Oleh : Washil Bahalwan
Kemerdekaan Indonesia merupakan
buah perjuangan seluruh rakyat Indonesia. Beberapa pejuang dikenal hingga saat
ini, inspirasi perjuangannya menembus batas wilayah dan lintas zaman, salah
satunya adalah Haji Agus Salim. The Grand Old Man, begitulah presiden pertama
Indonesia, Bung Karno menjulukinya. Haji Agus Salim adalah sosok diplomat ulung
yang berjasa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui pengakuan dunia
internasional. Pengakuan de facto dan de jure secara politik luar negeri sangat
penting untuk memukul mundur penjajah dan mengembangkan perekonomian Indonesia
pasca merdeka.
Mesir merupakan negara pertama
yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Diawali dengan penyampaian keputusan
sidang Dewan Liga Arab pada 18 November 1946 dan pengakuan de facto Mesir atas
kemerdekaan Indonesia pada 23 Maret 1947, Haji Agus Salim yang saat itu
menjabat sebagai Menteri Muda Luar Negeri kabinet Sjahrir mengunjungi Nokhrashi
Pasha, Menteri Luar Negeri Mesir yang juga pejabat Perdana Menteri Mesir. Pertemuan
dilakukan pada 10 Juni 1947 di Gedung Kementerian Luar Negeri Mesir. Bersama
dengan A.R. Baswedan, Nazir Pamuntjak, R.H. Abdulkadir, H.M. Rasjidi mengawal
Haji Agus Salim menandatangani pengakuan de jure bersama Nokhrashi Pasha.
Pengakuan ini sekaligus memulai
perjanjian persahabatan antar dua negara di bidang hubungan diplomatik,
konsuler, dan perniagaan. Mengenang peristiwa tersebut, A.R Baswedan menuliskan
rasa syukurnya yang berjudul “Catatan dan Kenangan” dan dimuat dalam buku
Seratus Tahun Haji Agus Salim tahun 1984.
Tak berselang lama, beberapa
negara di Timur Tengah lainnya semakin memperkokoh Indonesia dan melemahkan
kolonialisme Belanda dengan mengakui kemerdekaan negara Indonesia.
Negara-negara Timur Tengah tersebut di antaranya, Libanon pada 29 Juni 1947,
Suriah pada 2 Juli 1947, kemudian Irak menyusul empat belas hari setelahnya,
Arab Saudi pada 24 November 1947 dan Yaman pada 3 Mei 1948. Berlanjutnya
pengakuan kemerdekaan bangsa Indonesia oleh negara-negara di Timur Tengah ini
tak bisa dilepaskan dari peran Haji Agus Salim.
Pada tanggal 10 Agustus 1947,
Haji Agus Salim berangkat ke Amerika Serikat untuk mengunjungi Dewan Keamanan
PBB. Kehadirannya mewakili pemerintah Indonesia untuk menyampaikan kepada Dewan
Keamanan PBB tentang perseteruan antara Indonesia-Belanda. Selain Haji Agus
Salim, yang hadir di Dewan Keamanan PBB yaitu, Sutan Sjahrir, Charles Tambu,
Soedjatmoko, dan Soemitro Djojohadikusumo.
Dalam pertemuan tersebut, Sjahrir
mewakili pemerintah Indonesia berpidato menyampaikan tentang eksploitasi
Belanda atas Indonesia. Dari pidato tersebut, Sjahrir dapat mematahkan argumen
yang disampaikan oleh wakil Belanda, Eelco van Kleffens. Sehingga, dari yang
hadir itu mendapat keterangan tentang konflik yang sedang terjadi antara
Indonesia dan Belanda.
Hasil usaha pidato Sjahrir dapat
memengaruhi keputusan Dewan Keamanan PBB untuk menentang agresi militer Belanda
I pada tanggal 21 Juli-5 Agustus 1947. Dan ini merupakan kasus pertama di Dewan
Keamanan PBB tentang dekolonialisasi. Pertemuan tersebut berlangsung pada
tanggal 14 Agustus 1947.
Belanda masih menganggap bahwa
Indonesia berada dalam cengkeraman kekuasannya. Sehingga hal ini membuat Haji
Agus Salim dan kawan-kawannya berjuang keras di PBB. Dari perjuangan dan
kepandaian diplomasi Agus Salim dan kawan-kawan menghasilkan gencatan senjata
antara Indonesia-Belanda dan Komisi Jasa Baik untuk menyelidiki kekejaman
belanda. Pada tanggal 27 Agustus 1947 Agus Salim kembali ke Indonesia. Tiga
bulan kemudian, ia menyampaikan laporan ke Presiden Soekarno tentang hasil misi
diplomatik dalam sidang kabinet PBB. Dari hasil usaha perjuangan Agus Salim
yang dimulai dari Mesir hingga Dewan Keamanan PBB, menobatkan beliau sebagai
perintis hubungan diplomasi antara Indonesia dengan negara-negara di dunia.
Perjuangan Haji Agus Salim dapat
menginspirasi generasi muda untuk selalu berjuang mempertahankan kedaulatan dan
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai generasi muda, juga perlu
mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai bentuk penghargaan atas apa
yang telah diperjuangkan oleh pahlawan kita, seperti Haji Agus Salim, A.R.
Baswedan, Sjahrir dan tokoh lainnya. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima
segala amal kebaikan para pahlawan Indonesia yang telah menjadikan Indonesia
sebagai negara yang berdaulat, adil, dan makmur.
Referensi: Seri Buku Saku Tempo
(2017). Agus Salim: Diplomat Jenaka Penopang Republik. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia.
*Penulis adalah Ketua Lazis Yamas
Kota Surabaya dan Pemerhati Sosial.
*Tulisan
ini juga dimuat di suaramuslim.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar