yang akan dipilih harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, konsisten dan membawa manfaat untuk dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar.


SISI DAKWAH RUSDY BAHALWAN
 
Sosok Rusdy Bahalwan, memang bertalenta. Selain sebagai pemain bola mulai dari klub Assyabaab, Persebaya sampai pemain Timnas PSSI. Karier pelatihnya pun terbilang sukses. Dari pelatih Assyabaab, Persebaya, Mitra Surabaya, ASGS, Tim PON Jatim  sampai dengan pelatih Timnas PSSI Senior. Dan ternyata Rusdy juga mewarisi bakat dari ayahnya yaitu Aly Bahalwan. Kalau ayahnya Aly Bahalwan menjadi Takmir Masjid di Komplek Gelora 10 Nopember Tambaksari Surabaya dan juga menjadi Da’i/ penceramah, maka Rusdy Bahalwan pun demikian. Setelah gantung sepatu baik sebagai pemain maupun sebagai pelatih bola, ia melanjutkan pengabdiannya dalam bidang agama dengan menjadi Takmir Masjid Al-Ma’ruf Komplek Tenggilis Mejoyo Selatan dimana ia bertempat tinggal, juga menjadi Da’i/penceramah. Menurut Rusdy, demikian biasa dipanggil, dakwah tidak harus melalui mimbar (Masjid dan Musholla), akan tetapi juga dapat dilakukan melalui tulisan di surat kabar/majalah. Edisi 20 ini, penulis akan memaparkan beberapa tulisan Rusdy yang pernah dimuat di Majalah Info Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya pada tahun 2000-an.

Berikut adalah tulisan Rusdy yang telah dimuat di Majalah Info Al-Irsyad Al-Islamiyyah Surabaya pada edisi 34 - Rabiul Akhir 1422 Hijriyah (16 tahun yang lalu) yang kebetulan penulis menjadi penanggungjawab dari majalah tersebut.





 

WASPADAI KEBEBASAN
Oleh : Rusdy Bahalwan                              

                   

Akhir-akhir ini paham demokrasi yang mengacu pada kebebasan versi negara barat terlihat getol dimasukkan dalam budaya kita. Melalui lembaga legislatif di negara kita (MPR-DPR) seluruh produk hukum dibuat. Alhamdulillah mayoritas wakil rakyat orang-orang Islam yang masih mau berpikir realistis dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam. Andaikata suatu saat nanti wakil rakyat mayoritas non muslim bisa saja akan ada aturan yang melarang pelaksanaan sholat Jum’at, menghapuskan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), dll. Demokrasi Barat mengajak berlaku bebas, mulai bebas beraqidah, bertingkah laku, berpendapat, mencari harta, dll.

Kami menghimbau anda mewaspadai ajaran “kebebasan“ yang berlindung pada paham demokrasi. Sebagai contoh, akhir-akhir ini banyak dijumpai masyarakat yang jengkel, menetapkan aturan sendiri dan mengabaikan hukum Allah SWT.  Apabila ada seorang pencuri yang tertangkap basah, ramai-ramai dipukuli sampai mati atau dibakar hidup-hdup.
Padahal Al-Qur’an mengatakan, “Barang siapa tidak memutuskan perkara dengan aturan Allah SWT, mereka tergolong kafir, dholim dan fasik” (Q.S. Al-Maidah ayat 44,45,47). Ada aturan Islam yang lebih manusiawi,secara psikologis, hukum potong tangan membuat pencuri jera. Meskipun tanpa tangan, ia tetap hidup dan dapat mohon ampun atas dosa yang diperbuatnya.

Ada pula sekelompok orang yang berfatwa, pada dasarnya semua agama sama-sama benar, menuju kebaikan dan menuju jalan Tuhan. Budaya “Barongsay“ terlihat semakin marak, pusat-pusat ibadah non muslim semakin ramai dikunjungi orang. Mereka berpendapat bahwa Islam mengajarkan “Tidak ada paksaan memasuki agama Islam“ (Q.S. Al-Baqarah : 256). Itulah bentuk kebebasan  beraqidah yang dipahami mereka. Padahal aturan tersebut khusus bagi non muslim. Untuk muslim, Allah SWT menghimbau “Dan janganlah engkau mati kecuali dalam keadaan Islam“. (Q.S. Ali-Imran : 102) ; “Masuklah ke dalam agama Islam secara keseluruhan“. (Q.S. Al-Baqarah : 208) ; “Sesungguhnya agama yang diridhoi di sisi Allah SWT adalah Islam“. (Q.S. Ali-Imran : 19) ; “Barang siapa yang mencari agama selain Islam, maka Allah SWT sekali kali tidak akan menerimanya“ (Q.S. Ali-Imran : 85).

Pegang teguh ajaran Islam agar diri dan keluarga kita selamat dunia akhirat sebagaimana Firman-Nya dalam surat At-Tahrim ayat 6 yang artinya : “Hai orang yang beriman, peliharalah diri serta keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu“.

Ada pula yang bebas bertingkah laku. Akibat maraknya bacaan dan VCD porno, remaja kita dengan mudah dipengaruhi dan dirangsang. Banyak laki-laki menguncir dan mengecat rambutnya menyerupai wanita. Ada yang menggunakan anting-anting. Yang wanita membuat rambut dan cara berpakaiannya seperti pria, banyak wanita yang mengikuti olahraga tinju, sepak bola dll. Semua ini TIDAK Islami. Dalam sebuah hadits disebutkan “Rasulullah SAW melaknat wanita yang menyerupai laki-laki atau sebaliknya“. Adanya penyimpangan perilaku seks, kumpul kebo, lesbian (wanita pacaran dengan wanita), narkoba atau obat-obatan terlarang, membuat keluarga kita sekali coba langsung ketagihan. Agar dapat mengonsumsinya, mereka tak segan menjadi pencuri, penodong dan orang jahat.

Ada pula yang bebas berpendapat. Di era ini banyak media berani menulis dengan judul bombastis. Soal kebenaran isinya tidak peduli, yang penting muat dulu, laku dijual. Andai salah, bisa diralat. Hal ini menyimpang dari ajaran Islam. Simak surat Al-Hujurat ayat 12 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhi olehmu kebanyakan prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka  itu adalah dosa. Jangan pula kamu mencari-cari kesalahan orang lain, jangan sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain“.  Ada pula yang bebas mencari harta, yang haram diabaikan. Di kota besar, masyarakat hidup nafsi-nafsi (sendiri-sendiri), tak ada lagi kepedulian kepada tetangga,kerabat. Zakat, infak, sodaqoh dianggap memberatkan.

Bebas yang terakhir adalah bebas pasar. Negara kita yang sedang terpuruk atau krisis ini, diiming-imingi “Pinjaman lunak“ dari negara-negara barat, IMF, World Bank (Bank Dunia) dan pihak lain yang ingin “membantu“ dengan syarat kita harus ikut perintah atau kemauan mereka.

Demikian situasi yang dihadapi umat Islam Indonesia saat ini. Mudah-mudahan kita semakin dewasa. Ya Allah, tunjukkanlah kami jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka. Bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai dan sesat, Aamiin.

SEJARAH BAHALWAN - AHMAD BAHALWAN, PIONER DOS KOPYAH DI SURABAYA

Oleh : Washil Bahalwan

Pada edisi 14 kali ini penulis akan berbicara mengenai sosok Ahmad bin Zein Bahalwan . Namun sebelum penulis memaparkan lebih jauh siapa sosok Ahmad Bahalwan dan apa kiprahnya, terlebih  dahulu penulis tampilkan dokumen yang dibuat oleh abah Zein Bahalwan. Dokumen tersebut berupa kliping koran yang memuat usaha Ahmad Bahalwan. Abah penulis dari dahulu memang sangat memperhatikan momen-momen penting mengenai perjalanan anak-anaknya untuk diabadikan atau didokumentasikan. Karena menurut abah Zein, demikian biasa dipanggil, membuat dan menyimpan dokumen tidak ada ruginya., justru suatu saat nanti dokumen tersebut akan ada manfaatnya. Salah satunya adalah meluruskan sejarah atau berita yang keliru dan masih banyak manfaat lainnya. Berikut ini adalah dokumen berbentuk kliping yang dibuat oleh abah Zein tentang usaha Ahmad Bahalwan selengkapnya :                                     
                      

Abah Zein Bin Abdurrahman Bahalwan ketika masih di Banda Neira sudah memiliki jiwa dagang. Ketika pindah ke Surabaya jiwa dagangnya tidak luntur dan justru semakin berkembang. Beberapa bidang usaha yang pernah dijalani oleh Abah Zein Bahalwan adalah usaha roti, syirup dan kopyah.
 Menurut keterangan Fadhil Bahalwan yang diperoleh dari abahnya yang bernama Abdurrahman Bin Salim Bahalwan mengatakan bahwa, abah Zein pernah usaha kopyah dengan tempat produksi di Nyamplungan Surabaya. Usaha kopyah abah Zein ini ditangani sendiri dengan dibantu dua pegawai, satu sebagai tukang potong dan satunya tukang jahit. Kendala yang muncul adalah lemahnya pemasaran. Maklum saat itu hanya dititipkan di toko-toko kecil Gubah (sekarang Ampel Suci). Seandainya abah Zein memiliki toko sendiri misalnya di Pasar Turi, mungkin usahanya akan berkembang dengan pesat. Karena saat itu masih jarang orang yang bergerak di bidang usaha kopyah. Demikian kata Abdurrahman Bin Salim Bahalwan.  Namun karena pemasaran yang tidak sempurna, maka lambat laun usaha kopyah abah Zein mengalami penurunan dan selanjutnya berhenti. Setelah itu abah Zein bekerja ikut kakaknya yang bernama Salim Bin Abdurrahman Bahalwan di Coomisioner sebagai administrasi. (Bab ini akan dibahas tersendiri). Dengan demikian penulis berkeyakinan kuat, bahwa ide pembuatan dos kopyah muncul setelah perbincangan antara abah Zein dengan Ahmad Bahalwan. Karena kopyah agar tetap bagus dan tahan lama maka diperlukan tempat yang aman dan itu berarti dos yang harus disiapkan. Demikian dikuatkan oleh bang Fadhil.  Dari bincang-bincang, itulah akhirnya abangku tertarik dan memantapkan langkahnya untuk usaha dibidang pembuatan “ DOS KOPYAH “. Karena abangku yang satu ini memang nalurinya adalah dagang mewarisi jiwa abah Zein. Disamping itu Ampel merupakan kawasan wisata religi. Jadi kalau abangku usaha dibidang dos (kemasan) kopyah sangat pas. Karena Ampel banyak dikunjungi wisatawan. Baik yang sekedar jalan-jalan menikmati kuliner khas Ampel maupun untuk tujuan ziarah.  Dan boleh dikatakan usaha dos kopyah saat itu merupakan satu-satunya di Surabaya. Boleh dikatakan Ahmad Bahalwan merupakan PIONER usaha dos kopyah di Surabaya. Perlu diketahui Ahmad Bahalwan merupakan adik dari Aly Bahalwan dan juga Ustadz Abdurrahman Bahalwan yang  mewarisi jiwa dagang abah.                    
                     
Usaha dos kopyah Ahmad Bahalwan berdiri pada tahun 1953 dengan tempat produksi di Jl. KHM. Mansyur I / 1B (belakang Hotel Mesir atau samping gang Kalimas Madya IV Surabaya. Sedang tempat tinggalya di Kalimas Hilir III No.1 Surabaya (Kedongbanger).  Dalam perkembangannya bukan hanya dos kopyah yang digarap oleh abangku, melainkan juga memproduksi dos untuk bedak VIVA milik Moh. Alhamid di Jl. Karet Surabaya dan dos POMADE (minyak rambut merk Japarco). Demikian seperti yang disampaikan anaknya, Farid Bin Ahmad Bahalwan kepada penulis.

Dalam kesempatan lain, beberapa waktu yang lalu, ketika Mohammad Bin umar Bahmid atau yang biasa dipanggil Moh. Bahmid ketika bertemu dengan penulis, beliau bertanya pada penulis. Apa hubungan antara Ahmad Bahalwan dengan kamu? Saya jawab Ahmad Bahalwan adalah abangku. Mendengar itu, kemudian Moh. Bahmid melanjutkan bercerita tentang sosok abangku. “ Saya (Moh. Bahmid) dulu sekolah di Al-Irsyad Danakarya Surabaya. Dan salah satu gurunya adalah Ustd. Abdurrahman Bahalwan. Setelah pulang sekolah, ada tugas rutin membantu kakek yang bernama Abdullah Bahmid untuk ngecek pesanan dos kopyah kepada abangmu, sudah jadi atau belum. Sehingga banyak tau lika-liku usaha abangmu. Termasuk karyawan bagian pengiriman dos yang bernama Kastubi. Masih menurut Moh. Bahmid, boleh dikatakan abangmu merupakan orang pertama yang usaha dos kopyah. Moh. Bahmid penasaran, tempat usahanya kan kecil (hanya memanfaatkan garasi mobil) , padahal harusnya usaha dos kopyah kan memerlukan tempat yang luas untuk tempat stok bahan dan menata dos yang siap dikirim serta alat pendukung lainnya. Selidik punya selidik, ternyata dalam berusaha dos , Ahmad Bahalwan mengajak masyarakat sekitar untuk terlibat dalam pembuatan dos kopyah sebagai mitra kerja. Seluruh bahan yang diperlukan disiapkan oleh Ahmad Bahalwan. Sedang tempat produksinya di rumah masing-masing yang menjadi mitra kerjanya. (Home industry). Namun demikian Ahmad Bahalwan sangat memperhatikan kualitas dos kopyah. Boleh dikatakan dos kopyah memang buatan orang rumahan, tetapi kualitasnya tidak kalah dengan produksi pabrikan. Demikian kata sang Bos Ahmad Bahalwan. Sehingga dari waktu ke waktu pemesanan dos semakin meningkat (syukur Alhamdulillah). Untuk pembuatan stiker (cap dos) memesan pada CV. Agil (percetakan Agil) yang berlokasi di Jl. KHM. Mansyur, tepatnya antara UD. Halim jaya dengan Warung Sate-Gule Sidayu” . Kopyah milik kakek Moh. Bahmid diberi merk (cap) SAPU dan MERAK. Selain usaha sendiri, Abdullah Bahmid (kakek Moh. Bahmid) juga join dengan Moh bin Ishak dalam usaha yang sama (kopyah) dan diberi merk SANGKAR MAS. Toko Moh bin Ishak namanya TOKO AMBON yang sahamnya dimiliki oleh Abdullah Bahmid dan Moh bin Ishak di KHM. Mansyur Surabaya, tepatnya antara Ketapang Kecil dan Ketapang Besar. Sedang toko kakek Moh. Bahmid di Sasak no. 96 Surabaya, dengan nama Toko SEMBILAN ENAM.

Beberapa kopyah yang memakai dos kopyah produksi Ahmad Bahalwan Cap TIGA UDENG dan PERAHU LAJU, milik Moh. Bin Ishak. Yang tokonya di pojok Jl. KHM.Mansyur 50 (depan kampong Margi) yang sekarang juga  diteruskan  oleh anaknya. Selain itu juga cap BSA (Bin Syeh Abubakar) milik Husin BSA Sumbawa yang juga tetangga penulis di Nyamplungan VIII/ 53 sekaligus berfungsi sebagai rumah produksi kopyah BSA kain bludru. Karena permintaan akan kopyah kain bludru semakin meningkat, maka Husin BSA Sumbawa mengontrak rumah lagi di kampong itu untuk perluasan tempat produksi. Dan tenaga kerjanya, khusus didatangkan dari Bunga Gresik yang memang spesialis (mahir) dalam pembuatan kopyah kain bludru. Sedangkan pada masa itu merk kopyah tidak sebanyak sekarang. Diantara merk kopyah saat itu selain yang tersebut di atas adalah kopyah merk LIMA WAKTU milik Awad M. Syamlan, yang namanya tokonya TOKO TENGAH, Jl. Sasak 64 Surabaya, kopyah merk 555 milik Umar Bajuber, kopyah merk LIMA LONCENG milik orang Gresik, maaf lupa namanya. Sambil tertawa, mengenang nama-nama kopyah pada zaman dulu yang sekarang sudah tidak ada lagi .

Sekitar tahun 70 an , penulis sering melihat Ahmad Bahalwan sering datang ke rumah Husin BSA Sumbawa untuk urusan bisnis. Di saat bermain dengan anak kampung di depan rumah Husin BSA Sumbawa datang becak dengan muatan dos kopyah penuh (sekali datang dua becak) dan berhenti tepat di depan rumah Husin BSA Sumbawa. Penulis sangat yakin bahwa dos yang sudah bercap BSA dan  ada di atas becak itu adalah kiriman dari abangku untuk diterima oleh Husin BSA Sumbawa yang selanjutnya diisi dengan kopyah BSA.                                    
           

Moh. Bahmid (Baju Kotak - Kotak) salah satu narasumber dos kopyah. 

Selain itu, Moh. Bahmid juga cerita tentang kedekatannya dengan keluarga Ibu Rugaya ba’adilla ibunda dari bu Nadrah Bahalwan. Moh. Bahmid sering diajak oleh Cik Ce, anak  Said Alamudi dari Banda Neira yang  juga istri dari kakek Moh. Bahmid, Abdullah Bahmid. (nenek sambung) ke rumah bu Nadrah di Nyamplungan VIII/10 Surabaya dan begitu pula sebaliknya bu Nadrah juga sering silaturrahim ke rumah Cik Ce yang berada di Ketapang Besar no. 9 Surabaya. Disamping itu Moh. Bahmid juga kenal dengan Cik Ade (panggilan sehari-hari istri Ahmad Bahalwan). Cik Ade sering silaturrahim ke rumah kak Luluk Bahmid, ibunya Moh. Bahmid yang tinggal di Kalimas Madya II / 43 Surabaya (dari dahulu sampai sekarang lebih dikenal dengan kampong pasar celek). Karena itu tidak salah apabila sejak kecil Moh. Bahmid sudah kenal dengan Abdul Aziez Bahalwan.     
                                                               


Ahmad Bahalwan menikah dengan Fathum bin Abdullah Baya’kub (biasa dipanggil Cik Ade) dan dikaruniai anak antara lain, Faisal (yang sehari-hari dipanggil Haikal), Fathi, meniggal di waktu kecil, Lubnah (yang sehari-hari dipanggil Alwiyah/kakak), Nadia, Farid, Lutfi, Rusda (yang sehari-hari dipanggil Nona), Fitria, Halwan (yang sehari-hari dipanggil Tuang). Ketika anak-anaknya beranjak dewasa,menikah dan mempunyai kesibukan sendiri-sendiri ditambah dengan semakin banyaknya saingan dalam produksi dos kopyah, maka dari pada tidak ada yang mengurus secara fokus, maka produksi kopyah Ahmad Bahalwan ditutup sekitar tahun 80 an. Memang eman, karena sudah jalan dan dikenal oleh masyarakat luas. Walaupun demikian, jiwa dagang abahnya (Ahmad Bahalwan) tidak hilang,tetapi sekurang-kurangnya ada dua orang anaknya yang juga bergerak dalam bidang bisnis, walaupun dalam bidang yang lain. Nadia yang tinggal di Solo membuka usaha roti. Semoga ke depan dapat menghidupkan kembali usaha roti yang dirintis oleh Abah Zein Bahalwan dan diteruskan oleh ibu Rugayah Ba’adillah yang dulu terkenal dengan nama “ROTI NEIRA“. Sedangkan Farid Bin Ahmad Bahalwan yang sekarang tinggal di Rungkut Pandugo Surabaya membuka usaha sendiri dalam bidang penyuplai batu bara. 

Abangku yang satu ini yaitu Ahmad Bahalwan, orangnya pendiam. Dia berbicara hanya sebatas perlunya saja. Namun dibalik sifat diamnya itu ternyata dia lebih banyak mengamati kondisi sekitar, kira-kira apa yang bisa dikerjakan untuk bernilai ekonomi. Dengan kata lain insting dagangnya sangat kuat, mewarisi jiwa dagang abah Zein Bahalwan.

Karena abangku orang pertama di Surabaya yang berusaha dos kopyah, maka orang lebih sering memanggilnya dengan “ AMAK DOS KOPYAH “ dan dalam keluarga Ahmad Bahalwan biasa dipanggil dengan BANG MAK.      

Dari paparan sosok Ahmad Bahalwan, menurut hemat penulis banyak yang dapat dipetik untuk dijadikan pelajaran, diantaranya adalah :
•    Ahmad  Bahalwan disamping giat berusaha dagang, tetapi tidak melupakan misi sosial. Artinya dalam usaha pembuatan dos kopyah, dia melibatkan masyarakat sekitar untuk berusaha bersama-sama (sub kontrak kerja). Dan model demikian itu (memberdayakan potensi masyarakat) merupakan bentuk sederhana dari penjabaran ekonomi kerakyatan seperti yang diamanatkan dalam UUD1945 pasal 33. Rakyat jangan dijadikan penonton (obyek) tetapi libatkan dia dalam sektor ekonomi. Tentunya bimbingan dan pendampingan tetap dilakukan.
•    Dalam memulai usaha, maka kita harus ngerti terlebih dahulu pangsa pasar hasil produksi kita. Artinya Ahmad  Bahalwan bertempat tinggal di seputar Ampel, kawasan religius, maka usaha yang pas adalah yang menunjang kawasan religius tersebut, salah satunya kopyah dengan dos kemasan yang menarik.
•    Agar kerjasama apapun apalagi kerjasama dagang, maka harus dilandasi dengan saling percaya, menguntungkan kedua belah pihak, saling membutuhkan dan kita hindari sifat curang. Niscaya dengan dasar itu maka usaha kerjasama yang kita bangun akan lestari.

Terimakasih abangku, engkau telah memberi  banyak pelajaran utamanya dalam usaha dagang. Dan ternyata Bahalwan senior telah berkiprah dalam berbagai bidang. Menjadi kewajiban kita yang junior untuk pandai-pandai menangkap peluang yang selanjutnya menjadi kegiatan yang bernilai positif. Tentunya harus disesuaikan dengan minat dan bakatnya masing-masing. Semoga.                       

Rabu, 21 Desember 2016

ALY BAHALWAN PENDIRI DAN PENCIPTA LOGO ASSYABAAB

Oleh : Washil Bahalwan




Sumber foto : Instagram (@pemerhatisejarahpersebaya_)
Tampak Rusdy Bahalwan mengangkat Piala Kompetisi Perserikatan 1977, sedang disampingnya adalah Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin bersiap mengkalungkan medali juara.

BAGIAN PERTAMA

Pada tulisan terdahulu pernah disampaikan oleh penulis, bahwasanya olah raga paling digemari oleh anak-anak jama’ah (laki-laki) adalah sepak bola. Bahkan bagi mereka yang hobi sekali sepak bola, ketika sakit dan ada temannya yang memanggil untuk mengajak bermain sepak bola, maka anak tersebut seketika sembuh dan berangkat bermain sepak bola, walaupun orang tuanya melarang. Di kalangan anak-anak jama’ah (laki-laki), sepak bola mempunyai magnet yang luar biasa.


Aly Bahalwan (kiri) dan Zein bin Agil (kanan, berpeci hitam). 
Pendiri Assyabaab.

Kali ini, edisi 13, penulis masih mengupas tentang perjalanan Aly Bahalwan, yang memang memiliki ketrampilan dan aktifitas yang beragam. Perjalanan Aly Bahalwan dalam menggeluti sepak bola dan sisi lainnya yang masih ada kaitannya dengan sepak bola, akan penulis uraikan pada kesempatan kali ini.                       

                 Buku “My Assyabaab”                         

Penulis sangat terbantu dengan adanya buku “My Assyabaab” karangan Fuad Alkatiri, dan ditambah dengan hasil investigasi penulis dengan para pihak termasuk cerita abang penulis, Aly Bahalwan. Terimakasih semuanya.                       
                              Fuad Alkatiri, Penulis Buku “My Assyabaab”.                         

Jama’ah yang tinggal di sekitar Masjid Ampel, ingin memiliki wadah untuk menyalurkan bakat dan hobinya dalam bidang olah raga, utamanya sepak bola, sehingga tersalurkan bakatnya, disamping tetap mendalami agama sebagai kewajiban utama bagi setiap muslim.

An Naser, menjadi nama yang disepakati sebagai nama perhimpunan olah raga bagi para jama’ah. Sebenarnya yang difasilitasi beragam cabang olah raga, namun kenyataannya yang tetap eksis dan banyak penggemarnya adalah sepak bola. Arti An naser adalah kemenangan. Pendiri An Naser diantaranya, Mohammad Balahmar, (yang juga kakek dari Fuad Alkatiri, penulis buku “My ASSYABAAB“), Salim Barmen (ayah Mohammad Barmen), Moh Bin said Martak, dan lain-lain. Ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942, nama An Naser diganti dengan Al Faouz yang artinya juga kemenangan. Jadi dalam setiap permainan olah raga apapun termasuk sepak bola, maka tujuan utamanya adalah meraih kemenangan. Akan tetapi kemenangan yang dimaksud disini adalah kemenangan yang diperoleh dengan sportifitas dan kejujuran. Tidak dengan menghalalkan segala macam cara. Harapan lebih jauh adalah kemenangan yang mampu mengangkat harkat dan martabat pemain itu sendiri, keluarga, klub tempat pemain bernaung, kota tempat klub itu berada dan bahkan menjadi kebanggaan bangsa dan negara. Disamping itu baik An Naser maupun Al Faouz, bukan semata-mata bertujuan untuk melahirkan pemain bola berkualitas, lebih dari itu juga sebagai media dakwah, amar makmur nahi mungkar. Uniknya klub dahulu dan sekarang adalah, zaman dahulu pemain juga merangkap sebagai pengurus termasuk di An Naser dan Al Faouz.

Segi positifnya adalah pemain lebih punya tanggungjawab untuk bermain semaksimal mungkin guna meraih kemenangan, agar klubnya  tetap eksis dan diperhitungkan oleh lawan. Beberapa pengurus dan pemain An Naser adalah : Zein Bin Agil, Aly Bahalwan, Muchhtar, Ahmad Yamani, Mohammad Bajuber, Usman Ali Al-Habsyi, Moh. Balhmar, Saleh Baroyis Attamimi, Ali Assyblie, Abdullah Alamudi, dan lain-lain. Ahmad Yamani adalah abahnya Yahya Yamani Jakarta dan Amang Yamani atau mertua dari Douglas Baa’dilla Melbourn-Australia dan kecintaannya menurun pada anaknya Amang Yamani yang ternyata pernah menjadi pengurus ASGS (Assyabaab Salim Group Surabaya). Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, maka klub lebih bergairah lagi. Latihan dapat berjalan dengan lancar termasuk pertandingan-pertandingan baik persahabatan maupun kejuaraan.   
                       

 
Ahmad Yamani (lingkaran hijau) dan Aly Bahalwan (lingkaran merah).                       
 
Dalam perjalanan berikutnya nama Al Faouz, terhitung mulai tanggal 16 Juni 1948 diganti dengan nama “ASSYABAAB“.

Assyabaab berasal dari Bahasa Arab yaitu “SYABAAB“, yang artinya pemuda. Pernah satu ketika, cak Neri, teman sekampung Aly Bahalwan di Nyamplungan yang juga mengelola klub sepak bola PS. Harimau, karena nama Al faouz tidak lagi dipakai untuk nama klub sepak bola, maka cak Neri ingin mengambilnya dan menjadikan nama Al Faouz sebagai pengganti nama PS. Harimau. Keinginan tersebut disampaikan kepada Aly Bahalwan. Dan jawaban Aly Bahalwan adalah, “Nama klub PS. Harimau tidak perlu diganti dengan Al Faouz, nanti nyamai Assyabaab saja. Biarkan namanya tetap PS. Harimau, kan lebih keren, gagah, berwibawa dan disegani oleh lawan“. Demikian kata Aly Bahalwan.

Assyabaab didirikan oleh Zein Bin Agil, Aly Bahalwan (ayah Rusdy Bahalwan), Mochtar, Ali Salim. Dan pada periode I ini, Zein Bin Agil diangkat menjadi ketua Assyabaab periode 1948 – 1951 dan bertindak sebagai sekretaris adalah Ibrahim Bobsaid (Captain Arab). Sekretaris Assyabaab saat itu adalah di Jl. Ketapang Besar 28 Surabaya, yang tidak lain adalah rumah Zein Bin Agil sendiri (untuk memudahkan koordinasi).



Aly Bahalwan (lingkaran hijau, no. 6)               
                        
Tempat latihan Assyabaab berpindah-pindah. Karena memang Assyabaab tidak mempunyai lapangan sendiri, semuanya sistem sewa. Untuk pertama kali Assyabaab latihan di lapangan Sawah Pulo, sekitar 1 km sebelah utara Ampel. Lapangan Sawah Pulo atau juga disebut dengan lapangan Dwi Kora, boleh dibilang lapangan legendaris. Karena hampir semua pemain Tim Nasional PSSI era 1970-an pernah berlatih di lapangan Sawah Pulo. Diantaranya adalah, Jacob Sihasale, Sutjipto Suntoro, Iswadi Idris, Roni Pattinasarany, Abdul Kadir Kancil termasuk Rusdy Bahalwan, dan lain-lain.

Dan sekarang ini lapangan Sawah Pulo sudah beralih fungsi menjadi gedung SMP Negeri 11 Surabaya. Setelah itu Assyabaab pindah latihan ke lapangan Colombo (Perak), kemudian lapangan Pasiran Ujung dan sekarang Assyabaab berlatih di lapangan Bumi Moro, komplek AAL (Akademi Angkatan Laut) surabaya. Walaupun tempat latihannya berpindah-pindah, tetapi pemain tetap semangat berlatih guna memberikan yang terbaik untuk marwah klub.

Keterlibatan Aly Bahalwan di Assyabaab lebih dalam lagi, setelah diangkat sebagai ketua Assyabaab periode II antara tahun 1951 – 1954. Salah satu kontribusi Aly Bahalwan yang fundamental adalah dengan diciptakannya LOGO ASSYABAAB untuk pertama kali dan sudah tercatat dalam AD/ART Assyabaab. Logo Assyabaab terdiri atas tiga gambar, yaitu :
1. Gambar orang (pemuda) meloncat melakukan heading (menyundul bola).
2. Gambar Bulan Bintang serta warna hijau bergaris-garis putih.
3. Kalimat Surabaya.                       


Logo Assyabaab dibuat oleh Aly Bahalwan                         

Secara umum menurut hemat penulis, arti logo Assyabaab adalah “Sebuah klub sepak bola yang selalu menatap masa depan dengan penuh optimis, pantang menyerah, dan selalu berinovasi untuk melahirkan pemain-pemain berkualitas, berkarakter serta berperilaku baik. Disamping itu Assyabaab adalah klub yang didirikan di wilayah religius yaitu kawasan Ampel yang muslim. Namun demikian Assyabaab TIDAK ALERGI terhadap pemain non muslim. Salah satu buktinya adalah Jacob sihasale, Wayan Diana, Yongki Kastanya dan bahkan Jacksen Tiago yang asli brazil pernah menjadi pelatih Assyabaab. Dan klub Assyabaab berhome base di kota Pahlawan Surabaya”.



Aly Bahalwan (no. 2, lingkaran hijau)                         

Berkat latihan rutin yang dijalani, maka tahun 1960-an  Aly Bahalwan terpilih untuk pertama kali memperkuat Persebaya bersama dengan Ahmad Barajak, Amak Guk Aljufri, Amak Bazrewan, Achmad Bajardana, Abdullah Aljufri, Ali Bahbel, Moch Bin Mahfud, Saad Bin Thalib, Said Bagor, Kadir Mahdami, Ali Basofi, Bakar Basofi, Abdullah Basofi, dan lain-lain.
Satu kebanggaan tersendiri terpilih dalam skuad Persebaya. Aly Bahalwan dan tentunya juga pemain lainnya akan memanfaatkan sebaik-baiknya kepercayaan pelatih dengan menampilkan penampilan terbaik untuk Persebaya.    


BAGIAN KEDUA



Aly Bahalwan (lingkaran merah)                        

Tahun 1964, Assyabaab mendapat guncangan internal yang luar biasa. Karena ada sekelompok pengurus yang ingin mengganti nama ASSYABAAB dengan nama lain yaitu PUTRA INDONESIA. Mereka yang ingin mengganti nama, diantaranya adalah Dr. Thalib Bobsaid, Dr. Djarot, Moch. Bin Machfud, Umar Al Idrus, Gozaly dll. Sedang yang tidak setuju adalah Mohammad Barmen, Zein Bin Agil, Aboe Ramli, Abdullah Ghoromah, termasuk juga Aly Bahalwan. Alasan nama Assyabaab diganti adalah, karena berbau etnis (Arab), tetapi kubu Mohammad Barmen tetap bersikukuh dan mempertahankan nama Assyabaab. Sebab ada kesebelasan lain yang bernama Al Badar, Hizbul Wathon, Al Hilal, (kan juga berbau etnis) tapi tidak dipermasalahkan. Dan akhirnya melalui Menteri Olah raga saat itu, MALADI, mengatakan bahwa nama Assyabaab tetap dipertahankan dan bahkan Maladi salut atas militansi Mohammad Barmen dalam mengelolah klub dan mempertahankan nama Assyabaab yang sudah melegenda dan termasuk klub tua di Indonesia dan sudah banyak melahirkan pemain nasional.



Sekitar tahun 1965, ada keinginan agar logo Assyabaab dapat dijadikan BEDGE, sehingga bisa dipasang di dada kaos pemain. Untuk masalah badge ini, Mohammad Attuwy dalam sebuah kesempatan pernah dipanggil oleh Aly Bahalwan melalui Muhammad Barmen untuk menghadap.



Waktu itu Mohammad Attuwy kaget, ada apa moh, kok dipanggil sama Aly Bahalwan ? Kata Muhammad Barmen sudah datang saja ke Aly Bahalwan, saya juga tidak tahu persoalannya. Dan setelah menghadap, Aly Bahalwan mengkonfirmasi tentang rencana menjadikan logo Assyabaab menjadi bedge. “ Dan Mohammad Attuwy menjelaskan panjang lebar, termasuk ada rumput dalam bedge tersebut. Mengapa ? karena di Bangil-Pasuruan, ada klub Assyabaab itu bukan perkumpulan sepak bola, melainkan karambol. Nah untuk membedakan, maka ditambahkanlah rumput dalam badge assyabaab “. Demikian yang pernah diceritakan mohammad Attuwy kepada penulis. Dan memang Mohammad Attuwy diberi kepercayaan untuk membuat bedge, karena merupakan pemain senior yang berposisi sebagai kiri luar sekaligus pengurus Assyabaab periode 1965 -  1977. Agar tidak keliru dan  bertentangan dengan logo yang telah dibuat oleh Aly Bahalwan, maka dalam pembuatannya Mohammad Attuwy selalu berkonsultasi dengan Mohammad Barmen.             





                                          
Pembuatan bedge memerlukan waktu sekitar 1 bulan. Mohammad Attuwy seangkatan dengan Rusdy Bahalwan. Pada tahun 1967, ia bersama Rusdy Bahalwan dan Moch. Hambasyi dari Assyabaab terpilih memperkuat Persebaya Junior dalam Turnamen Suratin Cup. Ketika itu Persebaya Jr. Mampu menembus final, namun sayang di final kalah dengan Persid Jember dengan skor 2-1 untuk Persid Jember.




Dan seiring dengan perkembangan politik dan ketatanegaraan negara RI, bahwa setiap organisasi harus berazazkan Pancasila, maka oleh Mohammad Barmen ditambahkanlah bingkai segi lima yang melambangkan bahwa Assyabaab berlandaskan pada lima sila dalam Pancasila. Seragam kebesaran assyabaab didominasi warna hijau. Itu menunjukkan bahwa setiap gerak langkah Assyabaab selalu berlandaskan pada nilai-nilai keislaman,diantaranya adalah kejujuran,  tetapi tetap semangat pantang menyerah sebagai arek-arek Suroboyo dalam setiap pertandingan. Kita junjung sportifitas dan kejujuran untuk kejayaan sepak bola Surabaya dan Indonesia.                       

 
Himyar Bahalwan (lingkaran merah), Rusdy Bahalwan (lingkaran hijau), dan Muhammad Attuwy (lingkaran kuning)                       


Rusdy Bahalwan dan abahnya (Aly Bahalwan) (lingkaran merah)                       

Selain Aly Bahalwan yang menjadi pemain Assyabaab, anak dari Aly Bahalwan yang bernama Himyar Bahalwan juga mengikuti jejak  Abahnya bermain sepak bola. Sama-sama bergabung di tim Assyabaab. Memang prestasi Himyar di Assyabaab tidak sebaik abahnya apalagi adiknya (Rusdy Bahalwan, akan dibahas tersendiri). Namun dinasti Bahalwan sangat mewarnai perjalanan klub Assyabaab.

Prestasi Assyabaab pada periode ini belum menonjol, masih kalah dengan klub lain yang sering juara pada saat itu yaitu, HBS dan Tionghoa. Persoalannya bukan karena permainan assyabaab yang jelek, tetapi skill lawan yang memang istimewa. Namun demikian itu menjadi pelajaran buat pemain. Menurut Aly Bahalwan, salah satu kelemahan mendasar pemain Assyabaab adalah cepat down, ketika melihat nama besar pemain lawan. Seperti ketika Assyabaab bermain dengan Tiong Hoa. Assyabaab kalah 3 – 0. Itu semua hanya karena kehadiran Januar Pribadi (Phwa Sian Liong) , pemain Tiong Hoa yang baru pulang dari pemusatan latihan (TC) di PSSI Jakarta. Tampilnya Januar Pribadi membuat nyali pemain Assyabaab kecil. Padahal saat itu Assyabaab juga mempunyai pemain handal, diantaranya adalah Alwi BSA (Alwi Banteng), Husin Bin Agil, Amang Jabli dan Saleh Mahri. Dan karena itu maka ketrampilan yang dimiliki hilang tak berbekas. Boleh dikatakan pemain sudah kalah sebelum bertanding (kalah sebelum perang).




Untuk itu salah satu solusinya adalah memperkuat mental dan menanamkan kesadaran bahwa kita bisa dan bahkan lebih bisa mengalahkan mereka. Disamping itu kita harus memperbayak pertandingan terutama main di luar kandang (main tandang). Agar teruji nyali dan mental pemain. Aly Bahalwan yakin dengan kebersamaan,kekompakan antara pemain,pengurus serta dukungan masyarakat yang luar biasa menjadi modal tersendiri bagi prestasi Assyabaab. Assyabab juara hanya tinggal tunggu waktu. Kita pasti bisa.                       

 Rusdy Bahalwan (lingkaran merah)                       

Himyar Bahalwan (lingkaran merah) dan Rusdy Bahalwan (lingkaran kuning)   
     


               
Foto koleksi Muhammad Attuwy. Saat club Assyabaab persahabatan dengan club Banjarmasin di kota Banjarmasin tahun 1974. 
Tampak dalam foto : Mohammad Attuwy, berdiri no.3 dari kiri ke kanan bersebelahan dengan Yacob Sihasale.

Assyabaab merupakan klub sepakbola legendaris di Indonesia, sehingga sering mendapat undangan untuk berpartisipasi dalam berbagai event. Salah satunya adalah mengikuti turnamen yang diadakan oleh Perseba Banjarmasin tahun 1974. Turnamen tersebut diikuti oleh beberapa klub. Tujuan diadakannya turnamen tersebut adalah untuk penggalangan dana guna pembangunan stadion di Banjarmasin. Ketika pertandingan antara Assyabaab melawan Perseba Banjarmasin, skor kemenangan mencolok diperoleh ssyabaab. Ridwan Mas dari Banjarmasin bertindak sebagai wasit yang kebetulan aktif dinas di Kopassus Banjarmasin. Mohammad Attuwy, salah seorang pemain yang ikut dalam turnamen tersebut mengatakan bahwa, turnamen ini penting untuk mengasah insting bermain bola juga berguna meningkatkan kerjasama tim. Demikian kata Mohammad Attuwy yang berposisi sebagai kiri luar. Tampak dalam gambar : Mohammad Attuwy, berdiri no.3 dari kiri ke kanan bersebelahan dengan Yacob Sihasale. Tampak juga Ahmad Attamimi, salah seorang official Assyabaab, berdiri no.2 dari kanan ke kiri, dekat Abdul Kadir dan Rusdy Bahalwan. Sumber dan informasi dari dokumen pribadi Mohammad Attuwy.


Berikut penulis sampaikan periodesasi ketua umum klub Assyabaab Surabaya dari berdiri sampai sekarang.
1.    Zein Bin Agil (1948 – 1951)   
2.    Aly bahalwan (1951 – 1954)
3.    Idrus Albar (1954 – 1956)
4.    Mustopa Machdami     (1956 – 1959)
5.    Saleh Attamimi (1959 – 1961)
6.    Umar Idrus (1961 – 1962)
7.    Cholid Nabhan     (1962 – 1964)
8.    Aly Alkatiri (1964 – 1966)
9.    Mohammad Barmen (1966 – sekarang)

Dari periodesasi tersebut dapat dikatakan bahwa Assyabaab tidak dapat dipisahkan dengan etnis Arab. Namun dalam kenyataannya Assyabaab didirikan bukan khusus untuk etnis tertentu (Arab), akan tetapi semua etnis boleh masuk dan bergabung dengan Assyabaab untuk bersama-sama berlatih dan bermain menjadi pemain berkualitas.

Kenyataannya di Assyabaab, hampir semua etnis ada. Nyoman Slamet Witarsa, Wayan Diana (Bali), Yongki Kastanya (Ambon), Jacob Sihasale (Maluku), Subodro (Jawa), Imam Hidayat (Madura), Andi Slamet (Cina), dll. Jadi klub Assyabaab benar-benar klub yang lahir di Surabaya dan mengabdi untuk Indonesia yang berbhineka tunggal ika dan sepakat mengibarkan panji-panji Merah Putih. Semoga dari uraian di atas, membuka mata hati semua insan, bahwa lewat sepak bola dapat kita rajut persatuan,persaudaraan dan kerjasama. Kita hilangkan perbedaan,ego pribadi untuk panji-panji olah raga yang mendahulukan jiwa sportivitas dan nilai-nilai kejujuran. Insya-Allah edisi berikutnya akan dipaparkan peran Aly Bahalwan dalam bidang dakwah Islamiyyah.