Juli 1981 merupakan titik awal penulis aktif dalam kegiatan Pramuka dan Drumband Al-Irsyad Surabaya. Ketika bergabung pertama kali dalam Drumband, penulis pegang alat SERULING BAMBU dan ikut Kejurda Jatim tahun 1982 dan Kejurnas 1982 di Stadion Gelora 10 Nopember Tambak Sari Surabaya.
Setelah Kejurnas 1982, penulis dan beberapa kawan, dibimbing langsung (dikader) oleh kak Fauzi Bin Mahfud untuk pegang alat SNAR DRUM, model latihannya adalah memukul stik di lantai di Tropokal, tempat bersejarah bagi perjalanan Drumband Al-Irsyad Surabaya. Seingat penulis ada 8 anak yang dilatih oleh kak Fauzi Bin Mahfud, yaitu : Penulis (Washil Bahalwan), Ahmad Banaimun, Hani Makarim, Husni Bawedhon, Yahya Bahanan. Fauzi Banaimun, Abdul Hakim Balamash dan Ismail Basymeleh. Dan Ketika ikut Kejurnas di Cirebon 1984 sampai dengan Kejurnas 1986 di Jakarta, penulis bersama kawan-kawan pegang alat SNAR DRUM.
Selama aktif menjadi pemain Drumband Pramuka Al-Irsyad Surabaya mulai tahun 1981 – 1986, penulis mengalami tiga pergantian kepemimpinan (ketua) Drumband Pramuka Al-Irsyad Surabaya yaitu : FAUZI BIN MAHFUD, AHMAD SALIM BASYMELEH dan FAIZ BIN JUBER.
Sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi kepada ketiga ketua Drumband Pramuka Al-Irsyad Surabaya, penulis ingin mengangkat kiprah beliau bertiga
dalam mendedikasikan dirinya untuk kejayaan Drumband Pramuka Al-Irsyad
Surabaya. Untuk itu, penulis bertanya langsung kepada salah satu saksi yang
terlibat langsung berinteraksi yaitu Moestofa Bazargan yang kebetulan sebagai
pelatih legendaris snar drum. Penulis pegang snar drum mulai dari Kejurnas
Cirebon 1984, Kejurda Jatim 1985 di Surabaya, Kejurnas 1986 di Jakarta dan
puncaknya Ketika tampil dalam acara Penurunan Bendera (Parade Senja) HUT RI, 17
Agustus 1986 di Istana Negara Jakarta.
Berikut ini penuturan Moestofa Bazargan terkait tiga sosok dan sepak terjang ketua Drumband Pramuka Al-Irsyad Surabaya.
Setelah sukses dalam Kejurda Jatim 1982 dan Kejurnas 1982 di Stadion Gelora 10 Nopember Tambak Sari Surabaya, tahun 1983, Fauzi Bin Mahfud diterima menjadi PNS di Departemen Pertanian Banjarmasin. Secara otomatis harus menyerahkan tongkat kepemimpinan Drumband kepada orang lain dan berdasarkan musyawarah, maka terpilihlah Ahmad Salim Basymeleh sebagai ketua . Walaupun terjadi pergantian ketua, Alhamdulillah kegiatan Latihan dan lainnya tetap berjalan seperti biasa, hal ini dikarenakan di Drumband sudah terbentuk sistim dan pola yang baku.
Ketika mengikuti Kejurnas Drumband 1982 di Surabaya, sedangkan Faiz Bin Juber kala itu bertindak sebagai pembantu official, kemudian selesai mendampingi Kejurnas 1982, Faiz Bin Juber berangkat ke Saudi Arabia untuk bekerja disana.
Setelah dipegang Ahmad Salim Basymeleh Drumband Pramuka Al Irsyad surabaya semakin berkembang dan berprestasi. Ahmad Salim Basymeleh adalak sosok ketua yang tegas dan disiplin. Selain tegas dan disiplin, beliau loyalitas terhadap Al- Irsyad. Pengorbanan beliau untuk Drumband Al-Irsyad cukup besar baik materi maupun moril. Ada nilai lebih pada diri Ahmad Salim Basymeleh yaitu perhatian pada personil pemain yang cukup tinggi. Setiap latihan apabila personil belum lengkap, beliau langsung menanyakan dan mencarinya sampai ketemu. Itulah salah satu bentuk kecintaannya kepada anak didiknya.
Ketika Kejurnas 1984 di Cirebon dan Kejurda 1985 di Surabaya Drumband Pramuka Al-Irsyad Surabaya dibawah kepemimpinan Ahmad Salim Basymeleh menunjukkan prestasinya. Terbukti tatkala dalam Kejurda 1985 di Stadion Gelora sepuluh Nopember Tambaksari Surabaya keluar sebagai Juara I.
Setelah Kejurda 1985 ada usulan supaya pengurus membuat rapat anggota dengan tujuan ada penyegaran pengurus. Maka terpilihlah Faiz Bin Jubeir sebagai ketua Drumband Pramuka Al-Irsyad Surabaya menggantikan Ahmad Salim Basymeleh yang mana Faiz Bin Jubeir ketika itu baru pulang dari Saudi Arabia.
Dibawah kepemimpinan Faiz Bin Jubeir Drumband Pramuka Al Irsyad Surabaya saat itu sedang mempersiapkan Kejurnas 1986 di Jakarta. Sedangkan Ahmad Salim Basymeleh sebagai pelatih untuk kedisiplinan personil. Dengan persiapan menjelang momen Kejurnas latihan semakin intensif bahkan menambah porsi latihan di lapangan Kodikal Surabaya agar kita terbiasa tampil di lapangan besar.
Dengan persiapan yang matang dan kerja keras semua pengurus dan juga dukungan dari warga Irsyadiyyin baik moril maupun materil serta dengan izin Allah akhirnya Drumband Pramuka Al Irsyad Surabaya berhasil keluar sebagai Juara Nasional. Demikian penuturan Moestofa Bazargan sang pelatih legenda Snar Drum tentang tiga sosok ketua Drumband Pramuka Al Irsyad Surabaya.
Diakhir bincang santai, penulis bertanya kepada Moestofa Bazargan, tentang rahasia sukses sehingga keluar sebagai Juara Nasional dalam Kejurnas serta bagaimana pola pengkaderan pemain Drumband ?
Terhadap pertanyaan tersebut, Moestofa Bazargan menjelaskan sebagai
berikut :
• Salah satu rahasia suksesnya adalah, seluruh personil Drumband
Al-Irsyad adalah MURNI anggota Al-Irsyad, sehingga mempunyai fanatisme dan
semangat yang tinggi untuk mensukseskan timnya.
• Terkait dengan model pengkaderan pemain Drumband pada masa itu
adalah :
➢ Untuk
satu pemain senior snar drum dan sangkakala, berkewajiban mengkader 4 – 5
pemain Yunior. Dengan demikian, 5 pemain senior snar drum dan sangkakala bisa
mengkader masing-masing 25 orang pemain yunior. Alhamdulillah kita tidak sampai
kekurangan pemain.
➢
Sedang untuk pemain tenor, bas drum dan simbel, sifatnya adalah mengikuti irama
yang dimainkan oleh pemain snar drum dan sangkakala.
➢
Khusus untuk pemain belira, ada pelatihan tersendiri dari kakak senior.
➢ Terhadap pemain pemula, semuanya harus pegang seruling. Hal ini dikarenakan untuk mengerti not sebagai basic irama. Setelah menguasainya, bisa lanjut ke alat lain sesuai dengan kecakapannya.
Itulah model pengkaderan yang dilakukan oleh Drumband Pramuka Al-Irsyad Surabaya masa itu. Lebih lanjut Moestofa Bazargan mengatakan, dalam segala kegiatan apapun, maka pengkaderan harus menjadi perhatian. Karena banyak suatu organisasi atau kegiatan, lambat laun akan mati, dikarenakan bukan karena tidak ada dana melainkan kurangnya kader.
Selain Moestofa Bazargan, penulis juga menghubungi Aufa Bahalwan (kakak penulis) yang tinggal di Jakarta dimana Aufa saat itu pegang belira. Aufa menambahkan bahwa generasi pertama yang pegang belira adalah Ady Zakin dan Umar Alamudi. Kemudian generasi kedua hanya dua orang, saya (Aufa) dan Oscar Bobsaid.
Kenang Aufa, "Saya dan Oscar diajari not sama kak Ady Zakin seminggu dua kali (semacam kursus) di Poliklinik Jl. Danakarya 46 Surabaya dimana beliau saat itu sebagai petugas relawan di tempat tersebut." Aufa juga menambahkan, “Jadi nada dasar itu bisa dimulai dari not apa saja dan itu ada rumusnya, ini saya bisa mengerti dari Kak Ady Zakin. Jadi kesimpulannya bahwa untuk memahami not dan memainkan belira itu harus bisa menguasai nada dasar dari berbagai kunci.” Demikian informasi dari Aufa Bahalwan yang telah disampaikan kepada penulis beberapa hari yang lalu.
Untuk mengakhiri perbincangan, penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada para ketua Drumband Pramuka Al-Irsyad Surabaya masa itu. Bagaimanapun juga, penulis dapat seperti ini, salah satunya berkat didikan dan arahan dari para ketua Drumband. Terkhusus untuk Moestofa Bazargan, penulis juga menyampaikan terimakasih, karena banyak sekali informasi yang penulis dapatkan dari beliau. Banyak pelajaran yang penulis dapatkan dari para ketua, diantaranya adalah kesungguhan dalam berlatih, dedikasi dan loyalitas tinggi serta kekompakan dalam bekerja, merupakan salah satu kunci sukses dalam mengikuti kegiatan. Kita kesampingkan ego pribadi dan kelompok untuk satunya visi dan misi, demi terwujudnya cita-cita bersama. Semoga kita bijak dalam mengambil pelajaran dari setiap kegiatan. Aamiin.
Ditulis oleh : Washil Bahalwan
Nara sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar