Oleh : Washil Bahalwan
Pada edisi yang lalu
telah kami tampilkan beberapa informasi Soerabaia tempo doeloe, di antaranya:
pasar, hotel, transportasi, gedung bioskop dan penjara Kalisosok. Kali ini kami
akan tampilkan kawasan “Wersftraat” dan pasar Blaoeran.
Dokumen pribadi dalam
bentuk kliping 17 tahun yang silam, koleksi Umar Salim Nabhan yang telah dimuat
di Radar Surabaya, Minggu, 23 Desember 2001 menjadi rujukan utama ditambah
dengan penelusuran ke berbagai pihak, menjadi acuan dalam penulisan ini.
Kawasan Jl.
Werfstraat
Inilah Jl. Werfstraat sekarang berubah menjadi
Jl. Penjara yang tidak banyak berubah selama satu abad lebih. Foto mengarah ke
selatan dan semua gedung masih sama (lihat gambar 3).
“Werfstraat” bahasa Indonesianya: jalan
galangan. Dulu di sebelah kiri terdapat galangan kapal yang terletak di tepi
barat sungai Kalimas. Gedung tinggi adalah cabang dari pabrik Ruhaak & Co.
Papan iklan di lantai berbunyi: “Machine-en Werktuighandel” (perdagangan mesin
dan alat) dan “Scheepsleverancier” (pemasok bahan kapal). Di latar belakang ada
perempatan dengan Jl. Kalisosok. Disana ada penjara tua Kalisosok.
Pada gambar terlihat sebuah kereta kosong yang
sedang antre menunggu penumpang dan seorang penjual air dengan pikulan melintas
di tepi jalan. Bangunan megah berarsitektur Eropa ini tampak masih berdiri
kokoh dan dipertahankan keasliannya. Namun, teras depan bangunan cantik ini
sudah tidak kelihatan, karena tertutup warung pedagang kaki lima (lihat gambar
4).
Jl. Blaoeran
Kalau kita berjalan di Jl. Blauran sekarang
ini, tentunya kita diingatkan bahwa Jl. Blauran sekarang ini yang dulu bernama
Jl. Blaoeran adalah jalan tidak beraspal dan masih berupa jalan kaki yang pada
bagian kanan dan kirinya banyak ditumbuhi tanaman rindang.
Meskipun belum ada pasar Blaoeran, namun pada tahun 1905, di kawasan ini sudah ada beberapa penduduk yang membuka warung. Akan tetapi karena kondisinya masih sangat sepi, maka para pejalan kaki dan dokar masih bebas melintas di kawasan ini (lihat gambar 1).
Dari penelusuran kami,
ada beberapa versi cerita Pasar Blauran. Berdasarkan sumber dari Litbang di
Kantor Pasar Blauran, “blauran” berasal dua suku kata berbahasa Belanda, yakni
“blauwe” (biru) dan “rand” (renda). Sebab, dulu sekitar tahun 1700 di kompleks
Blauran tersebut didirikan tembok panjang putih. Agar tembok tersebut manis
dipandang, para pengusaha mengecatkan renda biru di tembok itu, sehingga
menjadi Blaoeran.
Namun, ada versi lain tentang nama Blauran
seperti artikel yang dikutip oleh Sarkawi B. Husain, sebagai dosen sejarah
Unair, dalam tulisannya yang berjudul Sepanjang Jalan Kenangan: Makna dan
Perebutan Simbol Nama Jalan di Kota Surabaya. Asal mula nama kampung itu adalah
kata “balur” atau “mbalur” yang berarti mengeringkan ikan. Sebagai tempat
mengeringkan ikan, warga lebih enak menyebut nama “mblauran”.
Selain itu ternyata, ada persoalan historis
yang menarik pada kampung-kampung tersebut. Yaitu benih-benih nasionalisme arek
Surabaya ternyata juga bermula dari kompleks tersebut. Pendatang luar kota saat
ini lebih suka menyebut bertandang ke Bubutan Golden Junction (BG Junction)
dari pada menyebut kewilayahan yang memiliki nilai historis kuat.
Sejak zaman kolonial Belanda, kawasan tersebut
dikenal sebagai pusat perbelanjaan pribumi. Menurut Achudiat, Blauran adalah
daerah keraton. Di sekitarnya tumbuh kampung-kampung yang dulu merupakan
kampung para kerabat serta abdi kerajaan, yang berpusat di “alun-alun contong”.
Sedangkan daerah sekitar pemerintahan menempati wilayah seperti Bubutan,
Kranggan, Blauran, dan Maspati.
Berburu kuliner khas Surabaya dimana lagi kalau
bukan di pasar Blauran. Traveling tidak akan lengkap tanpa memburu wisata
kuliner di daerah tersebut. Para pecinta kuliner pasti sudah tidak asing lagi
dengan tempat kuliner legendaris yang ada di pasar Blauran Surabaya.
Beberapa kuliner yang tersaji di pasar Blauran
adalah dawet campur atau bubur dawet, es gandul tali merang dan aneka jajan
pasar lainnya. Ada juga makanan khas Surabaya; lontong balap, lontong mie,
rujak cingur khas Suroboyo, martabak, terang bulan dsb.
Pasar Blauran
Pasar Blauran juga dikenal sebagai tempat
penjualan buku bekas. Selain menyediakan buku bekas, namun tetap masih layak
untuk dibaca dan sangat disenangi oleh pelajar dan mahasiswa, karena harganya
yang merakyat. Juga ada buku baru yang dijual murah, karena pembeli akan
mendapatkan diskon. Sehingga menjelang tahun ajaran baru, pasar Blauran ramai
dikunjungi para pelajar dan juga mahasiswa untuk mencari buku-buku yang
dimaksud, terlebih kalau hari Sabtu dan Minggu.
Penjual buku menempati lantai satu sedang
pedagang baju dan sepatu berada di lantai dua. Penjual mengatakan, terdapat
perbedaan antara jaman dahulu dengan jaman sekarang. Perbedaan ini ditunjukkan
kalau dulu ada yang namanya ”harga keluarga” maksudnya harga buku atau
barang-barang yang dijual di pasar Blauran dulu bisa ditawar, tetapi pada
sekarang ini harga buku yang dijual sudah ada standar harga jualnya seperti
koran.
Sekarang ini, harga-harga buku yang dijual di Pasar Blauran
rata-rata harganya sama dengan yang dijual di toko lainnya. Memang berbelanja
buku di Pasar Blauran ada kesan yang sangat menyenangkan. Seperti yang kami
alami yaitu suasana dan layanan yang bersahabat membuat kami senang dan juga
harganya lebih murah dan pilihannya banyak.
Ada juga tempat
alat-alat elektronik, toko perhiasan, suvenir, lukisan, pakaian pengantin,
aksesoris pengantin, jam dinding dan jam tangan, juga tersedia di Pasar
Blauran. Harga barang disini pun bisa ditawar. Itulah sekilas tentang Pasar
Blauran yang sangat legendaris dan terkenal dengan segala keunikannya.
Di tengah menjamurnya
pasar modern di Surabaya, berakibat keberadaan pasar-pasar tradisional termasuk
Pasar Blauran sepi, karena kalah bersaing. Apalagi pendirian mall/pasar modern
tersebut letaknya sangat berdekatan.
Dari nukilan tentang
Pasar Blauran, ada banyak pelajaran yang dapat diambil untuk menatap kehidupan
mendatang. Pelajaran tersebut, diantaranya adalah:
1. Ternyata pasar Blauran, juga turut menjadi penggerak semangat nasionalisme
pada masa itu untuk menggerakkan rakyat mencapai kemerdekaannya.
2. Dengan adanya pasar menjadi daya tarik bagi pelaku ekonomi lainnya untuk
mengais rezeki, misalnya dengan membuka warung, arena parkir dan kuli panggul
pasar.
3. Pemerintah kota perlu menata pasar lebih baik lagi, dengan mempertimbangkan
banyak faktor. Salah satunya adalah kenyamanan dan kepastian pedagang yang
berjualan di pasar tersebut.
4. Sekali lagi pemerintah tidak boleh hanya mengejar pemasukan, dengan begitu
gampang mengizinkan pasar modern (mall) berdiri di sekitar pasar. Sebab itu
sama saja dengan mematikan pasar yang akan berdampak pada pedagang.
Semoga Pasar Blauran
dan pasar-pasar lainnya menata diri lebih baik lagi dan mengutamakan kenyamanan
dan keamanan pembeli. Sebab dengan itu pasar-pasar akan tetap mampu bersaing di
era global. Semoga.
*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya
dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar