Oleh : Washil Bahalwan
Bagian Pertama
Alhamdulillah pada edisi 18 ini penulis dapat menyelesaikan tulisan yang mengupas tuntas sejarah Bahalwan di Indonesia. Perlu diketahui bahwasanya masuknya Bahalwan ke Indonesia melalui 3 (tiga) jalur yaitu :
Bagian Pertama
Alhamdulillah pada edisi 18 ini penulis dapat menyelesaikan tulisan yang mengupas tuntas sejarah Bahalwan di Indonesia. Perlu diketahui bahwasanya masuknya Bahalwan ke Indonesia melalui 3 (tiga) jalur yaitu :
1. JALUR PERTAMA. Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (Kakekku) yang tiba di Semarang, kemudian anak keturunannya pindah ke Banda Neira.
2. JALUR KEDUA. Masuknya Bahalwan ke Tanjung Selor, Bulungan,Kalimantan Timur. Yaitu keturunan Zumali Bahalwan (penulis Buku "Rasyidatul Akhwan") yang bernama Bakran Bin Abdullah Bin Zumali Bin Bakran Bin Umar Bin Zumali Bin Geys Bahalwan (lihat peta silsilah Bahalwan versi Abah Zein pada edisi 17). Dari Bakran ini menurunkan keturunan Ir. Ahmadun Bahalwan. Untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah Bahalwan, Ir. Ahmadun pernah datang ke Surabaya bersama Ir. Abdul Aziez Bahalwan sekitar tahun 1982 dan bertemu dengan penulis di rumah Nyamplungan VIII / 69 Surabaya 1 (satu tahun) setelah abah Zein meninggal.
3. JALUR KETIGA. Abdurrahman Bin Salim Bahalwan, tiba di Pasuruan Jawa Timur. Salah satu anaknya bernama Fatimah Bahalwan (istri dari Hasan Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan yang juga ibu dari Awad Bin Hasan Bahalwan (Tegal Jawa Tengah) atau nenek dari Fatmah Bahalwan. Penulis ketemu dengan Salmah Binti Salim Bin Abdurrahman Bahalwan dan kedua anaknya yang bernama Rifa’i dan Haris. Penulis juga pernah berkunjung ke rumah Rugayah Binti Said Bin Abdurrahman Bahalwan (biasa dipanggil Cik Gaya) tahun 1990 di Jl. Niaga (kampung Arab) Pasuruan.
Tahun 2004, Rifa’i datang ke Nyamplungan VIII / 69 Surabaya untuk ketemu dengan penulis dengan tujuan untuk menyambung tali silaturrahim dengan sesama Bahalwan yang sempat putus. Disamping itu Rifa’i juga berkunjung ke rumah Umar Bin Hasan Bahalwan, abahnya Mohammad Bahalwan yang bekerja di Jeddah Arab Saudi. Kebetulan ibunya Umar Bin Hasan Bahalwan berasal dari Bahalwan Pasuruan.
Pada edisi ini, penulis akan mengupas sosok dibalik penulisan sejarah Bahalwan Indonesia. Beliau yang dimaksud adalah FADHIL BAHALWAN dan IR. EFENDY BIN UMAR BIN ABDULLAH BAHALWAN. Hal ini seperti sering dikutib oleh penulis dalam beberapa tulisan sebelumnya, yang mengatakan bahwa penulis sangat terbantu oleh para pihak yang mengetahui sejarah Bahalwan, utamanya abah Zein termasuk juga bang Fadhil dan Efendy, demikian biasa disebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penulis melanjutkan apa yang sudah pernah ditulis oleh bang Fadhil dan Efendy.
Dua puluh satu tahun yang lalu, penulis memohon dengan sangat kepada bang Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan untuk segera menulis sejarah Bahalwan Indonesia, selagi memori dan datanya lengkap dan belum punah dari ingatan. Maka mulailah Fadhil menulis sejarah Bahalwan Indonesia tanggal 3 Nopember 1995. Ada beberapa pertimbangan kenapa penulis memohon bang Fadhil untuk menulis sejarah Bahalwan Indonesia.
2. JALUR KEDUA. Masuknya Bahalwan ke Tanjung Selor, Bulungan,Kalimantan Timur. Yaitu keturunan Zumali Bahalwan (penulis Buku "Rasyidatul Akhwan") yang bernama Bakran Bin Abdullah Bin Zumali Bin Bakran Bin Umar Bin Zumali Bin Geys Bahalwan (lihat peta silsilah Bahalwan versi Abah Zein pada edisi 17). Dari Bakran ini menurunkan keturunan Ir. Ahmadun Bahalwan. Untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah Bahalwan, Ir. Ahmadun pernah datang ke Surabaya bersama Ir. Abdul Aziez Bahalwan sekitar tahun 1982 dan bertemu dengan penulis di rumah Nyamplungan VIII / 69 Surabaya 1 (satu tahun) setelah abah Zein meninggal.
3. JALUR KETIGA. Abdurrahman Bin Salim Bahalwan, tiba di Pasuruan Jawa Timur. Salah satu anaknya bernama Fatimah Bahalwan (istri dari Hasan Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan yang juga ibu dari Awad Bin Hasan Bahalwan (Tegal Jawa Tengah) atau nenek dari Fatmah Bahalwan. Penulis ketemu dengan Salmah Binti Salim Bin Abdurrahman Bahalwan dan kedua anaknya yang bernama Rifa’i dan Haris. Penulis juga pernah berkunjung ke rumah Rugayah Binti Said Bin Abdurrahman Bahalwan (biasa dipanggil Cik Gaya) tahun 1990 di Jl. Niaga (kampung Arab) Pasuruan.
Tahun 2004, Rifa’i datang ke Nyamplungan VIII / 69 Surabaya untuk ketemu dengan penulis dengan tujuan untuk menyambung tali silaturrahim dengan sesama Bahalwan yang sempat putus. Disamping itu Rifa’i juga berkunjung ke rumah Umar Bin Hasan Bahalwan, abahnya Mohammad Bahalwan yang bekerja di Jeddah Arab Saudi. Kebetulan ibunya Umar Bin Hasan Bahalwan berasal dari Bahalwan Pasuruan.
Pada edisi ini, penulis akan mengupas sosok dibalik penulisan sejarah Bahalwan Indonesia. Beliau yang dimaksud adalah FADHIL BAHALWAN dan IR. EFENDY BIN UMAR BIN ABDULLAH BAHALWAN. Hal ini seperti sering dikutib oleh penulis dalam beberapa tulisan sebelumnya, yang mengatakan bahwa penulis sangat terbantu oleh para pihak yang mengetahui sejarah Bahalwan, utamanya abah Zein termasuk juga bang Fadhil dan Efendy, demikian biasa disebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penulis melanjutkan apa yang sudah pernah ditulis oleh bang Fadhil dan Efendy.
Dua puluh satu tahun yang lalu, penulis memohon dengan sangat kepada bang Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan untuk segera menulis sejarah Bahalwan Indonesia, selagi memori dan datanya lengkap dan belum punah dari ingatan. Maka mulailah Fadhil menulis sejarah Bahalwan Indonesia tanggal 3 Nopember 1995. Ada beberapa pertimbangan kenapa penulis memohon bang Fadhil untuk menulis sejarah Bahalwan Indonesia.
a. Fadhil lahir di Banda Neira tanggal 21 September 1929 M /1384 H. Sedari kecil sudah bergaul dan akrab dengan Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan (aba Dula) yang memang memiliki wawasan dan pengetahuan sejarah yang lengkap. Fadhil juga kenal dengan Rugaya Sabban (Hababa Neng, Ibunya Abah Zein) termasuk bergaul dengan abah Zein dan kakek dan neneknya yang bernama Salim Bin Abdurrahman Bahalwan (pendiri sekolah Al-Ma’arif Surabaya) dan Nur Sabban.
b. Fadhil banyak tahu sejarah Bahalwan di Banda Neira dan karena itu menurut hemat penulis,beliau kompeten dalam menulis sejarah Bahalwan.
c. Selalu menjaga dan menghidupkan silaturrahim, termasuk ketika keluarga Bahalwan Banda Neira hijrah ke Surabaya dan Fadhil selalu silaturrahim dengan Bahalwan senior di Surabaya dan sekitarnya.
Ketika di Surabaya, orang yang pertama kali dikunjungi Fadhil adalah abah Zein. Karena dianggap mengetahui banyak tentang sejarah Bahawan.
Disamping itu masih menurut Fadhil, abah Zein memiliki wawasan yang luas dan senang dengan ilmu pengetahuan. “Ada kelebihan pada diri Abah Zein. Orangnya tidak kaku dan mau menerima masukan dan pendapat orang lain, meskipun itu berasal dari orang yang usianya jauh lebih muda dari abah Zein. Menyikapi pendapat, masukan yang diberikan oleh orang lain selalu menggunakan logika. Orangnya karim (berjiwa mulia), sayang dan perhatian pada semua keluarga serta senang silaturrahim.” Demikian komentar Fadhil tentang abah Zein. Maka pada tahun 1960 sampai 1970-an, bang Fadhil aktif silaturrahim ke rumah abah Zein di Nyamplungan VIII/ 69 Surabaya. Di rumah itulah (Nyamplungan VIII / 69 Surabaya), didiskusikan banyak hal tentang sejarah Bahalwan Indonesia.
Begitu pula penulis juga sering diajak abah Zein silaturrahim ke rumah Fadhil di Jl. Karangmenjangan I / 9 Surabaya. Waktu itu kami naik bemo Lyn. O roda 3 dari Terminal Jembatan Merah (sekarang Taman Jayengrono / JMP) dan turun di Darmahusada. Untuk menuju Terminal Jembatan Merah dari Nyamplungan pulang pergi jalan kaki. Ketika pulang dari rumah Fadhil dan sudah sampai Terminal Jembatan Merah, sebelum menuju Nyamplungan yang jaraknya kurang lebih 3 km, abah Zein memberikan pilihan kepada penulis.Yaitu kata abah Zein, “Peneh (kamu), naik becak atau singgah di Depot Kursi Tinggi ?” Jelas penulis memilih, “Singgah di Depot Kursi Tinggi saja bah”. Karena kursinya memang tinggi, tempatnya bersih dan minuman sejenis milo yang dingin dan segar sekali rasanya.
Ketika di Surabaya, orang yang pertama kali dikunjungi Fadhil adalah abah Zein. Karena dianggap mengetahui banyak tentang sejarah Bahawan.
Disamping itu masih menurut Fadhil, abah Zein memiliki wawasan yang luas dan senang dengan ilmu pengetahuan. “Ada kelebihan pada diri Abah Zein. Orangnya tidak kaku dan mau menerima masukan dan pendapat orang lain, meskipun itu berasal dari orang yang usianya jauh lebih muda dari abah Zein. Menyikapi pendapat, masukan yang diberikan oleh orang lain selalu menggunakan logika. Orangnya karim (berjiwa mulia), sayang dan perhatian pada semua keluarga serta senang silaturrahim.” Demikian komentar Fadhil tentang abah Zein. Maka pada tahun 1960 sampai 1970-an, bang Fadhil aktif silaturrahim ke rumah abah Zein di Nyamplungan VIII/ 69 Surabaya. Di rumah itulah (Nyamplungan VIII / 69 Surabaya), didiskusikan banyak hal tentang sejarah Bahalwan Indonesia.
Begitu pula penulis juga sering diajak abah Zein silaturrahim ke rumah Fadhil di Jl. Karangmenjangan I / 9 Surabaya. Waktu itu kami naik bemo Lyn. O roda 3 dari Terminal Jembatan Merah (sekarang Taman Jayengrono / JMP) dan turun di Darmahusada. Untuk menuju Terminal Jembatan Merah dari Nyamplungan pulang pergi jalan kaki. Ketika pulang dari rumah Fadhil dan sudah sampai Terminal Jembatan Merah, sebelum menuju Nyamplungan yang jaraknya kurang lebih 3 km, abah Zein memberikan pilihan kepada penulis.Yaitu kata abah Zein, “Peneh (kamu), naik becak atau singgah di Depot Kursi Tinggi ?” Jelas penulis memilih, “Singgah di Depot Kursi Tinggi saja bah”. Karena kursinya memang tinggi, tempatnya bersih dan minuman sejenis milo yang dingin dan segar sekali rasanya.
Depot Kursi Tinggi ini terletak di Jl. Kembang Jepun 151 Surabaya, depan Bank Mandiri. Memang abah Zein sangat hobi jalan kaki. Ada cerita dari Fadhil Bahalwan, “Abah Zein orangnya tinggi lagi gagah. Ketika jalan bersama beta, maka untuk mengimbangi langkah abah Zein yang lebar, beta harus berjalan sambil berlari”, demikian kenang Fadhil terhadap Abah Zein. Sebenarnya tujuan abah Zein mengajak silaturrahim penulis hampir sering jalan kaki, ada maksud tertentu. Yaitu abah Zein ingin mendidik penulis menjadi manusia yang tangguh, tegar tidak manja, lebih disiplin dan pantang menyerah dalam mencapai sesuatu.
Dan yang lebih penting dari itu semua adalah dengan berjalan, maka banyak pelajaran yang diperoleh selama perjalanan yang dilalui dan menjadikan diri kita sehat, karena peredaran darah menjadi lancar. Pantas kalau Abah Zein sampai usia lanjut tetap prima dan meninggal umur 89 tahun M/93 H (abah Zein meninggal karena sakit tua) dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berat.
Dan yang membuat penulis senang, selama dalam perjalanan baik saat jalan kaki maupun naik bemo, abah Zein banyak cerita tentang tempat-tempat bersejarah termasuk sejarah Bahalwan. Sehingga penulis sedikit banyak mengerti sejarah Bahalwan langsung dari sumbernya yaitu abah Zein. Bisa dikatakan antara abah Zein dan bang Fadhil memiliki kesamaan hoby yaitu senang silaturrahim ke sanak famili.
Karena banyak bergaul dengan pelaku sejarah Bahalwan dan ditambah dengan dukungan data / dokumen serta dialog dengan abah Zein, (sumbernya shohih), maka pantaslah kalau beliau menulis sejarah Bahalwan Indonesia. Dan berikut ini penulis tampilkan kembali bagian awal dari catatan Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan sebagai dokumen asli yang diberi judul “SEJARAH BAHALWAN DI INDONESIA”.
SEJARAH BAHALWAN DI INDONESIA
Oleh : Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan
Sudah lama terkandung maksud untuk menulis sejara Bahalwan karena sampai saat ini belum ada yang menulisnya di Indonesia. Baru pada permulaan tahun 1995 saya mencoba menulis namun tersendat. Dengan permintaan WASHIL BIN ZEIN BAHALWAN, menambah motivasi bagi saya untuk menulis sejarah Bahawan sebelum punah dari ingatan keturunannya. Dulu saya pernah meminta kepada Abdurrahman Bin Zein Bahalwan supaya beliau menulis dalam bahasa Arab dengan pertimbangan, bahasa Indonesia tidak mungkin bertahan 1000 tahun, bahkan seluruh bahasa di dunia kecuali bahasa Arab. Beliau menyetujui pemikiran saya tadi dengan berkata : “InsyaaAllah saya akan menulisnya dan akan berwasiat dalam buku tersebut bila saya wafat, buku saya dipegang oleh Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan”. Saya mengatakan bahwa buku tersebut cukup saja diserahkan kepada ke ahli warisnya, namun beliau menjawab bahwa yang harus memegang adalah orang yang berminat dalam masalah ini. Apakah beliau sudah menulis atau belum , saya tidak tau.
Adapun silsilah Bahalwan bentuk pohon di Indonesia dibuat oleh Zein Bin Abdurraman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan.Dan silsilah hanya dari keturunan Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan. Tulisan saya ini bukan seperti bentuk skema namun bentuk cerita. Bahan-bahan dikutip dari :
1. Tulisan Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan tentang tanggal kelahiran anak-anaknya.
2. Tulisan Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan tentang tanggal kelahiran, kematian dan lain-lain.
3. Tulisan Karamah Bin Umar Bin Ali Mubarak Bahalwan tentang asal usul Bahalwan yang terdapat dalam buku “Rasyidatul Akhwan” karangan Zumali Bahalwan. Buku ini masih tersimpan dengan baik di Hadramaut. Tujuannya akan dicetak namun karena terbentur biaya maka belum terlaksana.
4. Cerita yang saya dengar langsung dari Zein Bahalwan.
5. Cerita yang saya dengar langsung dari orang tua maupun kakek dan nenek di Banda Neira.
6. Buku-buku sejarah Banda.
Demikian sejarah Bahalwan, bila terdapat kesalahan mohon bantuan untuk memperbaiki dengan data-data lengkap.
2. Tulisan Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan tentang tanggal kelahiran, kematian dan lain-lain.
3. Tulisan Karamah Bin Umar Bin Ali Mubarak Bahalwan tentang asal usul Bahalwan yang terdapat dalam buku “Rasyidatul Akhwan” karangan Zumali Bahalwan. Buku ini masih tersimpan dengan baik di Hadramaut. Tujuannya akan dicetak namun karena terbentur biaya maka belum terlaksana.
4. Cerita yang saya dengar langsung dari Zein Bahalwan.
5. Cerita yang saya dengar langsung dari orang tua maupun kakek dan nenek di Banda Neira.
6. Buku-buku sejarah Banda.
Demikian sejarah Bahalwan, bila terdapat kesalahan mohon bantuan untuk memperbaiki dengan data-data lengkap.
Itulah bagian permulaan dari catatan Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan.
Perlu diketahui Fadhil lahir di Banda Neira tanggal 21 September 1929 M / 1384 H.Menikah dengan Faridah Binti Ibrahim Bahalwan tahun 1964 di Surabaya. Dari pernikahan tersebut dikaruniai 4 (empat) orang anak yang otomatis sebagai generasi kelima Al Bahalwan Banda Neira. Keempat anak Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan adalah :
1. Muhammad Bahalwan. Lahir di Surabaya, 15 Juli 1968.
2. Aniqah Bahalwan.Lahir di Surabaya, 17 Oktober 1969.
3. Nuhah Bahalwan. Lahir di Surabaya, 2 Juli 1977.
4. Adilah Bahalwan. Lahir di Surabaya, 30 April 1979.
Surabaya, 3 November 1995
Fadhil Bahalwan
Buku catatan tentang sejarah Bahalwan di Indonesia tersebut oleh bang Fadhil diberikan kepada penulis untuk dipelajari dan ditelaah lebih lanjut. Dan oleh penulis sudah disebar melalui Geogle dengan judul “Sejarah Bahalwan Di Indonesia“. Alhamdulillah,tulisan tersebut mendapat sambutan luar biasa, utamanya bagi Bahalwan junior. Karena sampai saat ini sudah 1000 orang yang mengunjungi dan membacanya. Disamping itu tulisan tersebut mampu membuka wawasan sekaligus memberikan pencerahan. Dan bagi orang di luar Al-Bahalwan, tulisan tersebut dapat dijadikan bahan penelitian tentang asal usul Bahalwan, kriprah dan perjuangan yang sudah dilakukan bagi bangsa dan Negara.
Masih menurut bang Fadhil, ada hal menarik dan memberi pengaruh positif kepada keluarga Bahalwan Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur sebagai keturunan Zumali Bahalwan. Sebelum membaca tulisan sejarah Bahalwan di Indonesia, keturunan Zumali Bahalwan dibelakang namanya tidak menggunakan marga Bahalwan, melainkan hanya menggunakan nama Zumali. Dan setelah membaca tulisan tersebut (sejarah Bahalwan) dengan melihat kiprah yang telah dilakukan,muncul kebanggaan dan kagum.Ternyata kita di Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur ini keturunan Bahalwan dan masih ada hubungan darah dengan Bahalwan Hadramaut yang termasuk keluarga terpandang.
“Ketika Rusda Binti Ibrahim Bahalwan yang menetap di Holland (Belanda) berlibur ke Indonesia dan bermaksud mengunjungi Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur. Ternyata seluruh penduduk kampong yang keturunan Zumali telah berubah. Yaitu tidak lagi menggunakan nama Zumali dibelakang namanya melainkan menggunakan Bahalwan di belakang namanya. Rusda pun dibuat semakin kagum. Karena mendapat penghormatan yang luar biasa dari warga kampong, setelah warga tahu Rusda juga keturunan Bahalwan”. Demikian yang telah disampaikan oleh Rusda kepada bang Fadhil 3 (tiga) tahun yang lalu.
Begitu pula dengan Husni Bahalwan dari Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur, seorang anak muda (sekitar 35 tahun) yang mempunyai semangat luar biasa untuk menyambung kembali tali silaturrahim yang sempat terputus dengan Al-Bahalwan lainnya. Maka datanglah ia (Husni) ke Surabaya dan langsung ingin ketemu dengan senior Bahalwan yang paham sejarah Bahalwan yaitu Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan. Disamping itu Husni juga ingin ketemu dengan penulis. tetapi belum takdirnya, karena keterbatasan waktu.
Tentang Al-Bahalwan, ternyata juga menarik bagi Nabil Bin Abdul Karim Hayazee' yang tinggal di Jakarta, pemerhati sekaligus penulis sejarah Jama’ah di Indonesia setelah membaca sejarah Bahalwan di internet. Menurut Nabil, keturunan Arab di Wilayah Indonesia Timur yang belum tersentuh, diantaranya adalah keturunan Bahalwan. Dan itu semakin mendorong Nabil untuk menjadikan obyek penelitian. Untuk mendapatkan data pendukung, Nabil sering berkomunikasi dengan penulis (telp maupun SMS). Memang ada rencana pertemuan langsung untuk mematangkan rencana tersebut. Peristiwa ini terjadi 10 bulan yang lalu.
Penulis sejarah Bahalwan berikutnya adalah IR. EFENDY BIN UMAR BIN ABDULLAH BAHALWAN, dengan judul “AL BAHALWAN DARI BANDA NEIRA, ASAL USUL DAN KETURUNANNYA“.
Rujukan yang dijadikan dasar oleh Efendy, demikian biasa dipanggil adalah buku yang ditulis oleh Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan yang telah diserahkan pada penulis, sebagai bahan pokok. Ditambah dengan informasi yang di dapat oleh Efendy dari para senior termasuk abanya sendiri, yaitu Umar Bin Abdullah Bahalwan di Ambon, kemudian dikembangkan lagi oleh Efendy.
Disamping itu Efendy juga membuat silsilah Bahalwan dari generasi pertama, yaitu Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (grandfather) sampai generasi ke 6 (enam) yaitu anaknya Efendy Bahalwan. Efendy mulai menulis sejarah pada 9 September 2005. Setiap ada permasalahan selalu koordinasi dengan penulis termasuk pembetulan, manakala ada data yang keliru. Karena saat itu Efendy dinas di Departemen Kehutanan di Ambon, maka untuk mendapatkan data dan informasi yang benar, Efendy rela mondar mandir Surabaya–Ambon. Di Surabaya Efendy tinggal di Manyar Tirto Asri XI / 20. Disamping itu cerita Efendy kepada penulis, ia (Efendy) juga melakukan komunikasi dengan Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan sebagai seniornya. Ini menunjukkan bahwa Efendy sangat hati-hati dalam menulis sejarah Bahalwan, karena ini untuk anak cucu kita mendatang, maka datanya harus valid. Dan untuk di Banda Neira, Efendy selalu koordinasi dengan Saleh (Le) Bin Ahmad Bin Abdullah Bahalwan yang masih cucu dari Aba Dulah.
Setiap Efendy ke Surabaya, selalu menemui penuis,untuk saling nanya kabar termasuk capaian tulisan yang sedang disusun. Ketika tulisannya sudah sekitar 80% selesai, Efendy pernah sharing dengan penulis, sebaiknya tulisan Al-Bahalwan ini dimasukkan di Facebook. Sehingga dapat diakses oleh keluarga Bahalwan saja atau di buka untuk pembaca secara umum ? Jelasnya Efendy meminta pendapat pada penulis, apakah hasil tulisannya nanti sifatnya tertutup atau terbuka. Dan menurut hemat penulis sebaiknya tulisan Al-Bahalwan kalau selesai nanti di peruntukkan untuk umum baik Al-Bahalwan maupun di luar Al-Bahalwan. Karena sudah waktunya Al Bahalwan tampil di tengah–tengah masyarakat secara luas. Demikian pula dalam hal ini, Efendy Bahalwan juga sharing kepada Ir. Abdu Aziez Bahalwan dan Mohammad Bahalwan yang punya admin pada whatsapp grup ini.
Mungkin Efendy sudah merasakan bahwa umurnya tidak lama lagi, maka terakhir ketika bertemu penulis, sebelum jatuh sakit diserahkanlah tulisannya yang masih 80% itu dan masih berupa lembaran-lembaran untuk selanjutnya ditelaah dan manakala ada yang keliru dapat dilakukan perbaikan. Setelah itu penulis mempelajari tulisan Efendy dan terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki. Maka dibuatlah catatan perbaikan oleh penulis,diantaranya adalah : Dalam tulisannya Efendy menyebutkan bahwa sekolah Al-Ma’arif di Tanjung Selor. Padahal yang benar adalah di Surabaya yang didirikan oleh Salim Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan. Termasuk juga penyebutan silsilah tidak urut (adanya lompatan nama) dan kekeliruan penyebutan nama. Catatan perbaikan tersebut sudah diserahkan kepada Efendy untuk dilakukan pembetulan. Namun Efendy keburu sakit dan dirawat di RS.Haji Sukolilo Surabaya. Ketika penulis menjenguk, dia masih antusias dan semangat untuk menyelesaikan tulisannya. Namun takdir berkata lain, saat dia sembuh dan pulang ke Ambon akhirnya meninggal di Ambon. Istri Efendy meninggal lebih dulu di Surabaya dan dimakamkan di Pemakaman Pegirian, Jl. SIdorame-Surabaya. Dan SUBHANALLAH, tepat 100 hari istrinya meninggal, Efendy menyusul jua meninggal di Ambon. Rumah Efendy di Ambon di Jl. Sultan Hasanuddin (depan Tugu Siliwangi) Batu Merah – Ambon.
Jadi sekarang ini tulisan Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan dan tulisan Ir. Efendy Bin Umar Bin Abdullah Bahalwan sama-sama ada di penulis. Oleh karena itu, walaupun kedua penulis sejarah Bahalwan tidak menyuruh penulis untuk menyebarluaskan informasi tersebut, namun penulis mempunyai tanggungjawab moral untuk menyampaikan kepada keluarga besar Bahalwan lainnya tentang sejarah Bahalwan, asal usul keturunannya, sepak terjangnya dan cerita lainnya. Yang itu semuanya merupakan bukti konkrit bahwa Bahalwan senior telah memulai dan meletakkan landasan ikatan kekeluargaan yang tergambar dalam pohon silsilah. Disamping itu hal terpenting lainnya menurut penulis adalah anak cucu Bahalwan harus tahu siapa dia, dari garis keturunan mana ia berasal. Ini untuk kepastian nasab. Sebab ada pepatah yang mengatakan, Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya.
Termasuk anak cucu Bahalwan junior pun diharapkan juga demikian. Tidak boleh menganggap remeh dan bahkan melupakan apa yang telah diperjuangkan oleh para senior Bahalwan. Kita yang junior harus mengambil pelajaran dari apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita untuk bekal meraih kesuksesan di masa depan. Sepertinya Fadhil Bahalwan dan Ir. Efendy Bahalwan mewarisi bakat Zumali Bahalwan si pengarang buku Rasyidatul Akhwan. Alhamdulillah sampai saat ini penulis sudah sharing tentang sejarah Bahalwan dan pernak perniknya di group WA Bahalwan. Kesemuanya itu berkat para senior diantaranya, Abah Zein, Aba Dula, Ustd. Abdurrahman Bahalwan, Fadhil dan Efendy serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih semua atas kontribusinya.
Semoga Al Bahalwan dapat menjadi air, di kala dahaga menimpa umat dan penyejuk di saat terik matahari serta menjadi katalisator dan dinamisator bagi keberlangsungan keluarga besar Bahalwan khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Berikut ini akan penulis tampilkan bagian pendahuluan tulisan Ir. Efendy Bahalwan sebagai dokumen asli yang diberi judul :
“AL BAHALWAN DARI BANDA NEIRA, ASAL USUL DAN KETURUNANNYA“.
DARI BANI ADNAN SAMPAI GEIS
Oleh : Efendy Bin Umar Bahalwan
Saya tidak tahu dari mana harus dimulai menulis silsilah ini, karena saya sadari bahwa penulisan suatu silsilah keluarga tidak seperti halnya menulis suatu artikel ilmiah. Menulis silsilah suatu keluarga (Famili) berawal dari mengumpulkan tulisan yang pernah ditulis sebelumnya,ibarat pekerjaan seorang peneliti fosil sejarah (Arkeologi) yang tidak boleh merekayasa suatu hasil temuan menurut pandangannya saja. Silsilah keluarga merupakan milik banyak pihak (multi Stkeholders) dan harus ditulis secara obyektif sehingga tidak mengurangi nilai sejarahnya serta tidak menimbulkan rasa ketersinggungan para pihak. Demikian pula halnya yang penulis rasakan dalam menulis sejarah Al Bahalwan.
Dimasa hidupnya, Abdullah Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (1876 – 1956) bersama adiknya Zein Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (1892 – 1981) telah menaruh perhatian yang penuh terhadap silsilah Al - Bahalwan di Indonesia. Mereka menulis dengan mencatat seluruh tanggal lahir dan kematian dari anak – anak yang terlahir dari keluarga Al – Bahalwan. Mereka juga melakukan hubungan surat menyurat dengan keluarga Al- Bahalwan yang ada di Tanjung Selor,Bulungan Kalimantan Timur sampai tahun 1940. Mereka saling berkirim surat dan membalasnya untuk mencocokkan apa yang mereka tuliskan. Setiap informasi, data dan segala berita yang mereka dapatkan didiskusikan secara seksama melalui surat menyurat agar mendapatkan keakuratannya. Disaat itulah Zein Bahalwan menyusun silsilah Al – Bahalwan secara seksama tetapi dalam tempo yang cukup lama. Disusunlah setiap nama, disambung ke nama berikutnya saling berangkai dan bercabang-cabang sesuai dengan jumlah mereka yang terlahir. Silsilah itu digambarkan sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah pohon. Ada pokok, cabang, ranting dan dahan sebagaimana bentuknya pohon. Diantara pokok, cabang, ranting dan dahan terdapat titik simpul dan di titik itulah diberi nama masing – masing generasi yang lahir. Anak dan cucu Zein Bahalwan menyebutnya sebagai “Pohon Silsilah“.
Sesuai dengan catatan yang tersimpan rapi pada Husni Bin Ahmad Bin Abdullah Bahalwan , Efendy Bin umar Bin Abdullah Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan lahir di Ambon pada tanggal 1 Mei 1949 M atau bertepatan dengan tanggal 4 Rajab 1368 H, hari Sabtu jam 24.00 tengah malam. Selanjutnya Efendy Bin umar Bin Abdullah Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan menikah dengan Fatmah Basalamah yang berprofesi sebagai seorang dokter dan dikaruniai anak yang bernama :
1. Reza Ikhsan Bahalwan, Lahir di Makasar, 11 Juli 1983.
2. Yulia Efendy Bahalwan, Lahir di Ambon, 31 Juli 1985.
3. Nurul Amalia Bahalwan. Lahir di Ambon, 16 April 1992.
Demikian sekilas tulisan pendahuluan Ir. Efendy Bahalwan. Mengenai aktifitas dan sepak terjang Efendy berikutnya akan dibahas dalam bab tersendiri.
Penulis berpendapat bahwa semakin banyak Al-Bahalwan yang menulis tentang sejarah Bahalwan, maka semakin bagus. Hal ini untuk lebih memperkaya wawasan dan informasi. Karena, antara penulis satu dengan lainnya mempunyai gaya dan metode tersendiri. Dan mereka (para penulis) akan membuat tulisan berdasarkan data dan informasi yang diterima. Jadi sifatnya adalah saling melengkapi satu dengan lainnya. Oleh karena itu berulang kali penulis sampaikan, generasi Bahalwan senior telah dengan sungguh-sungguh menggali sejarah Bahalwan.Maka tugas Bahalwan junior adalah menjaga dan memelihara serta mengembangkan apa yang telah dilakukan oleh Bahalwan senior. Khususnya kepada Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan dan Ir. Efendy Bin Umar Bin Abdullah Bahalwan, penulis sangat mengapresiasi atas apa yang telah dilakukan. Terlebih bang Fadhil yang sekarang tinggal di Mulyorejo Tengah No. 16 Surabaya. Sehingga penulis sering silaturrahim ke rumah beliau, sebagaimana beliau dahulu silaturahim ke rumah Abah Zein. Di saat sekarang ini usianya sudah 88 tahun, tetapi Alhamdulillah ingatannya tentang Bahalwan masih sangat kuat, walaupun ada kendala dalam penglihatan mata.
Semoga apa yang telah dilakukan oleh para senior diterima oleh Allah سبحانه وتعالى dan mendapat Ridho-Nya.
آمين يارب العالمين …
Perlu diketahui Fadhil lahir di Banda Neira tanggal 21 September 1929 M / 1384 H.Menikah dengan Faridah Binti Ibrahim Bahalwan tahun 1964 di Surabaya. Dari pernikahan tersebut dikaruniai 4 (empat) orang anak yang otomatis sebagai generasi kelima Al Bahalwan Banda Neira. Keempat anak Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan adalah :
1. Muhammad Bahalwan. Lahir di Surabaya, 15 Juli 1968.
2. Aniqah Bahalwan.Lahir di Surabaya, 17 Oktober 1969.
3. Nuhah Bahalwan. Lahir di Surabaya, 2 Juli 1977.
4. Adilah Bahalwan. Lahir di Surabaya, 30 April 1979.
Surabaya, 3 November 1995
Fadhil Bahalwan
Buku catatan tentang sejarah Bahalwan di Indonesia tersebut oleh bang Fadhil diberikan kepada penulis untuk dipelajari dan ditelaah lebih lanjut. Dan oleh penulis sudah disebar melalui Geogle dengan judul “Sejarah Bahalwan Di Indonesia“. Alhamdulillah,tulisan tersebut mendapat sambutan luar biasa, utamanya bagi Bahalwan junior. Karena sampai saat ini sudah 1000 orang yang mengunjungi dan membacanya. Disamping itu tulisan tersebut mampu membuka wawasan sekaligus memberikan pencerahan. Dan bagi orang di luar Al-Bahalwan, tulisan tersebut dapat dijadikan bahan penelitian tentang asal usul Bahalwan, kriprah dan perjuangan yang sudah dilakukan bagi bangsa dan Negara.
Masih menurut bang Fadhil, ada hal menarik dan memberi pengaruh positif kepada keluarga Bahalwan Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur sebagai keturunan Zumali Bahalwan. Sebelum membaca tulisan sejarah Bahalwan di Indonesia, keturunan Zumali Bahalwan dibelakang namanya tidak menggunakan marga Bahalwan, melainkan hanya menggunakan nama Zumali. Dan setelah membaca tulisan tersebut (sejarah Bahalwan) dengan melihat kiprah yang telah dilakukan,muncul kebanggaan dan kagum.Ternyata kita di Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur ini keturunan Bahalwan dan masih ada hubungan darah dengan Bahalwan Hadramaut yang termasuk keluarga terpandang.
“Ketika Rusda Binti Ibrahim Bahalwan yang menetap di Holland (Belanda) berlibur ke Indonesia dan bermaksud mengunjungi Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur. Ternyata seluruh penduduk kampong yang keturunan Zumali telah berubah. Yaitu tidak lagi menggunakan nama Zumali dibelakang namanya melainkan menggunakan Bahalwan di belakang namanya. Rusda pun dibuat semakin kagum. Karena mendapat penghormatan yang luar biasa dari warga kampong, setelah warga tahu Rusda juga keturunan Bahalwan”. Demikian yang telah disampaikan oleh Rusda kepada bang Fadhil 3 (tiga) tahun yang lalu.
Begitu pula dengan Husni Bahalwan dari Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur, seorang anak muda (sekitar 35 tahun) yang mempunyai semangat luar biasa untuk menyambung kembali tali silaturrahim yang sempat terputus dengan Al-Bahalwan lainnya. Maka datanglah ia (Husni) ke Surabaya dan langsung ingin ketemu dengan senior Bahalwan yang paham sejarah Bahalwan yaitu Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan. Disamping itu Husni juga ingin ketemu dengan penulis. tetapi belum takdirnya, karena keterbatasan waktu.
Tentang Al-Bahalwan, ternyata juga menarik bagi Nabil Bin Abdul Karim Hayazee' yang tinggal di Jakarta, pemerhati sekaligus penulis sejarah Jama’ah di Indonesia setelah membaca sejarah Bahalwan di internet. Menurut Nabil, keturunan Arab di Wilayah Indonesia Timur yang belum tersentuh, diantaranya adalah keturunan Bahalwan. Dan itu semakin mendorong Nabil untuk menjadikan obyek penelitian. Untuk mendapatkan data pendukung, Nabil sering berkomunikasi dengan penulis (telp maupun SMS). Memang ada rencana pertemuan langsung untuk mematangkan rencana tersebut. Peristiwa ini terjadi 10 bulan yang lalu.
Bagian Kedua
Penulis sejarah Bahalwan berikutnya adalah IR. EFENDY BIN UMAR BIN ABDULLAH BAHALWAN, dengan judul “AL BAHALWAN DARI BANDA NEIRA, ASAL USUL DAN KETURUNANNYA“.
Rujukan yang dijadikan dasar oleh Efendy, demikian biasa dipanggil adalah buku yang ditulis oleh Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan yang telah diserahkan pada penulis, sebagai bahan pokok. Ditambah dengan informasi yang di dapat oleh Efendy dari para senior termasuk abanya sendiri, yaitu Umar Bin Abdullah Bahalwan di Ambon, kemudian dikembangkan lagi oleh Efendy.
Disamping itu Efendy juga membuat silsilah Bahalwan dari generasi pertama, yaitu Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (grandfather) sampai generasi ke 6 (enam) yaitu anaknya Efendy Bahalwan. Efendy mulai menulis sejarah pada 9 September 2005. Setiap ada permasalahan selalu koordinasi dengan penulis termasuk pembetulan, manakala ada data yang keliru. Karena saat itu Efendy dinas di Departemen Kehutanan di Ambon, maka untuk mendapatkan data dan informasi yang benar, Efendy rela mondar mandir Surabaya–Ambon. Di Surabaya Efendy tinggal di Manyar Tirto Asri XI / 20. Disamping itu cerita Efendy kepada penulis, ia (Efendy) juga melakukan komunikasi dengan Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan sebagai seniornya. Ini menunjukkan bahwa Efendy sangat hati-hati dalam menulis sejarah Bahalwan, karena ini untuk anak cucu kita mendatang, maka datanya harus valid. Dan untuk di Banda Neira, Efendy selalu koordinasi dengan Saleh (Le) Bin Ahmad Bin Abdullah Bahalwan yang masih cucu dari Aba Dulah.
Setiap Efendy ke Surabaya, selalu menemui penuis,untuk saling nanya kabar termasuk capaian tulisan yang sedang disusun. Ketika tulisannya sudah sekitar 80% selesai, Efendy pernah sharing dengan penulis, sebaiknya tulisan Al-Bahalwan ini dimasukkan di Facebook. Sehingga dapat diakses oleh keluarga Bahalwan saja atau di buka untuk pembaca secara umum ? Jelasnya Efendy meminta pendapat pada penulis, apakah hasil tulisannya nanti sifatnya tertutup atau terbuka. Dan menurut hemat penulis sebaiknya tulisan Al-Bahalwan kalau selesai nanti di peruntukkan untuk umum baik Al-Bahalwan maupun di luar Al-Bahalwan. Karena sudah waktunya Al Bahalwan tampil di tengah–tengah masyarakat secara luas. Demikian pula dalam hal ini, Efendy Bahalwan juga sharing kepada Ir. Abdu Aziez Bahalwan dan Mohammad Bahalwan yang punya admin pada whatsapp grup ini.
Mungkin Efendy sudah merasakan bahwa umurnya tidak lama lagi, maka terakhir ketika bertemu penulis, sebelum jatuh sakit diserahkanlah tulisannya yang masih 80% itu dan masih berupa lembaran-lembaran untuk selanjutnya ditelaah dan manakala ada yang keliru dapat dilakukan perbaikan. Setelah itu penulis mempelajari tulisan Efendy dan terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki. Maka dibuatlah catatan perbaikan oleh penulis,diantaranya adalah : Dalam tulisannya Efendy menyebutkan bahwa sekolah Al-Ma’arif di Tanjung Selor. Padahal yang benar adalah di Surabaya yang didirikan oleh Salim Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan. Termasuk juga penyebutan silsilah tidak urut (adanya lompatan nama) dan kekeliruan penyebutan nama. Catatan perbaikan tersebut sudah diserahkan kepada Efendy untuk dilakukan pembetulan. Namun Efendy keburu sakit dan dirawat di RS.Haji Sukolilo Surabaya. Ketika penulis menjenguk, dia masih antusias dan semangat untuk menyelesaikan tulisannya. Namun takdir berkata lain, saat dia sembuh dan pulang ke Ambon akhirnya meninggal di Ambon. Istri Efendy meninggal lebih dulu di Surabaya dan dimakamkan di Pemakaman Pegirian, Jl. SIdorame-Surabaya. Dan SUBHANALLAH, tepat 100 hari istrinya meninggal, Efendy menyusul jua meninggal di Ambon. Rumah Efendy di Ambon di Jl. Sultan Hasanuddin (depan Tugu Siliwangi) Batu Merah – Ambon.
Jadi sekarang ini tulisan Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan dan tulisan Ir. Efendy Bin Umar Bin Abdullah Bahalwan sama-sama ada di penulis. Oleh karena itu, walaupun kedua penulis sejarah Bahalwan tidak menyuruh penulis untuk menyebarluaskan informasi tersebut, namun penulis mempunyai tanggungjawab moral untuk menyampaikan kepada keluarga besar Bahalwan lainnya tentang sejarah Bahalwan, asal usul keturunannya, sepak terjangnya dan cerita lainnya. Yang itu semuanya merupakan bukti konkrit bahwa Bahalwan senior telah memulai dan meletakkan landasan ikatan kekeluargaan yang tergambar dalam pohon silsilah. Disamping itu hal terpenting lainnya menurut penulis adalah anak cucu Bahalwan harus tahu siapa dia, dari garis keturunan mana ia berasal. Ini untuk kepastian nasab. Sebab ada pepatah yang mengatakan, Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya.
Termasuk anak cucu Bahalwan junior pun diharapkan juga demikian. Tidak boleh menganggap remeh dan bahkan melupakan apa yang telah diperjuangkan oleh para senior Bahalwan. Kita yang junior harus mengambil pelajaran dari apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita untuk bekal meraih kesuksesan di masa depan. Sepertinya Fadhil Bahalwan dan Ir. Efendy Bahalwan mewarisi bakat Zumali Bahalwan si pengarang buku Rasyidatul Akhwan. Alhamdulillah sampai saat ini penulis sudah sharing tentang sejarah Bahalwan dan pernak perniknya di group WA Bahalwan. Kesemuanya itu berkat para senior diantaranya, Abah Zein, Aba Dula, Ustd. Abdurrahman Bahalwan, Fadhil dan Efendy serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih semua atas kontribusinya.
Semoga Al Bahalwan dapat menjadi air, di kala dahaga menimpa umat dan penyejuk di saat terik matahari serta menjadi katalisator dan dinamisator bagi keberlangsungan keluarga besar Bahalwan khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Berikut ini akan penulis tampilkan bagian pendahuluan tulisan Ir. Efendy Bahalwan sebagai dokumen asli yang diberi judul :
“AL BAHALWAN DARI BANDA NEIRA, ASAL USUL DAN KETURUNANNYA“.
DARI BANI ADNAN SAMPAI GEIS
Oleh : Efendy Bin Umar Bahalwan
Saya tidak tahu dari mana harus dimulai menulis silsilah ini, karena saya sadari bahwa penulisan suatu silsilah keluarga tidak seperti halnya menulis suatu artikel ilmiah. Menulis silsilah suatu keluarga (Famili) berawal dari mengumpulkan tulisan yang pernah ditulis sebelumnya,ibarat pekerjaan seorang peneliti fosil sejarah (Arkeologi) yang tidak boleh merekayasa suatu hasil temuan menurut pandangannya saja. Silsilah keluarga merupakan milik banyak pihak (multi Stkeholders) dan harus ditulis secara obyektif sehingga tidak mengurangi nilai sejarahnya serta tidak menimbulkan rasa ketersinggungan para pihak. Demikian pula halnya yang penulis rasakan dalam menulis sejarah Al Bahalwan.
Dimasa hidupnya, Abdullah Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (1876 – 1956) bersama adiknya Zein Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (1892 – 1981) telah menaruh perhatian yang penuh terhadap silsilah Al - Bahalwan di Indonesia. Mereka menulis dengan mencatat seluruh tanggal lahir dan kematian dari anak – anak yang terlahir dari keluarga Al – Bahalwan. Mereka juga melakukan hubungan surat menyurat dengan keluarga Al- Bahalwan yang ada di Tanjung Selor,Bulungan Kalimantan Timur sampai tahun 1940. Mereka saling berkirim surat dan membalasnya untuk mencocokkan apa yang mereka tuliskan. Setiap informasi, data dan segala berita yang mereka dapatkan didiskusikan secara seksama melalui surat menyurat agar mendapatkan keakuratannya. Disaat itulah Zein Bahalwan menyusun silsilah Al – Bahalwan secara seksama tetapi dalam tempo yang cukup lama. Disusunlah setiap nama, disambung ke nama berikutnya saling berangkai dan bercabang-cabang sesuai dengan jumlah mereka yang terlahir. Silsilah itu digambarkan sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah pohon. Ada pokok, cabang, ranting dan dahan sebagaimana bentuknya pohon. Diantara pokok, cabang, ranting dan dahan terdapat titik simpul dan di titik itulah diberi nama masing – masing generasi yang lahir. Anak dan cucu Zein Bahalwan menyebutnya sebagai “Pohon Silsilah“.
Sesuai dengan catatan yang tersimpan rapi pada Husni Bin Ahmad Bin Abdullah Bahalwan , Efendy Bin umar Bin Abdullah Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan lahir di Ambon pada tanggal 1 Mei 1949 M atau bertepatan dengan tanggal 4 Rajab 1368 H, hari Sabtu jam 24.00 tengah malam. Selanjutnya Efendy Bin umar Bin Abdullah Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan menikah dengan Fatmah Basalamah yang berprofesi sebagai seorang dokter dan dikaruniai anak yang bernama :
1. Reza Ikhsan Bahalwan, Lahir di Makasar, 11 Juli 1983.
2. Yulia Efendy Bahalwan, Lahir di Ambon, 31 Juli 1985.
3. Nurul Amalia Bahalwan. Lahir di Ambon, 16 April 1992.
Demikian sekilas tulisan pendahuluan Ir. Efendy Bahalwan. Mengenai aktifitas dan sepak terjang Efendy berikutnya akan dibahas dalam bab tersendiri.
Penulis berpendapat bahwa semakin banyak Al-Bahalwan yang menulis tentang sejarah Bahalwan, maka semakin bagus. Hal ini untuk lebih memperkaya wawasan dan informasi. Karena, antara penulis satu dengan lainnya mempunyai gaya dan metode tersendiri. Dan mereka (para penulis) akan membuat tulisan berdasarkan data dan informasi yang diterima. Jadi sifatnya adalah saling melengkapi satu dengan lainnya. Oleh karena itu berulang kali penulis sampaikan, generasi Bahalwan senior telah dengan sungguh-sungguh menggali sejarah Bahalwan.Maka tugas Bahalwan junior adalah menjaga dan memelihara serta mengembangkan apa yang telah dilakukan oleh Bahalwan senior. Khususnya kepada Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan dan Ir. Efendy Bin Umar Bin Abdullah Bahalwan, penulis sangat mengapresiasi atas apa yang telah dilakukan. Terlebih bang Fadhil yang sekarang tinggal di Mulyorejo Tengah No. 16 Surabaya. Sehingga penulis sering silaturrahim ke rumah beliau, sebagaimana beliau dahulu silaturahim ke rumah Abah Zein. Di saat sekarang ini usianya sudah 88 tahun, tetapi Alhamdulillah ingatannya tentang Bahalwan masih sangat kuat, walaupun ada kendala dalam penglihatan mata.
Semoga apa yang telah dilakukan oleh para senior diterima oleh Allah سبحانه وتعالى dan mendapat Ridho-Nya.
آمين يارب العالمين …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar