Rabu, 04 Maret 2020

SOERABAIA TEMPO DOELOE “KAWASAN JL. WERFSTRAAT DAN BLAOERAN”


Oleh : Washil Bahalwan


Pada edisi yang lalu telah kami tampilkan beberapa informasi Soerabaia tempo doeloe, di antaranya: pasar, hotel, transportasi, gedung bioskop dan penjara Kalisosok. Kali ini kami akan tampilkan kawasan “Wersftraat” dan pasar Blaoeran.



Dokumen pribadi dalam bentuk kliping 17 tahun yang silam, koleksi Umar Salim Nabhan yang telah dimuat di Radar Surabaya, Minggu, 23 Desember 2001 menjadi rujukan utama ditambah dengan penelusuran ke berbagai pihak, menjadi acuan dalam penulisan ini.

 

Kawasan Jl. Werfstraat

Inilah Jl. Werfstraat sekarang berubah menjadi Jl. Penjara yang tidak banyak berubah selama satu abad lebih. Foto mengarah ke selatan dan semua gedung masih sama (lihat gambar 3).

“Werfstraat” bahasa Indonesianya: jalan galangan. Dulu di sebelah kiri terdapat galangan kapal yang terletak di tepi barat sungai Kalimas. Gedung tinggi adalah cabang dari pabrik Ruhaak & Co. Papan iklan di lantai berbunyi: “Machine-en Werktuighandel” (perdagangan mesin dan alat) dan “Scheepsleverancier” (pemasok bahan kapal). Di latar belakang ada perempatan dengan Jl. Kalisosok. Disana ada penjara tua Kalisosok.

Pada gambar terlihat sebuah kereta kosong yang sedang antre menunggu penumpang dan seorang penjual air dengan pikulan melintas di tepi jalan. Bangunan megah berarsitektur Eropa ini tampak masih berdiri kokoh dan dipertahankan keasliannya. Namun, teras depan bangunan cantik ini sudah tidak kelihatan, karena tertutup warung pedagang kaki lima (lihat gambar 4).

 

Jl. Blaoeran

Kalau kita berjalan di Jl. Blauran sekarang ini, tentunya kita diingatkan bahwa Jl. Blauran sekarang ini yang dulu bernama Jl. Blaoeran adalah jalan tidak beraspal dan masih berupa jalan kaki yang pada bagian kanan dan kirinya banyak ditumbuhi tanaman rindang.

Meskipun belum ada pasar Blaoeran, namun pada tahun 1905, di kawasan ini sudah ada beberapa penduduk yang membuka warung. Akan tetapi karena kondisinya masih sangat sepi, maka para pejalan kaki dan dokar masih bebas melintas di kawasan ini (lihat gambar 1).

Dari penelusuran kami, ada beberapa versi cerita Pasar Blauran. Berdasarkan sumber dari Litbang di Kantor Pasar Blauran, “blauran” berasal dua suku kata berbahasa Belanda, yakni “blauwe” (biru) dan “rand” (renda). Sebab, dulu sekitar tahun 1700 di kompleks Blauran tersebut didirikan tembok panjang putih. Agar tembok tersebut manis dipandang, para pengusaha mengecatkan renda biru di tembok itu, sehingga menjadi Blaoeran.

Namun, ada versi lain tentang nama Blauran seperti artikel yang dikutip oleh Sarkawi B. Husain, sebagai dosen sejarah Unair, dalam tulisannya yang berjudul Sepanjang Jalan Kenangan: Makna dan Perebutan Simbol Nama Jalan di Kota Surabaya. Asal mula nama kampung itu adalah kata “balur” atau “mbalur” yang berarti mengeringkan ikan. Sebagai tempat mengeringkan ikan, warga lebih enak menyebut nama “mblauran”.

Selain itu ternyata, ada persoalan historis yang menarik pada kampung-kampung tersebut. Yaitu benih-benih nasionalisme arek Surabaya ternyata juga bermula dari kompleks tersebut. Pendatang luar kota saat ini lebih suka menyebut bertandang ke Bubutan Golden Junction (BG Junction) dari pada menyebut kewilayahan yang memiliki nilai historis kuat.

Sejak zaman kolonial Belanda, kawasan tersebut dikenal sebagai pusat perbelanjaan pribumi. Menurut Achudiat, Blauran adalah daerah keraton. Di sekitarnya tumbuh kampung-kampung yang dulu merupakan kampung para kerabat serta abdi kerajaan, yang berpusat di “alun-alun contong”. Sedangkan daerah sekitar pemerintahan menempati wilayah seperti Bubutan, Kranggan, Blauran, dan Maspati.

Berburu kuliner khas Surabaya dimana lagi kalau bukan di pasar Blauran. Traveling tidak akan lengkap tanpa memburu wisata kuliner di daerah tersebut. Para pecinta kuliner pasti sudah tidak asing lagi dengan tempat kuliner legendaris yang ada di pasar Blauran Surabaya.

Beberapa kuliner yang tersaji di pasar Blauran adalah dawet campur atau bubur dawet, es gandul tali merang dan aneka jajan pasar lainnya. Ada juga makanan khas Surabaya; lontong balap, lontong mie, rujak cingur khas Suroboyo, martabak, terang bulan dsb.
 
Pasar Blauran
Pasar Blauran juga dikenal sebagai tempat penjualan buku bekas. Selain menyediakan buku bekas, namun tetap masih layak untuk dibaca dan sangat disenangi oleh pelajar dan mahasiswa, karena harganya yang merakyat. Juga ada buku baru yang dijual murah, karena pembeli akan mendapatkan diskon. Sehingga menjelang tahun ajaran baru, pasar Blauran ramai dikunjungi para pelajar dan juga mahasiswa untuk mencari buku-buku yang dimaksud, terlebih kalau hari Sabtu dan Minggu.

Penjual buku menempati lantai satu sedang pedagang baju dan sepatu berada di lantai dua. Penjual mengatakan, terdapat perbedaan antara jaman dahulu dengan jaman sekarang. Perbedaan ini ditunjukkan kalau dulu ada yang namanya ”harga keluarga” maksudnya harga buku atau barang-barang yang dijual di pasar Blauran dulu bisa ditawar, tetapi pada sekarang ini harga buku yang dijual sudah ada standar harga jualnya seperti koran.

Sekarang ini, harga-harga buku yang dijual di Pasar Blauran rata-rata harganya sama dengan yang dijual di toko lainnya. Memang berbelanja buku di Pasar Blauran ada kesan yang sangat menyenangkan. Seperti yang kami alami yaitu suasana dan layanan yang bersahabat membuat kami senang dan juga harganya lebih murah dan pilihannya banyak.

Ada juga tempat alat-alat elektronik, toko perhiasan, suvenir, lukisan, pakaian pengantin, aksesoris pengantin, jam dinding dan jam tangan, juga tersedia di Pasar Blauran. Harga barang disini pun bisa ditawar. Itulah sekilas tentang Pasar Blauran yang sangat legendaris dan terkenal dengan segala keunikannya.
Di tengah menjamurnya pasar modern di Surabaya, berakibat keberadaan pasar-pasar tradisional termasuk Pasar Blauran sepi, karena kalah bersaing. Apalagi pendirian mall/pasar modern tersebut letaknya sangat berdekatan.

Dari nukilan tentang Pasar Blauran, ada banyak pelajaran yang dapat diambil untuk menatap kehidupan mendatang. Pelajaran tersebut, diantaranya adalah:
1.   Ternyata pasar Blauran, juga turut menjadi penggerak semangat nasionalisme pada masa itu untuk menggerakkan rakyat mencapai kemerdekaannya.
2.    Dengan adanya pasar menjadi daya tarik bagi pelaku ekonomi lainnya untuk mengais rezeki, misalnya dengan membuka warung, arena parkir dan kuli panggul pasar.
3. Pemerintah kota perlu menata pasar lebih baik lagi, dengan mempertimbangkan banyak faktor. Salah satunya adalah kenyamanan dan kepastian pedagang yang berjualan di pasar tersebut.
4.    Sekali lagi pemerintah tidak boleh hanya mengejar pemasukan, dengan begitu gampang mengizinkan pasar modern (mall) berdiri di sekitar pasar. Sebab itu sama saja dengan mematikan pasar yang akan berdampak pada pedagang.

Semoga Pasar Blauran dan pasar-pasar lainnya menata diri lebih baik lagi dan mengutamakan kenyamanan dan keamanan pembeli. Sebab dengan itu pasar-pasar akan tetap mampu bersaing di era global. Semoga.

*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan ini juga dimuat di suaramuslim.net

*Tulisan ini juga dimuat di suaramuslim.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar