Kamis, 27 Februari 2020

HAJI AGUS SALIM SANG DIPLOMAT ULUNG


Oleh : Washil Bahalwan



Kemerdekaan Indonesia merupakan buah perjuangan seluruh rakyat Indonesia. Beberapa pejuang dikenal hingga saat ini, inspirasi perjuangannya menembus batas wilayah dan lintas zaman, salah satunya adalah Haji Agus Salim. The Grand Old Man, begitulah presiden pertama Indonesia, Bung Karno menjulukinya. Haji Agus Salim adalah sosok diplomat ulung yang berjasa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui pengakuan dunia internasional. Pengakuan de facto dan de jure secara politik luar negeri sangat penting untuk memukul mundur penjajah dan mengembangkan perekonomian Indonesia pasca merdeka.

Mesir merupakan negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Diawali dengan penyampaian keputusan sidang Dewan Liga Arab pada 18 November 1946 dan pengakuan de facto Mesir atas kemerdekaan Indonesia pada 23 Maret 1947, Haji Agus Salim yang saat itu menjabat sebagai Menteri Muda Luar Negeri kabinet Sjahrir mengunjungi Nokhrashi Pasha, Menteri Luar Negeri Mesir yang juga pejabat Perdana Menteri Mesir. Pertemuan dilakukan pada 10 Juni 1947 di Gedung Kementerian Luar Negeri Mesir. Bersama dengan A.R. Baswedan, Nazir Pamuntjak, R.H. Abdulkadir, H.M. Rasjidi mengawal Haji Agus Salim menandatangani pengakuan de jure bersama Nokhrashi Pasha.

Pengakuan ini sekaligus memulai perjanjian persahabatan antar dua negara di bidang hubungan diplomatik, konsuler, dan perniagaan. Mengenang peristiwa tersebut, A.R Baswedan menuliskan rasa syukurnya yang berjudul “Catatan dan Kenangan” dan dimuat dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim tahun 1984.

Tak berselang lama, beberapa negara di Timur Tengah lainnya semakin memperkokoh Indonesia dan melemahkan kolonialisme Belanda dengan mengakui kemerdekaan negara Indonesia. Negara-negara Timur Tengah tersebut di antaranya, Libanon pada 29 Juni 1947, Suriah pada 2 Juli 1947, kemudian Irak menyusul empat belas hari setelahnya, Arab Saudi pada 24 November 1947 dan Yaman pada 3 Mei 1948. Berlanjutnya pengakuan kemerdekaan bangsa Indonesia oleh negara-negara di Timur Tengah ini tak bisa dilepaskan dari peran Haji Agus Salim.

Pada tanggal 10 Agustus 1947, Haji Agus Salim berangkat ke Amerika Serikat untuk mengunjungi Dewan Keamanan PBB. Kehadirannya mewakili pemerintah Indonesia untuk menyampaikan kepada Dewan Keamanan PBB tentang perseteruan antara Indonesia-Belanda. Selain Haji Agus Salim, yang hadir di Dewan Keamanan PBB yaitu, Sutan Sjahrir, Charles Tambu, Soedjatmoko, dan Soemitro Djojohadikusumo.

Dalam pertemuan tersebut, Sjahrir mewakili pemerintah Indonesia berpidato menyampaikan tentang eksploitasi Belanda atas Indonesia. Dari pidato tersebut, Sjahrir dapat mematahkan argumen yang disampaikan oleh wakil Belanda, Eelco van Kleffens. Sehingga, dari yang hadir itu mendapat keterangan tentang konflik yang sedang terjadi antara Indonesia dan Belanda.

Hasil usaha pidato Sjahrir dapat memengaruhi keputusan Dewan Keamanan PBB untuk menentang agresi militer Belanda I pada tanggal 21 Juli-5 Agustus 1947. Dan ini merupakan kasus pertama di Dewan Keamanan PBB tentang dekolonialisasi. Pertemuan tersebut berlangsung pada tanggal 14 Agustus 1947.

Belanda masih menganggap bahwa Indonesia berada dalam cengkeraman kekuasannya. Sehingga hal ini membuat Haji Agus Salim dan kawan-kawannya berjuang keras di PBB. Dari perjuangan dan kepandaian diplomasi Agus Salim dan kawan-kawan menghasilkan gencatan senjata antara Indonesia-Belanda dan Komisi Jasa Baik untuk menyelidiki kekejaman belanda. Pada tanggal 27 Agustus 1947 Agus Salim kembali ke Indonesia. Tiga bulan kemudian, ia menyampaikan laporan ke Presiden Soekarno tentang hasil misi diplomatik dalam sidang kabinet PBB. Dari hasil usaha perjuangan Agus Salim yang dimulai dari Mesir hingga Dewan Keamanan PBB, menobatkan beliau sebagai perintis hubungan diplomasi antara Indonesia dengan negara-negara di dunia.

Perjuangan Haji Agus Salim dapat menginspirasi generasi muda untuk selalu berjuang mempertahankan kedaulatan dan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai generasi muda, juga perlu mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai bentuk penghargaan atas apa yang telah diperjuangkan oleh pahlawan kita, seperti Haji Agus Salim, A.R. Baswedan, Sjahrir dan tokoh lainnya. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima segala amal kebaikan para pahlawan Indonesia yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat, adil, dan makmur.

Referensi: Seri Buku Saku Tempo (2017). Agus Salim: Diplomat Jenaka Penopang Republik. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas Kota Surabaya dan Pemerhati Sosial.

*Tulisan ini juga dimuat di suaramuslim.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar