Washil Bahalwan: SEJARAH BAHALWAN DI INDONESIA

Bung Hatta Ketika berkunjung ke Banda Neira tahun 1973 bertemu Des Alwi dan keluarga Bahalwan.

Keluarga Bahalwan Surabaya

Baris belakang dari kiri ke kanan : Fahmi, Aly, Abah Zen, Husni, Abdullah (Abah Dulah), Saleh (Lee)

Baris depan dari kiri ke kanan : Muhani (Ibu Ani), Himyar, Wardah, Fadhil

Lokasi Rumah Nyamplungan Gang 8 - 69 Surabaya sekitar tahun 1953

Sudah lama terkandung maksud untuk menulis sejarah Bahalwan karena sampai saat ini belum ada yang menulisnya di Indonesia. Baru pada permulaan tahun 1995 saya mencoba menulis namun tersendat. Dengan permintaan Washil bin Zein Bahalwan, menambah motivasi bagi saya untuk menulis sejarah Bahalwan sebelum punah dari ingatan keturunannya. Dulu saya pernah meminta kepada Abdurrahman bin Zein Bahalwan supaya beliau menulis dalam bahasa Arab dengan pertimbangan, bahasa Indonesia tidak mungkin bertahan 1000 tahun, bahkan seluruh bahasa di dunia kecuali bahasa Arab. Beliau menyetujui pemikiran saya tadi dengan berkata : "Insya Allah saya akan menulisnya dan akan berwasiat dalam buku tersebut bila saya wafat, buku saya dipegang oleh Fadhil bin Abdurrahman Bahalwan". Saya mengatakan bahwa buku tersebut cukup saja diserahkan ke ahli warisnya, namun beliau menjawab bahwa yang harus memegang adalah orang yang berminat dalam masalah ini. Apakah beliau sudah menulis atau belum, saya tidak tahu.

Adapun silsilah Bahalwan bentuk pohon di Indonesia dibuat oleh Zein bin Abdurrahman bin Muhammad bin Mubarak Bahalwan. Dan silsilah hanya dari keturunan Abdurrahman bin Muhammad bin Mubarak Bahalwan. Tulisan saya ini bukan seperti bentuk skema namun bentuk cerita. Bahan-bahan yang dikutip dari :

1. Tulisan Abdurrahman bin Muhammad bin Mubarak Bahalwan tentang tanggal

kelahiran anak-anaknya.

2. Tulisan Abdullah bin Abdurrahman Bahalwan tentang tanggal kelahiran, kematian,

dan lain-lain.

3. Tulisan Karamah bin Umar bin Ali Mubarak Bahalwan tentang asal usul

Bahalwan yang terdapat dalam buku " Rasyidatul Akhwan" karangan Zumali

Bahalwan.

Buku ini masih tersimpan dengan baik di Hadramaut. Tujuannya akan dicetak namun karena terbentur biaya maka belum terlaksana.

4. Cerita yang saya dengar langsung dari Zein Bahalwan.

5. Cerita yang saya dengar langsung dari orang tua maupun kakek dan nenek di Banda.

6. Buku-buku sejarah Banda.

Tulisan ini dicatat juga nama-nama mereka yang berminat dalam sejarah Bahalwan yaitu :

1. Rugayah binti Abdurrahman Sabban, istri Abdurrahman bin Muhammad Bahalwan.

2. Abdullah bin Abdurrahman bin Muhammad Bahalwan.

3. Ahmad bin Abdullah bin Abdurrahman Bahalwan.

4. Zein bin Abdurrahman bin Muhammad Bahalwan.

5. Abdurrahman bin Zein Bahalwan.

6. Fadhil bin Abdurrahman Bahalwan.

7. Washil bin Zein Bahalwan.

8. Abdul Aziz bin Abdurrahman Bahalwan.

9. Farid bin Ibrahim Bahalwan.

10. Hisyam bin Ali Bahalwan.

Tulisan ini dibagi dalam beberapa bagian :

I. Asal-usul Bahalwan.

II. Muhammad bin Mubarak Bahalwan.

III. Abdurrahman bin Muhammad bin Mubarak Bahalwan.

IV. Rugayah binti Abdurrahman Sabban dan keluarganya.

V. Usaha Abdurrahman dilanjutkan oleh anak-anaknya.

VI. Anak-anak Abdurrahman bin Muhammad Bahalwan.

VII. Zaman krisis.

VIII. Bertemu dengan Farooq Bahalwan dari Abu Dhabi.

IX. Pulau Banda.

X. Foto-foto copy.

Demikian sejarah Bahalwan bila terdapat kesalahan mohon bantuan untuk memperbaiki tentu dengan data-data lengkap. Bagi mereka yang tidak terdapat nama keluarga ibunya (ulil arham), saya menganjurkan supaya mereka ikut juga menulis sebelum hilang di kemudian hari.

Surabaya, 3 November 1995

Fadhil Bahalwan

Penulis Sejarah Bahalwan di Indonesia

Washil Bahalwan

(Penggagas penulisan sejarah Bahalwan)

Keluarga Fadhil Bahalwan-Rumah Jl. Karangmenjangan I/9 Surabaya Tahun 1975

Fadhil Bahalwan adalah penulis sejarah Bahalwan. Beliau dari muda akrab dan bergaul dengan saudara kakeknya, yaitu Abdullah Bahalwan dan Zein Bahalwan. Beliau banyak mendapat informasi dari mereka berdua.

Fadhil Bahalwan (duduk paling kanan).
Bashri Bin Umar Bahalwan (di belakang-baju putih).

Kenangan : Rumah Fadhil Bahalwan bersama ibunya (Ibu Ani Bahalwan) di Jl. Karangmenjangan 1/9 Surabaya tahun 1966.

Dari kanan ke kiri : Faisal, Ali, Farid, Sholah Kabiran, Ibrahim, Ibu Ani.

Belakang : Fadhil Bahalwan, Rugayah Ba'adilah

Keluarga Bahalwan Surabaya

Hari Tasyakuran Fadhil Bahalwan dan kelurga awal pindah di rumah Mulyorejo Tengah, Surabaya, tanggal 23 Juli 1983.

Dari kanan (atas) : Himyar, Samijan, Helmi Sabban, Zed, Husni (Oce), Haris (Lalit), Fuad Alkatiri.

Dari kanan (duduk) : Husni, Ali, Fahmi, Rusdi

SEJARAH BAHALWAN DI INDONESIA

HADRAMAUT

Keterangan:

Lingkaran biru : Karamah Bin Umar Bahalwan di Aden, Yaman.

Lingkaran Merah : Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan di Banda Neira

Lingkaran Hijau : Zein Bin Abdurrahman Bahalwan

Lingkaran Pink : Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan

Lingkaran Coklat : Washil Bin Zein Bahalwan

Lingkaran Orange : Faisal Bin Karamah Bahalwan Abu Dhabi

Lingkaran Ungu : Faruq Bin Karamah Bahalwan Abu Dhabi

Lingkaran Hitam : Ahmadun Bin Abdullah Bahalwan Samarinda

Dua Lingkaran Merah : Bahalwan Abu Dhabi

Dua Lingkaran Biru : Bahalwan Yaman

Dua Lingkaran Hijau : Bahalwan Tanjung Selor, Kalimantan Timur

Dua lingkaran Coklat : Bahalwan Pasuruan

Dua lingkaran Hitam : Bahalwan Banda Neira dan Surabaya

Silsilah Bahalwan Indonesia

Dari generasi pertama, Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan, sampai generasi kelima.

Silsilah ini disusun oleh Helmi Bin Zein Bahalwan yang disesuaikan dengan silsilah yang disusun oleh pamannya, Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan.

Surabaya, 17 Romadhon 1416 H / 7 Februari 1996 M

Lingkaran Merah : Helmi Bahalwan

Lingkaran Hijau : Washil Bahalwan

Lingkaran Biru : Fadhil Bahalwan

I. AlBahalwan di Indonesia hampir semua keturunan Abdurrahman bin Muhamad bin Mubarak Bahalwan mengetahui bahwa Muhamad bin Mubarak Bahalwan adalah seorang Arab kelahiran Gurfa, Hadramaut, namun sambungan silsilah selanjutnya baru diketahui sekitar tahun 1948 ceritanya sebagaI berikut:

Abdullah Baljun seorang Arab kelahiran Gurfa, Hadramaut hendak mengunjungi keluarganya di Gurfa, Hadramaut beliau menganjurkan kepada Zein bin Abdurrahman Bahalwan menulis surat untuk keluarga Bahalwan yang ada di Gurfa, dengan katanya beliau sendiri yang akan mengantarkan dan menceritakan tentang Al-Bahalwan di Surabaya kepada Al-Bahalwan di Gurfa. Atas permintaan Zein Bahalwan anaknya Abdurrahman Bahalwan menulis surat kepada keluarga Bahalwan di Gurfa karena Abdurrahman seorang guru bahasa Arab, Surat tersebut setelah dibaca oleh keluarga Bahalwan Gurfa kemudian dikirim kepada Karamah bin Umar bin Ali bin Mubarak di negeri Aden, karena mereka menganggap Karamah orang yang mengerti masalah keturunan, Balasan surat Karamah oleh Zein Bahalwan dikirim kan kepada Abdullah Bahalwan di Banda Neira dengan permintaan agar dibalas atas nama Bahalwan Indonesia, Karena pertimbangan, beliau yang tertua mengerti masalah keturunan, juga beliau dapat menulis dalam bahasa Arab. Surat balasan Abdullah Bahalwan ditulis dengan terperinci mulai datanya Muhamad Bahalwan dari Semarang sampai ke Surabaya serta anak-anaknya juga, nama istrinya seorang Indonesia sampai hari wafatnya 23 Juli 1878, Demikian pula Abdurrahman bin Muhamad dan nama anak-anaknya serta tanggal kelahiran ataupun kematiannya. Begitu pula pekerjaan semasa hidupnya. Yang menarik dalam hal ini ialah ketelitian memeriksa silsilah yang ada di Hadramaut dan penjagaan silsilah turun - temurun dalam satu buku namanya RASYIDATUL ACHWAN tulisan Zummali Bahalwan, Dari buku itulah kita mengetahui asal usul Bahalwan dari Bani Adnan tempat tinggal mereka di Madain Saleh yaitu negeri Arab bagian utara, Dari keturunan ini ada yang berpindah ke Yaman dan berketurunan di sana, Salah seorang yang termasyhur dari mereka ialah Imam Nasrudin Abdullah Bahalwan Gubernur di Zele' Afrika dalam kekuasaan kerajaan Yaman, Namanya dipuji dalam buku Diwan Alydrus halaman 46-96-97 dan halaman 163.

Dari keturunan Bahalwan di Yaman yang berpindah ke Hadramaut namanya Geis beliau bekerja sebagai tentara pada kerajaan Yaman pada tahun 1079 H pada Imam Al Muttawakkal allallah namanya Ismail. Oleh Imam Yaman beliau dipindahkan dari negeri Bahrath daerah Sana'a, ditugaskan di negeri Khijrien daerah Hadramaut, Beliau wafat disana anak-anaknya berpindah ke Gurfa di negeri Ba’abbad, Kemungkinan istrinya dari daerah Gurfa. Dari keturunan Geis ini ialah Achmad, Abu Bakar, Zumali, Abdullah.

Ghurfah - Khijrien : Adalah tempat tinggal Al-Bahalwan

A. Achmad tidak punya keturunan kecuali Muhamad bin Umar,

B. Dari keturunan Abu Bakar yang pindah ke Jawa Indonesia ialah bin Abdurrahman bin Muhamad bin Ibrahim bin Abu Bakar bin Geis. Dari keturunan ini tidak diketahui dengan pasti dimana mereka berada, ± tahun 1925 Salim bin Abdurrahman bin Mubarak menerima surat dari Hadramaut namanya Ibrahim Bahaiwan beliau minta bantuan uang untuk ongkos perjalanan dari Hadramaut ke Jawa dengan tujuan mencari keluarganya di Indonesia, Namun karena menghadapi zaman malese permintaan tersebut tidak dapat dikabulkan. Barangkali yang dimaksud keluarganya yang hilang dari keturunan Abu Bakar ini, Ada yang mengatakan beliau telah pindah ke Sumatra kemudian ke Malaysia, Saya (Fadhil) telah menanyakan masalah ini kepada Zein Bahalwan mungkinkah keturunan Abu Bakar yang Hilang ini Bahalwan yang terdapat di Pasuruan? Namun menurut Zein Bahalwan nama-nama dari keturunan Bahalwan di Pasuruan berbeda dengan silsilah kiriman Karamah, Walaupun demikian kenyataan merekalah yang nama Bahalwan kemungkinan besar mereka inilah dari keturunan Abu Bakar.

Sebagai tambahan:

Bahalwan yang dimaksud ialah:

1. Salim mempunyai dua anak di desa Pasuruan.

2. Said tidak berketurunan kecuali dua anak tanpa cucu yaitu Abdur rahman dan Rugayah.

3. Fatimah kawin dengan Hasan bin Abdurrahman bin Muhamad bin Mubarak Bahalwan. Mempunyai tiga orang anak.

C. Dari keturunan Zumali yang pindah ke Indonesia (Donggala) ialah Bakran

bin Ali bin Bakran bin Umar bin Zumali bin Geis. Dari Donggala berpindah

ke Tanjung Selor Bulungan Kalimantan Timur. Keturunannya terdapat disana

sampai sekarang. Dari keluarga ini terdapat nama Hassan Bahalwan dengan

alamat Tanjung Selor yang mempunyai hubungan surat menyurat dengan

Bahalwan Surabaya sampai tahun 1940.

D. Dari keturunan Abdullah yang pindah ke Indonesia (Jawa) ialah di kota

Semarang kemudian ke Surabaya ialah Muhamad bin Mubarak bin Muhamad

bin Salim bin Abdullah bin Geis dan Muhamad ini menetap di Surabaya

sampai wafatnya 23 Juli 1878.

Hadramaut

II. Muhamad bin Mubarak Bahalwan

Lahir di Gurfa Hadramaut tidak diketahui hari kelahirannya, hijrah ke Indonesia di kota Semarang sekitar pertengahan abad 19 atau ± tahun 1845. Memang waktu itu banyak orang Arab yang berpindah ke Indonesia. Salah satu temannya ialah Abdurrahman Sabban. Menurut cerita pekerjaan Muhamad Bahalwan adalah pedagang dengan mengendarai kapal layar. Banyak orang Arab yang datang di Indonesia menumpang di kapalnya. Sebagai pedagang beliau pernah berlayar sampai di negeri Cina juga di bagian timur kepulauan Indonesia, Kemudian bersama temannya Abdurrahman Sabban keduanya kawin di Semarang. Dan temannya Abdurrahman Sabban ini yang kemudian hijrah ke Banda Neira. Istri Muhamad bin Mubarak Bahalwan namanya Nur binti Syarwan dari suku melayu Indonesia. Dari Nur binti Syarwan beliau memperoleh 4 anak perempuan dan 1 laki-laki dengan nama sbb:

1. Muhani kawin dengan Abdullah bin Muhamad Basalamah tinggal di Semarang.

2. Aminah kawin dengan Zein bin Salim Basalamah tinggal di Surabaya. Anak-anaknya tinggal di Bangil Pasuruan dan Malang. nama-nama anaknya:

1. Muhamad

2. Salim

3. Abdullah

4. Chadijah (Ili)

5. Muhani ibunya ibu Fatmah Basalamah neneknya Ahmad Baraja.

3. Aisyah kawin dengan Said Tarmum, anaknya bernama Nur Tarmum.

4. Salmah kawin dengan Umar Assegaf, keturunannya ialah Abdullah Assegaf Jl. KS. Tubun NO. 11 Gresik.

5. Abdurrahman kawin dengan Rugayah binti Abdurrahman Sabban putri dari temannya bapaknya yang dulu tinggal di Semarang.

Kemudian Muhamad bin Mubarak Bahalwan dari Semarang hijrah ke Surabaya. Setelah anaknya Abdurrahman Bahalwan dewasa beliau mengadakan perjalanan ke Banda Neira bersama anaknya. Abdurrahman bin Muhamad Bahalwan di tahan di Banda Neira oleh temannya yang dari Semarang Abdurrahman Sabban kemudian dikawinkan dengan putrinya Rugayah Sabban.

Muhamad bin Mubarak Bahalwan tidak hadir pada hari perkawinan anaknya Abdurrahman, karena kapal yang beliau bawa hancur dalam perjalanan, maka beliau bermukim di Surabaya sampai wafatnya pada tanggal 23 Juli 1878 dikuburkan dimakam Kapas Jl Kenjeran Surabaya, karena pada waktu itu kuburan Arab di Jl. Sidorame belum ada. Nisannya yang terbuat dari kayu jati hilang diambil-orang waktu perang tahun 1942. Demikian keterangan dari Zein Bahalwan. Beliau wafat meninggalkan seorang istri dan lima orang anak.

III. Abdurrahman bin Muhamad bin Mubarak Bahalwan.

Lahir di Semarang sekitar tahun 1856 tanggal kelahirannya tidak diketahui namun diperkirakan atas dasar perhitungan hari perkawinannya pada usia 18 tahun. Ibunya Nur binti Syarwan suku Melayu bangsa Indonesia. Dalam usia muda mengikuti orang tuanya ke Surabaya. Beliau dapat menulis dengan baik dalam bahasa Arab sehingga bukan buta huruf.

± umur 17 tahun mengikuti perjalanan abanya ke Banda Neira, disana beliau ditahan oleh teman bapaknya Abdurrahman Sabban yang sudah lama berada disana dari kota Semarang, dengan maksud akan dikawinkan dengan putrinya Rugayah binti Abdurrahman sabban. Dalam perjalanan kembali ke Surabaya kapal abanya rusak sehingga abanya tidak dapat kembali ke Banda Neira pada waktu pernikahan anaknya. Pekerjaannya di Banda ialah mula-mula membantu di toko Abdurrahman Sabban kemudian berdagang sendiri.

Pada tahun 1874 menikah dengan Rugayah binti Abdurrahman Sabban, umur Abdurrahman Bahalwan pada waktu itu 18 tahun dan istrinya umur 13 tahun demikian menurut catatan, Dari perkawinannya beliau memperoleh 10 orang anak: 7 laki-laki dan 3 orang perempuan semua lahir di Banda Neira.

1. Abdullah lahir 12 April 1876 menikah dengan Salmah binti Abdul Kadir Billahmar dan Boke/Maryam C.

2. Salim lahir 19 Agustus 1877 menikah dengan Nur Sabban dan Anawiyah,

3. Muhamad lahir 13 Maret 1880 menikah dengan Muhani Binti-Salim Sabban dan Halimah.

4. Fatimah lahir 4 Juni 1882 menikah dengan Ahmad bin Abdullah Sabban.

5. Zainah lahir 2 November 1884 menikah dengan Abu Bakar bin Abdullah Sabban.

6. Umar lahir 4 Mei 1887 menikah dengan Muhani binti Abdullah Sabban.

7. Hasan lahir 3 November 1889 menikah dengan Fatmah Bahalwan dari Pasuruan,

8. Zein lahir 1 Februari 1892 menikah dengan Rugayah binti Muhammad Baadila + Latifah dari Bangil

9. Said lahir 25 Februari 1893 menikah dengan Hasbiah Magrib.

10. Salmah (Salimun) lahir 18 September 1894 menikah dengan Achmad bin Muhamad Sabban.

Pada tanggal 24 September 1894 beliau berpulang ke Rahmatullah dalam usia ± 38 tahun meninggalkan seorang istri umur 33 tahun dengan 7 anak laki-laki dan 3 perempuan. Anak yang bungsu berumur 6 hari yang tertua umur 18 tahun meninggalkan sebuah rumah, disitulah tempat tinggal dan tempat berjualan. Beliau dikuburkan di makam Islam Neira. Menurut cerita orang tua-tua di Banda sebelum Abdurrahman Bahalwan wafat beliau sudah merencanakan pindah dengan keluarga ke Surabaya namun gagal karena beliau meninggal, setelah beliau wafat hartanya dipegang oleh Weskamar. Atas permintaan istrinya dan dibantu oleh Chung Baadila (kapten Arab pada waktu itu). harta, toko dan isinya dijalankan oleh anaknya yang tertua Abdullah dibantu oleh adiknya Salim dengan ketentuan Weskamar harus diberikan biaya hidup Rp. 5,- perbulan untuk tiap anak laki-laki dan Rp. 2,5,- untuk anak perempuan selama 6 tahun. Apabila tidak diberikan belanja kepada ibunya seperti permintaan Weskamar diatas, maka beliau akan dimasukkan dalam penjara. Abdullah dalam usia muda berhasil mengolah toko bukan saja selama 6 tahun bahkan dapat menanggung saudara-saudaranya sampai mereka semua berkeluarga.

Pintu Kapal : Artinya di area inilah pintu masuknya kapal besar karena lautnya sangat dalam.

IV. Rugayah binti Abdurrahman Sabban dan keluarganya

Keluarga Rugayah binti Abdurrahman Sabban (Hababa Neng) dengan anak-anak dan keluarganya di Banda Neira tahun 1931.

Duduk Dari kiri ke kanan : Maryam Chai,Hababa Neng(Rugayah Sabban), Zainah, Fathum, Salma (Salimun)
Berdiri Dari kiri ke kanan : Muzenah (dua dari kiri), Aminah,Mas'at Sabban, Ema Sabban, Musa Sabban (Halmahera)
Belakang Dari kiri ke kanan : Ahmad Sabban (suami Fathum), Abdurrahman Bahalwan menggendong Fadhil Bahalwan, Abu Bakar Sabban (suami Zainah)

1. Lahir di kampung Tabaliku (kebun sirih) Banda Neira tahun 1861 menikah dengan Abdurrahman Bahalwan pada usia 13 tahun, tahun 1874. Pada usia 33 tahun: (1894) suaminya meninggal dan tidak menikah lagi sampai wafatnya tahun 1946 dalam usia 85 tahun, meninggalkan 10 anak 41 cucu dan 33 cicit. Almarhumah dapat membaca huruf Arab dalam bahasa Indonesia. Saya masih ingat cerita beliau dari buku kisah nabi-nabi.

Bapaknya ialah Abdurrahman Sabban seorang pedagang juga sebagai tempat bertanya tentang hukum Islam oleh masyarakat Banda. Abanya Abdurrahman Sabban lahir di kota Sion Hadramaut. Pindah ke Semarang sekitar pertengahan abad ke 19 menikah di Semarang dan memperoleh 3 orang anak.

1. Aisyah kawin dengan Assagaf di Semarang.

2. Abdullah kawin dengan Zakiyah Lahmady, Fatimah Lahmady, Kiki Hulan dan Sima (Jawa) Semarang.

3. Salim kawin dengan Arina (Jawa) .

Yang terakhir Abdurrahman Sabban menikah dengan Umi Lahmady mempunyai anak namanya Nikmah nenek dari Ce Alamudy. Sebelumnya beliau menikah dengan wanita Hadramaut dan mempunyai seorang anak namanya Muhamad. Menurut keterangan ibunya Muhamad dari Billahmar. Anak Muhamad namanya Achmad yang kemudian menikah dengan Salmah binti Abdurrahman Bahalwan. Ibunya Achmad anak Imam kerajaan Saleman (Wahai).

Anak-anak Abdullah Sabban dan Salim Sabban ada dalam silsilah Sabban tulisan saya. Demikian saudara-saudara sebapak dari Rugayah binti Abdurrahman Sabban.

2. Ibu dari Rugayah Sabban seorang putri asli Banda yang beragama Islam namanya Puasa, Menikah dengan Abdurrahman Sabban, Setelah beberapa tahun kemudian bercerai, kemudian bekas istrinya (Puasa) menikah lagi dengan seorang keturunan Cina namanya Am Cho yang telah memeluk agama Islam, Dari perkawinan ini ibunya memperoleh 4 orang anak.

1. Achmad (Datuk Pat).

2. Abdurrahim (Datuk Nyong) .

3. Rugayah muda (Ibunya Muznah Baadila) .

4. Zahra.

Atas permintaan Am Cho semua anak-anaknya diberi nama oleh Abdurrahman Sabban. Dengan demikian Rugayah Sabban mempunyai 4 orang saudara sebapak dan 4 orang saudara seibu dan 2 orang saudara susu yaitu:

1. Chung Baadila.

2. Saggaf bin Alwi Assegaf.

Kedua orang ini pernah menjabat kapten Arab di Banda.

Di samping saudara-saudaranya beliau mempunyai famili yang besar dan keluarga ibunya orang Banda di kampung Salamun dan kampung Ferhofen.

Menurut cerita Zein Bahalwan tiap-tiap upacara adat "Buka kampung"' di Salamun selalu anak-anak Bahalwan diundang. Suatu peristiwa yang sangat berkesan di hati beliau, ketika Zein Bahalwan dan Muhamad Bahalwan bersama seorang Arab dari Geser menghadiri upacara adat tersebut. Dengan genderang yang bertalu-talu menunjukkan jam 12.00 malam keluarlah 2 orang sesepuh berpakaian adat mempersilakan Bahalwan memasuki rumah adat mengikuti upacara adat yaitu Terbuka Puang. Teman yang dari Geser hendak ikut. masuk namun dicegah dengan katanya; "Maaf tuan upacara ini hanya untuk tuan tanah (anak cucu keturunan Salamun). Begitu tinggi penghargaan dari sesepuh negeri Salamun.

Cakalele dan Bambu Gila adalah tradisi rakyat Banda Neira

Demikian pula tiaptiap pertunjukkan upacara adat Cakalele di Neira seperti pada tanggal 17 Agustus pada zaman sekarang mereka singgah juta ke rumah Bahalwan dengan mengadakan pertunjukkan Cakalele semata-mata menghormati anak cucu negeri Salamun. Begitu pula tiap-tiap ada kesusahan atau perayaan, mereka selalu menyumbang tenaga seperti menggali kubur, memasang tenda bahkan sampai menyumbang ikan yang tidak sedikit jumlahnya, karena kebanyakan dari mereka adalah nelayan. Selebihnya nama-nana mereka akan ditulis dalam buku tersendiri.

Belang-Tradisi Rakyat Banda Neira

V. Setelah wafat Abdurrahman, bin Muhamad Bahalwan, usahanya di jalankan oleh Abdullah dan Salim bin Abdurrahman Bahalwan. Ditangan beliau berdua usaha toko bertambah maju, sehingga beliau menyewa satu rumah besar di kampung Nusantara (belakang Werek) . Beliau kumpulkan ibu dan saudara-saudaranya tinggal di rumah itu, kemudian di rumah tersebut beliau mengawinkan adik-adiknya dan tinggal bersama di rumah tersebut. Kemudian beliau dengan semua saudara-saudaranya dan ibu pindah ke rumah Besi (Kampung Ratu). Dari sana pindah lagi ke rumah saudaranya Salim, disitulah ibunya meninggal dunia. Usaha Abdullah selain toko, beliau membuka beberapa Industri:

A. Industri sabun:

Produksi sabun dimasukkan ke maskapai Belanda yang dikepalai oleh Lans, dijual untuk seluruh Maluku dan Irian.

B. Industri kulit:

Dipegang oleh Omar bin Abdurrahman Bahalwan. Mutunya tidak kalah dengan buatan Eropa. Hasilnya disupplei untuk daerah Maluku dan sekitarnya, Pengetahuan menyamak kulit dari Umar Bahalwan sendiri bahkan beliau membuka cuci/cetak film termasuk mengambil gambar.

C. Industri syrup (strop):

Dipimpin oleh Zein Bahalwan, pemasarannya untuk daerah Maluku dan sekitarnya. Produksinya ribuan botol dengan logo yang sangat menarik, dengan gambar kota Neira yang diambil dari gunung api dan penutup botol dari aluminium dengan merek Bahalwan.

Saya masih ingat cerita Zein Bahalwan sekali peristiwa, kehabisan bahan asense menghadapi lebaran oleh Zein Bahalwan sudah diingatkan kepada pimpinan Abdullah Bahalwan. Alangkah terkejut melihat Abdullah Bahalwan membuat asensi sendiri yaitu dengan mencampur beberapa minyak jadilah asensi sambil menyuruh Zein Bahalwan mencium baunya bukankah sama dengan aslinya seperti asensi Rose, fanili, frambose dll. Zein Bahalwan menganggap benar-benar kakaknya Abdullah orang pintar. Syrup mereka Bahalwan termasuk No. 1 di Banda karena tidak mudah busuk berbeda dengan syrup Eng Djiang perusahaan syrup orang Cina tidak dapat tahan lama, cepat rusak.

D. Perusahaan obat-obat:

Dengan memproduksi minyak Churasan (Harsani).

Pengetahuan minyak ini mereka dapat dari seorang asal Churasan (Iran). Waktu dia berada di Banda minyak ini diproduksi oleh Salim bin Abdurrahman Bahalwan di Surabaya juga Said Bahalwan di Banda. Obat panu, kurap dll dibuat di Banda oleh Said bin Abdurrahman Bahalwan.

E. Selain dari perusahaan-perusahaan tersebut juga memproduksi jamu ditangani langsung oleh nenek kita Rugayah Sabban disamping usahanya menyewakan pakaian kemanten.

F. Perusahaan ini bergerak dibidang pembuatan kue dikerjakan bersama keluarga. Terkenal dengan mutunya karena banyak orang yang tidak mengerti cara pembuatan kue-kue mentega. Oleh karena itu Bahalwan lebih unggul dalam pemasarannya sampai di Irian kepulauan Aru Seram dan sekitarnya.

G. Karena perdagangan Pala merosot dan berkurangnya sirkulasi perdagangan termasuk perusahaan-perusahaan tersebut, maka Abdullah Bahalwan membuka perkebunan di Seram dengan nama perkebunan "Bustan Halwan". Dari perkebunan inilah yang menanggung anggaran Bahalwan di Banda sampai perkebunan kelapa tersebut dilelang, karena kalah dalam perkara di pengadilan Makasar. Kekalahan bukan disebabkan kesalahan Bahalwan, ceritanya begini:

Sabun yang diproduksi Bahalwan dimasukkan ke Maskapai Belanda yang dikepalai oleh Lans, sebaliknya Bahalwan mengambil sebagian bahan sabun dari maskapai tersebut. Setelah lama berjalan maskapai tersebut mengingkari menerima sabun dari Bahalwan. Pengambilan bahan sabun dimasukkan sebagai utang sebaliknya mengingkari penerimaan sabun dari Bahalwan. Bahalwan mengambil advocat bangsa Belanda, lawan juga mengambil advocat orang Belanda. Dalam keputusan pengadilan Bahalwan dikalahkan. Berkas perkara Bahalwan tidak dikembalikan dengan lengkap. Dalam surat sertakan kepada advokat Bahalwan barulah dikembalikan. Sekarang mengertilah bahwa kedua advokat sudah kompromi untuk mengalahkan Bahalwan. Itulah sebabnya advocat Bahalwan yang berikut Mr. Sunaryo dan Mr. Iwa Kusuma Sumantri yakin bahwa Bahalwan yang benar. Karena gengsi jua sampai Bahalwan dikalahkan dalam perkara perdata tersebut.

Banda Neira Tempo Doeloe

Usaha yang paling menonjol dari anakanak Abdurrahman yaitu Abdullah Bahalwan dan salim Bahalwan, sehingga nama Bahalwan sangat cemerlang pada waktu itu. Lain dari pada itu Abdullah sangat terkenal di daerah Banda, karena kemampuan memimpin umat yang begitu besar juga pandai dalam ilmu agama, bahasa Arab, dan pengetahuan umum seperti ilmu-ilmu Geografi, Falaq, Sejarah, Tata Negara, Matematika, Kimia. Karena itulah hampir semua teman-teman dari golongan cendekiawan seperti :

- Moh. Hatta

- Iwa Kusuma Sumantri

- dr. Suroyo

- Ny. I.K. Sumantri

- Dr. Suherman

ada beberapa dokter dari Jawa dan para amtenar Belanda dll. Itulah sebabnya beliau ditunjuk sebagai qadi untuk orang Arab dan sebagai penasehat hukum Islam untuk para imam masjid di Banda. Guru beliau yang mengajar agama Islam adalah Haji Akib seorang ulama yang dibuang Belanda di Banda dari Banten.

Pada sekitar tahun 1940 beliau mendirikan sekolah agama di Banda sampai beliau pindah di Surabaya pada tahun 1953, wafat pada tahun 1956 dalam usia 80 tahun. Saudara beliau menonjol ialah Salim Bahalwan sekitar tahun 1914 hijrah ke Surabaya dan mendirikan perusahaan namanya Comisioner Bahalwan. Langganannya meliputi seluruh Indonesia. Hasan dan Zein Bahalwan ikut bekerja pada beliau. Selain itu beliau juga membuka industri sabun dan minyak Charsani. Dan satu usaha yang sangat terkenal bagi masyarakat Arab ialah membangun sekolah Arab dengan nama " Madrasah Al-Ma'arif ". Kepala sekolah Mualim Musrsyidi seorang guru dari Mesir. Pujian kepada beliau Salim Bahalwan diucapkan oleh Al Ustad Achmad Sungkar. Pada waktu kedatangan Farooq bin Karamah bahalwan tahun 1993 dirumah Hasan Al-Katiri Jl. Hamzah Fansyuri No. 17 Surabaya, dalam usahanya membangun sekolah Arab di Surabaya, sekolah tersebut bubar karena mengikuti ajaran Muhammad Alamudi supaya sekolah tersebut dikelola oleh perkumpulan Arab namanya Alwehdatul Arab. Dengan penyerahan sekolah tersebut dari pendiri usaha perorangan kepada perkumpulan Alwehdatul Arab tidak lama kemudian sekolah itu bubar.

VI. Anak-anak Abdurrahman bin Muhammad Bahalwan.

Aba Dula ( Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan – Rumah Ratu atas Kampung Cina, Banda Neira, 30 April 1945 )

Beliau adalah Tokoh Agama di Banda Neira dan senang dengan ilmu pengetahuan.
Sahabat karib beliau : Bung Hatta, Mr. Iwa Kusumo Sumantri, dr.Cipto Mangunkusumo, dr.Suroyo, dll.

A. Abdullah Bahalwan kawin dengan Salmah binti Abdul kadir Billahmar tahun

1893. Anak-anaknya ialah :

1. Muhani lahir Agustus 1897 kawin dengan Abdurrahman bin Salim Bahalwan

meninggal dunia 30 Januari 1991 anaknya bernama Fadhil Bahalwan.

2. Achmad Bahalwan lahir tahun 1898 kawin dengan Aminah binti Umar

Bahalwan meninggal tahun 1971. Anak-anaknya :

1. Saleh Bahalwan.

2. Fahmi Bahalwan.

3. Husni Bahalwan.

4. Laila Bahalwan.

5. Faisal Bahalwan.

3. Chadijah ( Ili ) lahir tahun 1902. Kawin dengan Saleh bin Salim Bahalwan.

Tidak berketurunan.

4. Ibrahim lahir tahun 1906, meninggal tahun 1979.

Anak-anaknya :

1. Wardah Bahalwan.

2. Farid Bahalwan.

3. Faridah Bahalwan.

4. Salmah Bahalwan.

5. Feryal Bahalwan.

6. Fullah Bahalwan.

7. Anisah Bahalwan.

8. Rusydah Bahalwan.

9. Effah Bahalwan.

10. Mirfath Bahalwan.

Setelah istrinya Abdullah meninggal dunia tahun 1911 beliau kawin lagi dengan Boke orang Melayu Banda mempunyai seorang anak namanya Umar, lahir tahun 1917 menikah dengan Rukiah Modal. Anak-anaknya :

1. Basri Bahalwan

2. Sundus Bahalwan

3. Effendi Bahalwan

4. Retni Bahalwan

5. Fitri Bahalwan

6. Zaidun Bahalwan

7. Nilfat Bahalwan

8. Sabri Bahalwan

9. Hindun Bahalwan

10. Lutfiah Bahalwan

Tahun 1937 Boke diceraikan dan kawin dengan Maryam Cai keturunan Cina tidak punya anak.

Keluarga Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan Banda Neira Tahun 1946.

Beliau duduk di tengah-tengah anak dan cucunya

Keluarga Umar bin Abdullah Bahalwan - Ambon

Effendi Umar Bahalwan dan Saudara-saudaranya - Ambon

TAMBAHAN

Selain sebagai seorang pengusaha, juga pandai dalam ilmu pengetahuan. Beliau mempunyai bakat seni. Masih ada tulisan syair beliau dalam bahasa Arab maupun Indonesia. Syair dalam bahasa Indonesia khususnya dalam bidang agama. Beliau pandai juga mengarang lagu seperti lagu :

1. Biladil Hijazi

2. Taallamal Ilma

3. Alif ba tha dll.

Lagulagunya telah saya rekam dengan suara saya sendiri. Selain itu beliau pandai juga mengarang cerita. Sekitar tahun 1938 atas permintaan kelurga Iwa Kusuma Sumantri pada tipa malam Rabu beliau bercerita karangan beliau sendiri seperti cerita 1001 malam. Setengah jam diskusi ilmiah sesudah itu cerita. Yang hadir selain keluarga Iwa Kusuma Sumantri, bung Hatta, dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Suroyo dll dengan hidangan makanan kecil. Maklum waktu itu tidak ada hiburan seperti sekarang. Apalagi di Banda, beliau juga mengajar ilmu agama kepada Iwa Kusuma Sumantri dan nyonya. Oleh karena itu, nama beliau tertulis dalam tulisan Iwa Kusuma Sumantri dalam majalah terbitan Makasar, juga tulisan dalam buku bung Hatta nama beliau disebut sebagai orang pandai. Itulah sebabnya waktu beliau berada di Surabaya Mr. Iwa Kusuma Sumantri pada waktu itu sebagai Menteri Pertahanan datang menjenguk beliau di Nyamplungan VIII/69 Surabaya sekitar tahun 1953.

Nyamplungan Gang VIII Surabaya - 12 Januari 2015

Beliau mempunyai koleksi buku + 2 lemari besar banyaknya. Berlangganan majalah dan koran dalam negeri juga berlangganan majalah bahasa Arab dan Mesir, disamping koran Ummul Qura yang beliau terima gratis hadiah dari Raja Ibnu Saud dari Saudi Arabia. Beliau rajin tulis menulis. Semua surat dibuatkan copy disimpan dalam arsip dan semua usaha dibukukan dalam buku dagang yang teratur masih disimpan sampai sekarang di Banda.

Sedikit tambahan :

Foto copy surat waktu itu caranya dengan bahan agar-agar yang telah dimasak dan didinginkan, kertas fotocopy dilekatkan pada agar-agar untuk mengambil bekas surat asli yang telah dilekatkan lebih dahulu. Salah satu koleksi lukisan raja Inggris dan Shakespeare. Atas persetujuan ahli waris Abdullah Bahalwan dihadiahkan kepada Faisal bin Ahmad Bahalwan.

B. Salim bin Abdurrahman bin Muhammad bin Mubarak Bahalwan ( 1877-1957 ).

Lahir di Banda Neira dan meninggal di Jakarta yang kemudian dikuburkan ke pemakaman

Tanah Abang. Pemakaman Tanah Abang oleh pemerintah DKI dipindahkan ke

pemakaman Pasar Minggu. Demikian pula anaknya, Abdul Qadir Bahalwan. Menikah

dengan Nur binti Abdullah Sabban.

Anak-anaknya :

1. Abdurrahman Bahalwan lahir 31 Mei 1902. Nama anak-anaknya :

Abdurrahman Bin Salim Bahalwan beserta anak-anaknya

- Abdul Khaliq Bahalwan lahir + tahun 1926.

- Fadhil Bahalwan lahir tahun 1929.

- Barkah Bahalwan, lahir tahun 1936, meninggal tahun 1988.

2. Anak-anak : Salih, Husein, Abud, dll tidak ditulis karena tidak berketurunan.

Menikah lagi dengan Anawiyah orang Melayu Banda. Anak-anaknya :

1. Ustadz Ahmad Bahalwan lahir tahun 1907.

Anak-anaknya : 1. Nobel

2. Nizar

3. Fauzi

4. Faisal

5. Eva

6. Faiqah

7. Ni'mah

Ustadz Ahmad Bin Salim Bahalwan tinggal beserta keluarga di Depok, Jakarta

Ustadz Ahmad Bin Salim di ruang kerja kantor Departemen Agama, Depok-Jakarta

Ustadz Ahmad (tiga dari kanan). Suasana di Hotel Muda Bali, 25 Januari 1953 dalam rangka kunjungan kerja Depag.

Ide Pedama Ngancung, Kepala Agama Hindu Bali (pakai kuncir)

Suasana di Hotel Muda Bali. Ustadz Ahmad (duduk tiga dari kiri)

Ustadz Ahmad (dua dari kiri)

Di muka kantor Depag dalam rangka penyambutan Dirjen Kementrian Agama, Sdr. Kafrawi tanggal 14 Februari 1953

Keluarga Ustadz Ahmad bin Salim Bahalwan Depok

2. Ustadz Abdul Qadir Bahalwan ( 1909-1974 )

Ustadz Abdul Qadir Bin Salim Bahalwan tinggal di Jakarta

(Beliau Pejabat Depag RI)

Ustad Abdul Qadir Bahalwan bersama istri (Nafi'ah Attamimi). Beliau adalah Pejabat Eselon IV Depag RI menghadiri undangan dari Presiden RI, Ir. Soekarno tahun 1955

Anak-anaknya : 1. Durrah

2. Maryam ( Merry )

Tahun 1914 pindah ke Surabaya. Usahanya di Surabaya ialah dalam bidang niaga atau komisioner, dalam bidang industri ialah sabun dan minyak obat "Charsani", juga sebagai pendiri sekolah Arab "Al-Ma'arif". Ketika berada dalam masa perang dunia II, beliau hijrah ke Banyuwangi. Istri dan menantunya meninggal disana, dikuburkan di desa Tomuguru Banyuwangi. Beliau pindah ke Jakarta tahun 1956. Satu tahun kemudian meninggal tahun 1957.

C. Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Mubarak Bahalwan ( 1880 - 1945 ).

Lahir dan meninggal di Banda Neira. Menikah dengan Muhani binti Salim Sabban,

tidak berketurunan. Menikah lagi dengan Halimah binti Hasan, orang Melayu dari

Singapura. Anak-anaknya :

1. Nur lahir tahun 1923 kawin dengan Manshur Attamimi. Semua anak-anaknya

perempuan kecuali Muhammad bin Manshur Attamimi.

2. Abdurrahman Bahalwan (Man) lahir + tahun 1927. Menikah dengan Nur Ba'amir

ibunya Nur dari suku Buton. Anak-anaknya :

1. Husni ( Oce )

2. Rugayah ( Gia )

3. Salim

4. Fatum

5. Nadir

6. Fullah

7. Zainah

8. Zahra

Pekerjaan beliau ialah :

1. Di bidang tekhnik mesin.

2. Di bidang industri krupuk. Pemasarannya di daerah Maluku dan sekitarnya.

Beliau juga berkecimpung dalam bidang seni sebagai pemain ganun atau gambus.

Malah membuat ganun sendiri.

D. Fatimah binti Abdurrahman Bahalwan (1882 -1939). Lahir dan wafat di Banda Neira.

Kawin dengan Ahmad bin Abdullah Sabban.

Anak-anaknya :

1. Aisyah Sabban kawin dengan Salim Bahweres + tahun 1902.

Anak-anaknya : - Umar tahun 1919

- Awwad tahun 1921

- Nur

2. Muhammad Sabban

Anak-anaknya : - Abdul Aziz (putih)

- Farid ( hitam )

- Affandi

- Najmah

- Haikal

Tinggal dirumahnya sendiri di tepi pantai Neira. Pekerjaan suaminya adalah pemilik perkebunan kelapa di desa Patani Halmahera, Maluku Utara.

E. Zainah binti Abdurrahman Bahalwan lahir tahun 1884. Lahir dan wafat di Banda Neira. Menikah dengan Abu Bakar bin Abdullah Sabban. Anak-anaknya :

1. Awwad Sabban lahir tahun 1907

2. Ni'mah Sabban lahir tahun 1909

3. Ali Sabban lahir tahun 1913. Ayahnya Fahmi Sabban yang tinggal di Madura.

4. Muhammad Sabban lahir tahun 1915. Ayahnya Helmi dan Tuti Sabban.

5. Aisyah Sabban lahir tahun 1917.
6. Abud Sabban lahir ± tahun 1919. Ayahnya Fauzi.
7. Abdurrahman Sabban lahir ± tahun1921.
8. Hasan Sabban lahir + tahun 1925.
9. Husein Sabban lahir ± tahun 1927. Pekerjaan suaminya ialah bagian tekhnik mesin.

F. Umar bin Abdurrahman Bahalwan lahir tahun 1887 dan wafat di Banda Neira. Menikah dengan Muhani binti Abdullah Sabban tahun 1905. Anak-anaknya:

1. Husein lahir tahun 1907 tidak berketurunan.

2. Aminah lahir tahun 1909 meninggal tahun 1943, menikah dengan Achmad bin Abdullah Bahalwan.

3. Aisyah lahir tahun 1914 tidak berketurunan.

4. Muznah lahir tahun 1917 menikah dengan Ibrahim bin Abdullah Bahalwan.

Pekerjaannya di industri kulit dan cuci cetak foto dan pengambilan gambar. Beliau terkenal di bidang seni dengan lagu-lagu hadrah sebagai pimpinan.

G. Hassan bin Abdurrahman Bahalwan 1889-1976 lahir di Banda, meninggal di Surabaya dikuburkan di pekuburan Arab. Menikah dengan Fatimah Bahalwan dari Pasuruan pada tahun 1919. Anak-anaknya:

1. Awad tahun 1921.

2. Umar tahun 1924

3. Aisyah tahun 1926 (istri Syeh bin Semer).

Pekerjaannya membantu saudaranya Salim Bahalwan dalam bidang perdagangan ±. tahun 1940 berdagang sendiri. Menikah lagi dengan orang Jawa sampai beliau wafat.

H. Zein Bahalwan lahir tahun 1892 di Banda Neira meninggal tahun 1981 di Surabaya. Menikah dengan Rugayah binti Muhamad Baadila.

Zein Bin Abdurrahman Bahalwan

Beliau banyak memberikan kontribusi tentang sejarah Bahalwan

Anak-anaknya:

1. Abdul Qadir wafat kecil tahun 1915.

2. Ali lahir tahun 1917 di Banda.

3. Abdurrahman lahir ± tahun 1921 di Surabaya.

4. Achmad lahir ± 1924 di Surabaya.

5. Helmi lahir di Surabaya.

6. Laila lahir ±1932 di Surabaya.

7. Nadrah lahir 1935 di Surabaya.

8. Zuraida lahir tahun 1935 di Surabaya.

9. Nofal lahir tahun 1937 di Surabaya.

10. Himnah lahir tahun 1939 di Surabaya.

Bercerai ± tahun 1941. Menikah lagi dengan Latifah tahun 1953. Anak-anaknya:

1. Aufa Bahalwan.

2. Najmah Bahalwan.

3. Geis Bahalwan.

4. Washil Bahalwan.

Pekerjaan di Banda di bagian industri syrup tahun 1919 bersama keluarga hijrah ke Surabaya. Pekerjaan di Surabaya industri kopiah milik sendiri, kemudian ikut kakaknya Salim di bagian perdagangan atau comisioner ± akhir tahun 1920 atau awal tahun 30-an home industri roti dengan nama perusahaan roti Neira. Akhir ± tahun 50-an sampai akhir hayat bekerja pada pabrik gelas Pyramid sebagai tenaga pembukuan dan keuangan. Beliau seorang yang suka membaca ilmu pengetahuan. Koleksi bukunya satu lemari dalam ilmu agama dan pengetahuan umum. Saya Fadhil banyak mendapat pengetahuan Sejarah Banda, keluarga dll dari beliau. Karangan beliau berupa silsilah bentuk pohon dan buku, menceritakan runtuhnya perusahaan-perusahaan Bahalwan di Banda dan Surabaya. Kalau di perhatikan ada hubungan dengan depresi ekonomi yang melanda dunia. Selain itu beliau dan Abdullah Bahalwan di Banda terkenal sebagai anti bid'ah dan churafat dalam agama Islam dan hampir semua saudara tidak percaya tahayul dan semua saudara tidak buta huruf.

Zein dan Anaknya (Ali Bahalwan) berkunjung ke Banda Neira tahun 1957.

Dari Kanan : Ahmad bin Abdullah Bahalwan, Zein Bahalwan, Ali Bahalwan

Bertemu kembali Zein Bahalwan dengan keluarga Bahalwan Banda Neira.

Kenangan rumah orangtua Zein (Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan)

Keluraga Bahalwan Banda Neira Tahun 1957

Empat bersaudara : Zein, Said (baju putih), Zainah (baju putih), dan Salmah (Salimun).

Banda Neira 1957

Zein Bahalwan dan keluarga Bahalwan Banda Neira

Keluarga Bahalwan Banda Neira

Keluarga Ali Bahalwan Jl. Salak 28 Surabaya

Ali Bin Zein Bahalwan

Keluarga Ali Bin Zein Bahalwan tahun 1985

Dari kanan ke kiri : Himyar, Rusydi, Hisyam, Ali (ayah)
Depan : Rumi (baju biru) dan Ona

Ali Bahalwan (Inspektur Seksi V Surabaya)

Jl. Kapasan Surabaya Tahun 1947
Ali Bahalwan (Urutan 11 dari kanan tengah), lihat lingkaran merah

Pertandingan Persahabatan Persebaya VS Ajax Amsterdam di Stadion Gelora 10 Nopember Tambaksari , Surabaya Tahun 1975.

Rusdi Bahalwan (jongkok paling kiri)

Keluarga Aly Bahalwan Jl. Salak 28 Surabaya

Keluarga Aly Bahalwan Jl. Salak 28 Surabaya 04 Juli 1967

Keluarga Aly Bahalwan Jl. Salak 28 Surabaya 15 Maret 1954

Taufik Bahalwan (paling kiri) saat bekerja di Holland tahun 1977

Ustadz Abdurrahman Bin Zein Bahalwan dengan Ustadz Ahmad Bin Salim Bahalwan

tahun 1985

Aufa Bin Zein Bahalwan

Jambore di Jakarta Tahun 1974
Aufa (kiri)

Kenangan :Suasana Lebaran di sekolah Al Irsyad Surabaya

Aufa Bahalwan (duduk di sepeda motor)
Ustadz Salim Makarim (paling kanan, pakai jas)
Abdul Aziz Allan (dua dari kanan)

Ges bin Zein Bahalwan (baju putih) bersama Duta Besar Arab Saudi Syaikh Mustofa Ibrahim A.Mubarak

Keluarga Ibrahim bin Abdullah Bahalwan

Jl. Kapas Lor II Rangkah, Surabaya

Ges Bahalwan dipangku abahnya (Zein Bahalwan)
Tahun 1967

Keluarga Zein bin Abdurrahman Bahalwan

Istri : Rugayah Baadilah

Anak-anak Zein bin Abdurrahman Bahalwan
Dari kiri ke kanan : Ali, Ahmad, Helmi (dipangku), Abdurrahman
Tahun 1925

Dari kiri ke kanan : Naufal, Ahmad, Ali, Ust. Abdurrahman, Helmi

Bawah (dari kiri ke kanan) : Laila, Nadra, Ibu Rugayah Baadillah, Zuraidah, Himnah

I. Said bin Abdurrahman Bahalwan lahir tahun 1893 dan wafat di Banda Neira. Menikah dengan Nasbiah Magrib. Anak-anaknya :

1. Ainun lahir ± tahun 1925 menikah dengan Said Billahmar.

2. Abdul Qadir lahir ± tahun 1927 menikah dengan Asmah.

3. Ni’mah lahir tahun 1929 menikah dengan Saleh Bahalwan.

4. Hepti lahir ±. tahun 1932. Menikah dengan Salim Thalib.

Pekerjaannya industri obat-obat minyak Charsani, obat kadas dll. Hobby membaca majalah atau koran.

Said bin Abdurrahman Bahalwan

Abdulkadir bin Said Bahalwan dan istri

anak : Himyar bin Abdulkadir Bahalwan

J. Salmah binti Abdurrahman Bahalwan lahir tahun 1894 dan wafat di Banda Neira. Menikah dengan Achmad bin Muhamad Sabban.

Salmah (Salimun) Binti Abdurrahman Bahalwan dengan anak-anaknya di Banda Neira

Anak-anaknya:

1. Mas’ad lahir tahun 1916. Kawin dengan Muhamad bin Abu Bakar Sabban. Cucu: Neng, Tuti, Helmi. Suaminya meninggal waktu muda, Pekerjaannya industri roti.

2. Abdurrahman Sabban lahir tahun 1917. Tidak berketurunan. Meninggal ± tahun 1944.

VII. ZAMAN KRISIS

Dengan turunnya harga Pala pada permulaan abad ke 20 maka banyak orang Banda yang hijrah dari Banda termasuk Bahalwan. Salim bin Abdurrahman Bahalwan hijrah ke Jawa pada tahun 1914 kemudian Hassan bin Abdurrahman Bahalwan. Tahun 1919 Zein bin Abdurrahman Bahalwan sekeluarga bersama Abdurrahman bin Salim Bahalwan atas panggilan ayahnya yang telah membuka usaha komisioner. Dengan demikian Bahalwan berada di dua kota Banda dan Surabaya pada tahun 1929 sampai menghadapi perang dunia dilanda depresi ekonomi. Ribuan perusahaan raksasa di Amerika dan Eropa bangkrut. Orang menyebut zaman malese. Pengaruhnya sampai juga di Indonesia. Perdagangan Bahalwan di Banda dan kebun kelapa habis, hanya tinggal toko kecil usaha pribadi Achmad bin Abdullah Bahalwan jualannya hanya bahan makanan, kue-kue dan barang kelontong. Usaha-usaha kecil-kecilan ini dapat membantu rumah tangga neneknya. Tahun. 1942 pecah perang pasifik, daerah Banda menjadi sasaran pemboman Jepang dan sekutu, istri dan dua anak Achmad Bahalwan meninggal dunia dalam suatu serangan bom pesawat Bomber Amerika, toko dan rumahnya juga hancur, Banyak orang Banda yang tewas waktu itu. Seluruh keluarga Bahalwan mengungsi ke desa gunung api. Dekat dengan tempat-tempat mengungsi kami terjadi tembak menembak antara kapal Jepang dan pesawat terbang Amerika. Dengan kesudahan kapal Jepang itu hangus, dengan ledakan yang luar biasa dahsyatnya. Rumah Nur Sabban istri Salim Bahalwan hangus pula

Ahmad Bin Abdullah Bahalwan dan Ibrahim Bin Abdullah Bahalwan

Saleh Bahalwan (Le) : Dipangku Ahmad (Ayahnya)

Fadhil : Dipangku Ibrahim (Pamannya)

Di Banda Neira tahun 1929

Keluarga Bahalwan Banda Neira Tahun 1970

Selain penderitaan dan ketakutan kita menghadapi kelaparan karena tidak ada pemasukan beras. Padahal beras adalah makanan pokok orang Banda. Saya masih ingat jenis beras pada waktu itu Siam, Saigon, Ranggun dan Makassar, pada saat itu orang Banda belajar makan ubi-ubian. Tahun 1943 penduduk Banda menanam ubi-ubian untuk makan sendiri. Tahun 1944 atas usaha Ibrahim bin Abdullah Bahalwan kami dapat menanam ubi kayu di desa Walang. Tahun 1945 perang berakhir, keluarga kami kembali ke kota Neira namun ekonomi dalam keadaan hancur. Tanggal 27 Desember 1949 penyerahan kedaulatan RI dari Belanda ke Indonesia. Tahun 1950 pemberontakan R.M.S. keluarga kami khususnya Abdullah Bahalwan sangat menderita karena keluarga ini dianggap simpatisan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebelum perang dunia II rumah Abdullah Bahalwan digeledah oleh Dinas Rahasia Belanda juga rumah Hatta, Syahrir mencari dokumen kegiatan politik Abdullah Bahalwan. Tahun 1948 rumah beliau digeledah pula oleh polisi Belanda dengan tuduhan berbicara dimuka umum tentang kemerdekaan Indonesia, namun dapat dibuktikan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah janji Ratu Wilhelmina. Oleh karena itu semua buku-buku dan dokumen sitaan yang telah dikirim ke Makassar di kembalikan. Walaupun demikian masih ada rasa kebencian dari polisi Belanda kepada keluarga kita, apalagi semua keluarga aktif memprogandakan untuk kemerdekaan Indonesia.

Fadhil dan Sahabat karibnya di Banda Neira

Saya Fadhil masih ingat ketika saya ditangkap polisi Belanda dan dipukuli dengan senjata, disuruh mengakui bikin rusuh di Banda tapi Alhamdulillah masih diselamatkan Allah. Akhir tahun 1950 kekuasaan kembali ke tangan Indonesia, sehingga R.M.S. hanya berumur 3 bulan. Pada Januari 1952 sebagian anak cucu Abdullah Bahalwan hijrah ke Surabaya dan kami diterima di rumah Abdul Kadir bin Salim Bahalwan, tahun 1953 kami pindah ke rumah Zein Banalwan atas permintaan beliau. Dalam tahun itu Abdullah bin Abdurrahman Bahalwan tiba di Surabaya dalam usia 77 tahun, masih berusaha berdagang kecil-kecilan mengirim barang dagangan untuk anaknya Achmad Bahalwan di Banda. Tahun 1954 keluarga Ibrahim bin Abdullah hijrah dari Banda ke Kesono/Pugeran Mojokerto.

Suasana Idul Adha di rumah Ustadz Abdulkadir Bin Salim Bahalwan di Ampel Tebasan (Sekarang Ampel Mulia) Surabaya tahun 1953.

Zein Bin Abdurrahman Bahalwan : Pakai Baju Gamis

Kongres Al Irsyad Surabaya tanggal 22 November 1964

Zein dan Keponakannya (Umar Bin Hasan Bahalwan).

Keluarga Bahalwan Rumah Nyamplungan VIII/10 Surabaya.

Awal kunjungan Ibu Ani dan Wardah di Surabaya tahun 1952.
Ibu Ani (dua dari kanan), Wardah (pertama dari kanan)

Fadhil dan Saleh (Le) awal pindah di Surabaya tahun 1952

Keluarga Bahalwan Surabaya berkunjung ke keluarga Bahalwan Kesono tahun 1957

Jembatan Air Kesono tahun 1957

Ali Bin Zein Bahalwan berkunjung ke keluarga Bahalwan di Kesono tahun 1957

Tahun 1955 Abdullah dan anak cucunya pindah ke Jl. Rangkah 1/54 menyewa rumah, disana beliau meninggal, anak cucu beliau terpencar. Bahalwan yang di Surabaya ialah Salim Bahalwan, Hasan Bahalwan, dan Zein Bahalwan bersama keluarga. Menghadapi perang tahun 1942 Salim Bahalwan pindah ke Bangil bersama keluarga mengikuti anaknya Abdul Kadir. Begitu juga anak beliau Achmad Bahalwan yang baru pulang dari tugas sebagai guru di Sulawesi Utara, kemudian Acmad ke Banyuwangi sebagai guru Al-Irsyad disana. Salim Bahalwan ikut pindah ke Banyuwangi.

Guru dan Murid Al Irsyad Banyuwangi Tahun 1942

Ustad Ahmad Bahalwan (belakang pakai peci abu-abu)

Murid Al Irsyad Banyuwangi Tahun 1942

Ustad Ahmad Bahalwan (paling kiri pakai jas putih)

Keluarga Ibrahim bin Abdullah Bahalwan

Rumah Ibrahim Bin Abdullah Jl. Kapas lor Rangkah, Surabaya Tahun 1974

Keluarga Bahalwan

Dari kiri ke kanan (atas) : Faisal, Husni, Farid.

Dari kiri ke kanan (bawah) : Saleh, Fadhil, Fahmi.

Farid bin Ibrahim Bahalwan dan saudara-saudaranya
Ziarah ke makam Salim bin Abdurrahman Bahalwan Jakarta Tahun 1960

± tahun 1955 Salim Bahalwan pindah ke Pugeran tinggal bersama anaknya Abdurrahman Bahalwan. Tahun 1956 beliau mengikuti anaknya Achmad dan Abdul Kadir yang telah pindah lebih dulu ke Jakarta sebagai pegawai tinggi Departemen Agama. Tahun 1957 beliau wafat Sebelum wafat anaknya, Abdul Kadir mendengar Nur Sabban istri Salim Bahalwan yang pertama berada di Surabaya, ia menjemput Nur Sabban, Abdurrahman bin Salim Bahalwan dan Hadijah Bahalwan ke Jakarta, sehingga di akhir hayatnya beliau berjumpa dengan istrinya yang sudah lama ditinggalkan (25 tahun).

Rumah Keluarga Ibrahim Bin Abdullah Bahalwan Jl. Kapas lor II/11 Rangkah, Surabaya Tahun 1978.

Baju Putih : Zein Bahalwan

Keluarga Ibrahim Bin Abdullah Bahalwan tahun 1946

Keluarga Ibrahim Bin Abdullah Bahalwan tahun 1983

Keluarga Bahalwan Surabaya

Rumah Rusda Bahalwan - Jl.Kalikepiting Jaya I/1

Suasana Lebaran Berkumpul di rumah Husni Bahalwan Jl. Jagir Surabaya tahun 1976

Suasana Lebaran Berkumpul di rumah Husni Bahalwan Jl. Jagir Surabaya tahun 1999

Surabaya, 17 Agustus 2016

VIII. Bertemu dengan Farooq Bahalwan dari Abu Dhabi

Faroq Bin Karamah Bahalwan Abu Dhabi

Faisal Bin Karamah Bahalwan Abu Dhabi

Hubungan Bahalwan Surabaya dengan Bahalwan Abu Dhabi. Surat perta ma dari Bahalwan Abu Dhabi tertanda Faisal bin Karamah bin Ali bin Mubarak Bahalwan tanggal pengiriman November 1989, untuk Zuraidah binti Zein Bahalwan. Dengan tujuannya mencari hubungan dengan Bahalwan di Indonesia setelah ia mendapat kabar dari seorang Arab dari Surabaya yang sekarang bermukim di Abu Dhabi. Setelah enam bulan surat tersebut belum dibalas, maka saya minta kepada Zuraidah Bahalwan, bagaimana saya Fadhil bin Abdurrahman Bahalwan yang balas. Zuraidah Bahalwan setuju dan memberikan foto copy surat tersebut. Kemudian saya minta kepada Farid bin Ibrahim Bahalwan untuk menjawabnya. Satu minggu kemudian tanggal 5 Juni 1990, surat dari Farid Bahalwan untuk Faisal dikirim dalam bahasa Inggris. Dalam surat tersebut dilampirkan juga foto copy surat dari abanya Faisal Karamah bin Umar bin Ali bin Mubarak Bahalwan untuk Abdullah bin Abdurrahman bin Huhamad bin Mubarak Bahalwan sekitar tahun 1948. Demikian pula foto copy tulisan Abdullah bin Abdurrahman Bahalwan tentang keturunan Bahalwan di Indonesia.

Alhamdulillah dari dokumen yang tersimpan baik catatan Abdullah bin Abdurrahman Bahalwan menjadi bukti autentik keturunan Al Bahalwan di Indonesia. Sehingga mendapat jawaban, segera di tulis oleh adiknya Farooq bin Karamah Bahalwan, karena Faisal bin Karamah Bahalwan tidak dapat berbahasa Inggris tapi Jerman. Satu tulisan yang paling menarik yang saya masih ingat kata Farooq mereka membaca surat Farid dengan melihat foto copy surat abanya, mereka menjadi gemetar, Dan yakin benar kita adalah keturunan Bahalwan yang benar. Kemudian mengadakan surat-menyurat antara Farooq dan Farid dengan lampiran foto-foto keluarga kita.

Demikian pula Washil setelah dia melihat surat dari Farooq diapun ikut menyurat, bahkan dia mengirim reproduksi foto Karamah bin Umar bin Ali bin Mubarak Bahalwan bersama anaknya yang masih kecil, foto Fadhil Bahalwan sekeluarga dan foto copy silsilah Bahalwan bentuk pohon yang disusun oleh Zein bin Abdurrahman Bahalwan yang oleh Farooq difoto copy ulang dengan diisi nama-nama dari keturunan Mubarak yang di negeri Arab dan dikirim ke Washil dan dari Washil inilah Abdul Aziz Bahalwan mendapat alamat dan nomor telephone Farooq di Abu Dhabi. Itulah sebabnya sewaktu Farooq di rumah Hassan Al Katiri selalu mencari Farid.

Abdul Aziz Bin Abdurrahman Bahalwan

Beliau yang mengakomodasi kedatangan Farooq Bahalwan di Indonesia

Washil sebagai perintis menyambung keluarga Bahalwan Surabaya Abu Dhabi. Kita harus berterima kasih kepada mereka bertiga (Farid, Washil, dan Abdul Aziz) yang telah berusaha menyambung keluarga Bahalwan tanpa ada pamrih. Abdul Aziz Bahalwan banyak mengeluarkan biaya penyambutan untuk Farooq Bahalwan dari Abu Dhabi, yang pertama di rumah Hassan Al Katiri Jl. Hamzah Fansyuri dalam resepsi yang meriah dengan seni samrah. Yang menarik ialah pidato sambutan dari Achmad Sungkar guru Al Irsyad yang sudah lanjut usia, ia menceritakan kebaikan dan kemuliaan nama Bahalwan di zaman Salim Bahalwan di masa lampau, juga jasajasa Bahalwan mendirikan sekolah Al Ma'arif. Besoknya dilanjutkan di villa Sakinah di Trawas sangat menarik.

Malam Penuh Haru di rumah Hasan Alkatiri tanggal 9 Oktober 1993, Farooq Bin Karamah Bahalwan (Baju Putih) di tengah-tengah keluarga Bahalwan Surabaya

IX. PULAU BANDA

Gugusan pulau-pulau di laut Banda (Banda besar, Lautaka, Gunung Api, Pulau Ai, Pulau Run. Pulau Hatta, Pulau Pisang, Pulau Manukan dan Pulau Karaka. Tanahnya bergunung-gunung. Kotanya Neira berdekatan dengan Gunung Api. Dengan pelabuhan alam yang terlindung. Lautnya dalam dapat dilayari dan merapat di dermaga, dari kapal-kapal ukuran besar, Pemandangannya indah apalagi di tepi pantai. Terkenal dengan kebun lautnya, koral yang bermacam warna, bentuknya seperti taman. bunga. Airnya bening, beraneka macam ikan didalamnya. Dari seorang ahli koral bangsa Perancis, koral yang hancur karena letusan gunung berapi akan tumbuh kembali dalam waktu 25 tahun. Tapi suatu keajaiban koral yang rusak karena letusan gunung berapi di Banda tumbuh kembali hanya dalam waktu 5 tahun. Demikian. menurut siaran radio B.B.C. tahun 1994, Luas pulau Banda 44 km2. Dulu berpenduduk 17.000 lebih atau ± 400 orang/ km2, kabarnya sekarang tinggal 8000 lebih, (200 orang/km2). Sebagai bahan perbandingan:

· Luas pulau Jawa 132.000 km2 dulu berpenduduk 52 juta lebih, 400 orang/km2. Kabarnya sekarang 110 juta atau 800 orang lebih/km2.

· Irian Jaya luasnya 414.000 km2 berpenduduk kurang dari 3 Juta ( ± 7 orang /km2),

· Pulau Seram : 18.625 /km2 dengan penduduk ± 10 orang/km2

· Pulau Ambon : 761/km2

· Singapore : 571 /km2 dengan penduduk 5000 orang /km2

Penduduk Banda terbanyak beragama Islam. Dulu 70 % sekarang 88 %. Islam masuk di Banda sejak tahun 1440 dibawa oleh pedagang dari Malaka sebelum Islam masuk ke Jawa. Hasil pulau Banda, Pala dan Ikan. Pala Banda (Pala bundar) terkenal di seluruh dunia menjadi rebutan orang-orang Eropa, Inggris, Portugis, Belanda dll.

Pada awal abad 17 VOC dibawah pimpinan Yan Pieter Zoon Coen mengadakan kontrak pembelian Pala dengan rakyat Banda. Namun karena harga yang ditetapkan VOC lebih rendah dari orang Inggris yang menguasai pulau Bun , sebagian orang Banda menjual Pala kepada orang inggris. Yan Pieter Zoon. Coen gusar kemudian. dengan tentaranya memerangi rakyat Banda. Banyak orang Banda tewas waktu itu. Kemudian sebagian orang Banda dibuang ke Jakarta (Batavia, Ceylon dan Afrika Selatan yang pada waktu itu adalah jajahan Belanda. Keturunannya masih terdapat sampai sekarang. Sebagian orang Banda melarikan diri ke pulau Key. Sehingga sampai sekarang mereka merasa mereka keturunan Banda. Perkebunan Pala di Banda oleh. Yan. Pieter Zoon. Coen dirampas dan dibagikan untuk amtenar Belanda yang kemudian menjadi perkebunan Belanda. Mereka mendatangkan tenaga kerja dari Jawa terkenal dengan "Kuli Kontrak". Untuk menghindarkan pertarungam antara Belanda dan Inggris maka diadakan pertukaran pulau Bun di Banda milik Inggris dengan Long Island milik Belanda di New York. Karena harga Pala sangat tinggi waktu itu ada pepatah Banda "Goyang pohon, ringgit gugur." Oleh karena itu banyak orang yang datang disana yaitu orang Belanda , Arab, Cina dan dari kepulauan Nusantara, sehingga penduduk asli Banda menjadi minoritas.

Sisa peninggalan lama masih terdapat seperti Benteng Belgika berbentuk segi lima atau pancasisi sama dengan bentuk gedung Departemen Pertahanan Amerika (pantagon). Arti Panca ialah Panca atau lima. Artinya dua bangunan dengan bentuk yang sama, terletak di atas bukit, Benteng Nassau kalau saya tidak salah ingat tertulis tahun pembuatannya 1618 kira - kira di zaman Yaa Pieiter Zoon Coen,. Rumah Gubernur I Yan Pieter Zoon Coen masih, terjaga dengan baik, modelnya sama dengan istana Merdeka Jakarta.

Kota Neira bentuknya sangat indah dengan jalan yang teratur dan rumah yang besar-besar seperti model rumah di Eropa berdinding tembok. Disana terdapat sekolah-sekolah, rumah sakit, kantor telkom, dll. Kebudayaan penduduk sudah maju. Pala Banda tinggi mutunya, kemudian oleh Belanda di tanam juga di Sangir Talaud, kepulauan Bias dan kepulauan Antilen Belanda di laut Karibia. Dengan banyak produksi harganya menurun, Sehingga banyak pendatang yang meninggalkan Banda, apalagi di zaman. pemerintahan Jepang banyak orang Banda dikirim dengan paksa sebagai tenaga romusa kabarnya ke Morotai dan Irian, hampir semuanya tidak kembali. Banyak pohon Pala di tebang untuk menanam makanan karena menghadapi kelaparan Makanan. pokok orang Banda sebelum perang ialah beras, saya masih ingat nama-nama beras Saigon, Banggun, Siam dan Makasar, harganya 8 sen perliter.

Banda bukan saja sebagai penghasil Pala tapi juga sebagai pusat perdagangan di daerah Maluku waktu itu.

Dengan datangnya zaman depresi tahun 1929 sampai dengan perang pasifik yang melanda dunia maka ekonomi Banda bertambah merosot. Di waktu itu semakin banyak keluarga Arab yang meninggalkan Banda seperti ke pulau Seram, Kepulauan Aru, Irian, Sulawesi Utara, Jawa bahkan sampai di Sumatera termasuk Sabban dan Bahalwan. Keturunan Arab yang dulu pernah tinggal di Banda sebagai berikut :

1. Sabban 15. Al-Katiri

2. Bahalwan 16. Bin Abdul Aziz

3. Assegaf 17. Azan

4. Baadila 18. Baamir

5. Alatas 19. Bin Thahir

6. Boften 20. Tubel

7. Al-Hamid 21. Attamimi

8. Bin Syech Abu Bakar 22. Zagalady

9. Bin Heider 23. Sa'nun

10. Basalamah 24. Baradoan

11. Billahmar 25. Baraja

12. Ambar 26. Hamdun

13. Bahresa 27. Bahmid

14. Mohdar 28. Abdul Salam

Bila tiap keluarga terdapat 8 orang maka jumlah mereka lebih dari 200 orang. Nama-nama dari keturunan Belanda :

1. Delmar 8. Lans

2. Hooker 9. Nidik

3. Kamerling 10. Pilipus

4. Verstek 11. Hasver

5. De Fries 12. Brans

6. Ferman 13. Bovil

7. Van Den Brook 14. Lorens, dll.

Keturunan Arab di Banda Neira Tahun 1886

Dahulu kuburan Belanda ialah di tempat gereja Protestan sekarang, artinya gereja dibangun diatas pekuburan Belanda. Sehingga nama-nama mereka terdapat di lantai gereja, juga pekarangannnya. Pekuburan Belanda sekarang terdapat di kampung Merdeka, dari batu nisan diketahui mereka beragama Kristen dan Yahudi atau bergambar Salib dan Tengkorak. Dahulu kuburan Cina di kampung Cina atau dibelakang rumah keluarga Muhdhar di lereng bukit yang memakai jalan trap kemudian dipindahkan di kampung Merdeka. Golongan Arab tidak mempunyai kuburan sendiri, kuburannya bercampur dengan orang Indonesia dalam pekuburan Islam Banda. Banda menjadi tempat pembuangan orang perjuangan dari nama-nama K.H. Aqib dari Banten s/d Iwa Kusuma Sumantri, dr. Cipto Mangunkusumo dari Jawa, Hatta dan Syahrir dari Padang. Bila KH. Aqib meninggal di Banda maka Hatta dan Syahrir dikembalikan Belanda ke Jawa sebelum satu hari dari pemboman Jepang di Banda.

Meghadapi perang dunia ke II 1942, terjadi pemberontakkan rakyat Banda yang menginginkan agar Belanda menyerah, namun pemerintah Belanda di Banda menolak. Dengan penolakan tadi terjadilah pemberontakkan dengan menurunkan kepala pemerintahan Belanda di Banda waktu itu dikepalai oleh seorang konteler Belanda dan mengirim konteler tersebut dengan perahu " Siti Safiah " ke Ambon. Dengan suara banyak dalam suatu rapat raksasa mengangkat dr. Suwarno sebagai kepala pemerintahan di Banda. Iapun mengeluarkan uang Banda dari karcis pasar. Yang korban dalam pemberontakkan itu ialah Lasioda dari Gunung Api. Nama Selasa Donder yang dapat membungkam pelor Manibulu, Mubrang merubuhkan patung Wilhelm III. Saya masih ingat Abdullah Bahalwan menghadap konteler Belanda dengan menasihati : " Jangan mengambil jalan kekerasan, bisa berbahaya ". Nasihat tersebut diikuti dengan memerintahkan kepada polisi hentikan kekerasan. Kemudian bermusyawarah secara baik-baik, konteler menyerahkan diri dan berangkat ke Ambon.

Tahun 1942 tentara Jepang mendarat di Banda. Dengan datangnya Jepang kekuasaan Banda berada di tangan Jepang dan inilah awal daripada malapetaka di semua segi kehidupan, hancurnya ekonomi, putus hubungan laut, sekolah-sekolah tidak berfungsi. Hukum praktis tidak berjalan, yang ada hanya hukum kekuasaan. Artinya siapa saja yang melanggar dipukul dengan pentung sepanjang 1 meter. Bagi mereka yang pingsan disiram dengan air dan yang lain dibunuh secara diam-diam. Setiap minggu dikenakan kerja paksa tanpa bayar maupun makan. Banyak orang yang kena romusa dibawah ke jalan lain tempat, wanita-wanita dipaksa menjadi wanita penghibur di barak-barak untuk tentara Jepang.

Karena tidak ada makanan semua orang Banda menanam ubi kayu untuk makan. Disamping penderitaan tersebut mereka mendatangkan armada laut 9 kapal perang 6 pesawat terbang Amphibi dan + 1000 tentara marinir angkatan darat. Dari Banda mereka mengadakan serangan ke Australia. Dengan diketahui pangkalan Jepang di Banda maka sekutu mengadakan serangan balasan. Jika pesawat terbang Jepang berukuran kecil maka pesawat sekutu ukuran besar (B.29) dan (B.25). Pesawat tersebut terbang tinggi sehingga pemboman banyak yang meleset dengan akibat banyak rakyat Banda menjadi korban. Salah satu bom jatuh di muka toko Achmad Bahalwan sehingga tokonya hancur. Istri dan dua anaknya meninggal dunia seketika. Selain mereka banyak juga orang negeri yang menjadi korban, begitu juga masjid-masjid tidak berfungsi karena orang sudah mengungsi. Itulah sebabnya pengaruh Jepang segera hilang dari hati rakyat Banda. Kepercayaan mistik yang membudaya turun temurun dalam hati rakyat Banda seperti Swanggi, Puntianak roh-roh halus maupun dari kuburan, kalah dengan roh Jepang. Orang lebih berani sembunyi disamping kubur di malam hari daripada berhadapan dengan tentara Jepang. Oleh karena itu hilanglah kepercayaan mistik rakyat Banda yang ada hanya 2 roh yaitu roh Jepang dan roh alaram dari serangan pesawat terbang sekutu.

Tahun 1945 kekuasaan dipegang Belanda (Nica) sampai tanggal 27 Desember 1949. Sesudah itu kekuasaan diserahkan kepada Republik Indonesia. Demikian singkatan sejarah pulau Banda, disanalah tumbuh anak cucu Muhammad bin Mubarak Bahalwan.

Penambahan kekurangan dari akhir romawi III

Inilah silsilah Abdurrahman :

Abdurrahman bin Muhammad bin Salim bin Abdullah bin Geis bin Zummali bin Amr bin Abdullah bin Gasim bin Abdul Aziz bin Fadhl bin Imam Nasuddin Abdulah Hakim Zeleh bin Achmad bin Hasan bin Aly bin Husein bin Muhammad bin Ismail bin Sagin bin Halid bin Fahmi bin Faham bin Taymallah bin Asad bin Wabrah bin Taglab bin Halwan bin Imran bin Hafi bin Gadaah bin Nizar bin Maad bin Adnan bin Adad bin Zanad bin Yara'a bin Ismail bin Ibrahim.

Nama -nama tersebut diatas tentu tidak lengkap seluruhnya atau terdapat lompatan nama.

NB :

Perbandingan kurs uang :

1. Tahun 1938 = 1 $ = 1,84 rupaih Nederlands Inde.

2. Tahun 1942 1 rupiah N.I. = 1 rupaih uang Banda.

3. Tahun 1942 1 rupiah uang Banda = 1 rupiah uang Jepang.

4. Tahun 1946 1 rupiah uang Jepang = 3 sen uang Nika.

5. Tahun 1950 pecahan uang Rp 5.00 dan Rp 10 dipotong menjadi separuh Rp 2,50 dan

Rp 5.00

6. Sebagai perbandingan 13 Desember 1965 uang Rp 1000,- menjadi 1 rupiah dengan

kurs 1 $ = 10 rupiah.

Surabaya, 21 November 1995