Sabtu, 28 Januari 2017

SEJARAH BAHALWAN - KAKEKKU SEORANG PEDAGANG DENGAN MENGENDARAI KAPAL LAYAR

Oleh : Washil Bahalwan                               

                 

GAMBAR ALUR BAHALWAN BANDA NEIRA             

                                     

TERJEMAHAN TULISAN ARAB PEGO ZEIN BIN ABDURRAHMAN BAHALWAN :
1. KHIRDH : Nashiruddin Abdullah Bahalwan
2. HIJRIEN : Geis
3. GHURFAH : Anaknya Geis yaitu : Ahmad, Abu Bakar, Zumali dan Abdullah
4. SURABAYA : Mohammad Bin Mubarak Bahalwan
5. Abdurrahman Bin Mubarak Bahalwan beristri dengan Rugayah Binti Abdurrahman Sabban di Banda Neira

Inilah Silsilah kita AL – BAHALWAN Banda :
Muhammad Bin Mubarak Bin Muhammad Bin Salim Bin Abdullah Bin Geis Bin Zumali Bin Amru Bin Abdullah Bin Qazim Bin Abdul Aziz Bin Fadhil Bin imam Nashiruddin Abdullah Bahalwan.
Dalam tahun 1917 sehabis Perang Dunia I sampai tahun 1953 sehabis Perang Dunia II dalam masa 36 tahun.
Empat bersaudara tersebut telah meninggalkan tanah air (maksudnya Banda), berhijrah ke Surabaya pertama : Salim baru berikutnya Hasan, Zein dan Abdullah.

• Abah kita, maksudnya adalah kakek penulis yaitu Abdurrahman Bahalwan terlahir di Semarang dalam tahun 1273 H dan wafat di Banda dalam tahun 1311 H.
• Ibu kita, maksudnya adalah nenek penulis yaitu Rugayah Binti Abdurrahman Sabban terlahir di Banda dalam tahun 1278 H dan wafat di Banda pula dalam tahun 1365 H.
• Dari wafatnya Geis di Hijrien dalam tahun 1069 H sampai tersusunnya buku sejarah ini dalam tahun 1378 H sudah berjalan 309 tahun lamanya.


Atas dasar alur Bahalwan tulisan Arab Pego abah Zein, demikian biasa kami memanggilnya dapat dikatakan bahwa alur Bahalwan tersusun rapi dan terdokumentasikan dengan baik. Sehingga memudahkan penulis untuk mengembangkan serta menginformasikan kepada Bahalwan secara lebih luas lagi. Sekaligus dapat diperjelas  bahwa, ada beberapa orang yang dapat dikatakan sebagai pembuka tabir sejarah Bahalwan. Beliau yang di maksud adalah :
1. Zumali Bin Geis Bin Zumali Bin Amru Bin Abdullah Bin Qazim Bin Abdul Aziz Bin Fadhil Bin Imam Nashruddin Abdullah Bahalwan yang telah menulis buku dengan judul “RASYIDATUL AKHWAN“. Dimana buku tersebut menjadi rujukan utama dan pertama, manakala kita ingin menggali sejarah Bahalwan.
2. Karamah Bin Umar Bin Ali Bin Mubarok Bahalwan. Merupakan ahli silsilah Bahalwan di Aden sekaligus yang meneliti dan ternyata antara Bahalwan Hadramaut dan Bahalwan Indonesia masih ada pertalian darah.
3. Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan (Aba Dula). Ahli Silsilah Bahalwan Banda Neira, sekaligus yang menelaan surat balasan Karamah dan membenarkan apa yang disampaikan oleh Karamah yaitu pertalian darah antara Bahalwan Hadramaut dan Bahalwan Indonesia.
4. Zein Bin Abdurrahman Bahalwan. Inisiator untuk menulis surat dengan judul “Jalan Terbuka“ ke Bahalwan Ghurfah-Hadramaut. Banyak menyimpan dokumen perjalanan Bahalwan sampai dengan disusunnya silsilah Bahalwan yang selanjutnya dikenal dengan “POHON SILSILAH“ Bahalwan.
5. Kemudian diteruskan oleh Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan dan Ir. Efendy Bin umar Bahalwan.
Perlu diketahui bahwasanya Imam Nashiruddin Abdullah Bahalwan, pernah mendapatkan tugas dari Raja untuk menjadi Gubernur di kota Zele’ Afrika yang masih termasuk wilayah kekuasaan kerajaan Yaman. (selengkapnya baca edisi 16). Kemudian Geis Bin Zumali Bin Amru Bin Abdullah Bin Qazim Bin Abdul Aziz Bahalwan, adalah tentara pada kerajaan Yaman dan pada tahun 1079 H diperbantukan kepada Imam Al–Muttawakkal ‘Alallah yang bernama Ismail. (selengkapnya baca edisi 16).

BERIKUT PENULIS TAMPILKAN SEKILAS KOTA SEMARANG, DALAM TULISAN ARAB PEGO ABAH ZEIN.
TULISAN ARAB PEGO KOTA SEMARANG                                          




TERJEMAHAN SEKILAS KOTA SEMARANG TULISAN ARAB PEGO ABAH ZEIN.
“Satu pemandangan yang merowitakan (maksudnya menceritakan) hati sepanjang Kali Baru kota Semarang. Simpulkan kenang – kenangan kita pada abad yang lampau. Bahwa kota Semarang adalah tempat kelahiran abah kita, maksudnya kakek penulis yaitu Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan. Tapi tak dapat kita tentukan apa nama kampungnya. Begitu pula kota kelahiran ahwal kita, maksudnya saudara ibunya Rugayah Binti Abdurrahman Sabban se ayah. Abdullah, Salim, Aisyah Binti Abdurrahman Bin Abdullah Sabban AQORIB, maksudnya keluarga dekat dan leluhur kita sekalian. Alhamdulillah dapatlah kita kumpulkan sekedar gambar – gambar tanah leluhur kita. Barat dekatnya Yaman, Hijrien, Ghurfah, Semarang, Surabaya dan Banda Neira“.

Menurut hemat penulis dari tulisan Arab Pego abah Zein tentang sekilas kota Semarang, dapat dikatakan bahwa “Semarang merupakan tempat dimana kakek penulis dilahirkan sebelum hijrah ke Banda Neira”. Muhammad Bin Mubarak bahalwan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pedagang dengan mengendarai kapal layar menetap di Semarang dan menikah dengan Nur Binti Syarwan. Dari pernikahan tersebut dikaruniai 5 (lima) orang anak yaitu : Muhani, Aminah, Aisyah, Salmah dan Abdurrahman Bahalwan (kakek penulis) dan setelah itu berhijrah ke Surabaya beserta keluarganya.

Dari Aminah  yang kemudian menurunkan Ahmad Baraja yang biasa disebut  Ahmad AMBAR , sedang Salmah adalah ibu dari Abdullah Assegaf atau Bang Yek  yang tinggal di Gresik yang anak cucunya bernama Mashuda dan tinggal di K.S. Tubun no. 11A kota Pudak Gresik. Dimana rumahnya bersebelahan dengan rumah Cik Econ Bahalwan (saudara Awad dan Umar Bin Hasan Bahalwan).



Ternyata Muhammad Bin Mubarak Bahalwan, mempunyai sahabat dekat yang juga tinggal di Semarang yaitu Abdurrahman Bin Abdullah Sabban,walaiti. Maksudnya asli orang Hadramaut-Yaman.  Abdurrahman Sabban menikah di Semarang dan dikaruniai 3 (tiga) orang anak yaitu : Salim, Abdullah dan Aisyah. Kemudian Abdurrahman Bin Abdullah Sabban hijrah ke Banda Neira untuk berdagang dan selanjutnya menikah lagi dengan penduduk asli Banda Neira yang bernama  Puasa. Dari pernikahan tersebut mempunyai anak bernama Rugayah Binti Abdurrahman Sabban.
Ketika kapal layar milik Muhammad Bin Mubarak Bahalwan berangkat dari Yaman menuju ke Semarang, banyak membawa jamaah dari Yaman yang hendak hijrah ke Indonesia secara cuma-cuma. Ada keinginan kuat dari Muhammad Bin Mubarok Bahalwan menjadikan anak laki satu-satunya, yang paling kecil, untuk dikader berdagang seperti abahnya. Maka, menginjak dewasa, di usia 17 tahun Abdurrahman Bahalwan mengikuti jejak abahnya yaitu Muhammad Bin Mubarak Bahalwan berdagang ke Banda Neira. Taqdir Allah SWT, di Banda Neira bertemu dengan sahabat dekat yang sudah lama tidak bertemu yaitu Abdurrahman Bin Abdullah Sabban yang sudah lebih dulu hijrah ke Banda Neira. Dari pertemuan tersebut, saling kangen–kangenan dan saling nanya tentang kabar masing–masing termasuk berapa anaknya dan lain sebagainya.

Waktu itu sebenarnya Muhammad Bin Mubarak Bahalwan ingin kembali ke Surabaya bersama Abdurrahman (anaknya). Namun karena ada niatan dari Abdurrahman Bin Abdullah Sabban untuk menjodohkan, maka beliau berkata kepada Muhammad Bin Mubarak Bahalwan, “Anakmu (Abdurrahman Bahalwan) biar tinggal di sini tidak perlu ikut kembali ke Surabaya, karena akan saya nikahkan dengan putriku (Rugayah Binti Abdurrahman Sabban).“ Agar  persahabatan yang telah kita jalin sejak lama tidak putus dan bahkan berubah menjadi ikatan keluarga. Dan keinginan tersebut, rupanya tidak bertepuk sebelah tangan dari pihak Abdurrahman Bin Abdullah Sabban. Maka Muhammad Bin Mubarak Bahalwan merestui dan dimatangkanlah pembicaraan perjodohan tersebut. Dalam waktu yang telah ditentukan, berlangsunglah pernikahan antara Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan dengan Rugayah Binti Abdurrahman Bin Abdullah Sabban. Pada saat pernikahan berlangsung, usia Abdurrahman Bahalwan 18 tahun dan Rugayah Binti Abdurrahman Sabban 13 tahun. Dan dari pernikahan tersebut dikaruniai 10 (sepuluh) orang anak yaitu:
1. Abdullah (Aba dula)
2. Salim (pendiri sekolah AL – Ma’arif).
3. Muhammad
4. Fathum
5. Zainah
6. Umar
7. Hasan
8. Zein (abah penulis)
9. Said
10. Salmah (Salimun).
Semua anak Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan terlahir di Banda.

Dan setelah itu Muhammad Bin Mubarak Bahalwan kembali dan menetap di Surabaya sampai wafat dan dimakamkan di TPU Rangkah Surabaya, karena waktu itu TPU Pegirian belum ada. 

Ilustrasi : kapal layar

Muhammad bin Mubarok Bahalwan Berlayar Mengarungi Samudera Nan Luas untuk Berdagang dari Yaman, Tiba di Semarang, kemudian menuju ke Banda Neira. Bahkan, pernah berlayar sampai ke Laut Cina Selatan.

Jadi benar adanya kalau ada nyanyian yang berjudul “Nenek Moyangku Orang Pelaut. Dan ternyata senior Bahalwan bukan hanya sekedar orang pelaut, akan tetapi menjadi pemilik kapal juga sebagai pedagang.  Tentunya untuk menjadi seorang pelaut bukan hanya diperlukan fisik yang prima, tetapi harus cerdas dalam membaca peta termasuk memiliki ilmu tentang pelayaran. Disamping itu juga harus menguasai ilmu falak (ilmu perbintangan), menguasai kompas sebagai penunjuk arah dan angin. 

Menurut cerita Muhammad Bahalwan (kakekku) berdagang mengarungi samudra nan luas, bahkan berlayar sampai ke Laut Cina Selatan. Demikian yang disampaikan oleh Ibu Rugayah Binti Abdurrahman Sabban (nenekku) kepada anak–anaknya tentang sepak terjang. Muhammad Bin Mubarak Bahalwan.                 

                          

Perlu disampaikan dalam pembahasan edisi 19 ini, penulis berpikir serius bagaimana caranya agar dapat menyajikan alur Bahalwan secara enak, mudah dipahami dan membangkitkan semangat untuk mencintai sejarah khususnya sejarah Al-Bahalwan. Maka dipelajari kembali berbagai buku tentang Bahalwan dari penulis sebelumnya. Dan akhirnya dipilihlah model dan sistematika yang sekarang sedang Al Bahalwan simak. Oleh karena itu dalam menyimak pembahasan kali ini, mohon kiranya dilakukan dengan cermat dan teliti, agar tidak terjadi salah paham. Karena hal ini sudah masuk pada pembahasan inti dari siapa Bahalwan sebenarnya. Memang diakui oleh penulis membaca sejarah berbeda dengan membaca novel. Membaca sejarah harus urut, seluruh tahapan harus diikuti dan dicerna dengan baik. Oleh karena itu sangat disayangkan kepada Al-Bahalwan yang belum sempat membaca secara utuh mulai edisi pertama. Akan tetapi penulis sudah menyiapkan antisipasinya dengan memasukkan seluruh tulisan penulis ke dalam internet. Silahkan membuka Google, ketik “Anak Cucu Bahalwan Menerjang Zaman“.

Dan melalui kesempatan ini pula penulis menghimbau kepada Al Bahalwan yang belum masuk menjadi anggota Group WA Bahalwan - Baadillah, untuk segera bergabung. Ingat senior kita telah memberi contoh untuk mengutamakan membangun tradisi silaturrahim. Dan di era sekarang ini di tengah kesibukan kita yang begitu padat dan jarak yang berjauhan, maka media Whatsapp Group Bahalwan – Baadilla menjadi salah satu solusinya. Semoga melalui Group WA Bahalwan – Baadilla menjadikan diri kita semakin bijak dan arif baik dalam bertutur kata maupun bersikap. Serta yang lebih penting dari itu semua adalah jangan pernah kita memutus tali silaturrahim diantara kita. Justru mari kita erat dan kokohkan jalinan silaturrahim ke depan utamanya kepada Bahalwan junior. Dan bagi Al-Bahalwan yang kurang paham, penulis dengan senang hati siap membantu. Semoga kita selalu dimudahkan oleh Allah سبحانه وتعالى dalam memenuhi apa yang menjadi keinginan dan cita-cita kita. آمين يارب العالمين           


Washil Bahalwan
penulis sejarah bahalwan

Jumat, 27 Januari 2017

SEJARAH BAHALWAN - PERTALIAN KELUARGA YANG KUAT

Oleh : Washil Bahalwan

Bagian Pertama


Alhamdulillah pada edisi 18 ini penulis dapat menyelesaikan tulisan yang mengupas tuntas sejarah Bahalwan di Indonesia. Perlu diketahui bahwasanya masuknya Bahalwan ke Indonesia melalui 3 (tiga) jalur yaitu :
1. JALUR PERTAMA. Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (Kakekku) yang tiba di Semarang, kemudian anak keturunannya pindah ke Banda Neira.

2. JALUR KEDUA. Masuknya Bahalwan ke Tanjung Selor, Bulungan,Kalimantan Timur. Yaitu keturunan Zumali Bahalwan (penulis Buku "Rasyidatul Akhwan") yang bernama Bakran Bin Abdullah Bin Zumali Bin Bakran Bin Umar Bin Zumali Bin Geys Bahalwan (lihat peta silsilah Bahalwan versi Abah Zein pada edisi 17). Dari Bakran ini menurunkan keturunan Ir. Ahmadun Bahalwan. Untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah Bahalwan, Ir. Ahmadun pernah datang ke Surabaya bersama Ir. Abdul Aziez Bahalwan sekitar tahun 1982 dan bertemu dengan penulis di rumah Nyamplungan VIII / 69 Surabaya 1 (satu tahun) setelah abah Zein meninggal.

3. JALUR KETIGA. Abdurrahman Bin Salim Bahalwan, tiba di Pasuruan Jawa Timur. Salah satu anaknya bernama Fatimah Bahalwan (istri dari Hasan Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan yang juga ibu dari Awad Bin Hasan Bahalwan (Tegal Jawa Tengah) atau nenek dari Fatmah Bahalwan. Penulis ketemu dengan Salmah Binti Salim Bin Abdurrahman Bahalwan dan kedua anaknya yang bernama Rifa’i dan Haris. Penulis juga pernah berkunjung ke rumah Rugayah Binti Said Bin Abdurrahman Bahalwan (biasa dipanggil Cik Gaya) tahun 1990 di Jl. Niaga (kampung Arab) Pasuruan.

Tahun 2004, Rifa’i datang ke Nyamplungan VIII / 69 Surabaya untuk ketemu dengan penulis dengan tujuan untuk menyambung tali silaturrahim dengan sesama Bahalwan yang sempat putus. Disamping itu Rifa’i juga berkunjung ke rumah Umar Bin Hasan Bahalwan, abahnya Mohammad Bahalwan yang bekerja di Jeddah Arab Saudi. Kebetulan ibunya Umar Bin Hasan Bahalwan berasal dari Bahalwan Pasuruan.

Pada edisi ini, penulis akan mengupas sosok dibalik penulisan sejarah Bahalwan Indonesia. Beliau yang dimaksud adalah FADHIL BAHALWAN dan IR. EFENDY BIN UMAR BIN ABDULLAH BAHALWAN. Hal ini seperti sering dikutib oleh penulis dalam beberapa tulisan sebelumnya, yang mengatakan bahwa penulis sangat terbantu oleh para pihak yang mengetahui sejarah Bahalwan, utamanya abah Zein termasuk juga bang Fadhil dan Efendy, demikian biasa disebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penulis melanjutkan apa yang sudah pernah ditulis oleh bang Fadhil dan Efendy.                                             


Dua puluh satu tahun yang lalu, penulis memohon dengan sangat kepada bang Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan untuk segera menulis sejarah Bahalwan Indonesia, selagi memori dan datanya lengkap dan belum punah dari ingatan. Maka mulailah Fadhil menulis sejarah Bahalwan Indonesia tanggal 3 Nopember 1995. Ada beberapa pertimbangan kenapa penulis memohon bang Fadhil untuk menulis sejarah Bahalwan Indonesia.
a. Fadhil lahir di Banda Neira tanggal 21 September 1929 M /1384 H. Sedari kecil sudah bergaul dan akrab dengan Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan (aba Dula) yang memang memiliki wawasan dan pengetahuan sejarah yang lengkap. Fadhil juga kenal dengan Rugaya Sabban (Hababa Neng, Ibunya Abah Zein) termasuk bergaul dengan abah Zein dan kakek dan neneknya yang bernama Salim Bin Abdurrahman Bahalwan (pendiri sekolah Al-Ma’arif Surabaya) dan Nur Sabban.
b. Fadhil banyak tahu sejarah Bahalwan di Banda Neira dan karena itu menurut hemat penulis,beliau kompeten dalam menulis sejarah Bahalwan.
c. Selalu menjaga dan menghidupkan silaturrahim, termasuk ketika keluarga Bahalwan Banda Neira hijrah ke Surabaya dan  Fadhil selalu silaturrahim dengan Bahalwan senior di Surabaya dan sekitarnya.
Ketika di Surabaya, orang yang pertama kali dikunjungi Fadhil adalah abah Zein. Karena dianggap mengetahui banyak tentang sejarah Bahawan.

Disamping itu masih menurut Fadhil, abah Zein memiliki wawasan yang luas dan senang dengan ilmu pengetahuan. “Ada kelebihan pada diri Abah Zein. Orangnya tidak kaku dan mau menerima masukan dan pendapat orang lain, meskipun itu berasal dari orang yang usianya jauh lebih muda dari abah Zein. Menyikapi pendapat, masukan yang diberikan oleh orang lain selalu menggunakan logika. Orangnya karim (berjiwa mulia), sayang dan perhatian pada semua keluarga serta senang silaturrahim.” Demikian komentar Fadhil tentang abah Zein. Maka pada tahun 1960 sampai 1970-an, bang Fadhil aktif silaturrahim ke rumah abah Zein di Nyamplungan VIII/ 69 Surabaya. Di rumah itulah (Nyamplungan VIII / 69 Surabaya), didiskusikan banyak hal tentang sejarah Bahalwan Indonesia.        




Begitu pula penulis juga sering diajak abah Zein silaturrahim ke rumah Fadhil di Jl. Karangmenjangan I / 9 Surabaya. Waktu itu kami naik bemo Lyn. O roda 3 dari Terminal Jembatan Merah (sekarang Taman Jayengrono / JMP) dan turun di Darmahusada. Untuk menuju Terminal Jembatan Merah dari Nyamplungan pulang pergi jalan kaki. Ketika pulang dari rumah Fadhil dan sudah sampai Terminal Jembatan Merah, sebelum menuju Nyamplungan yang jaraknya kurang lebih 3 km, abah Zein memberikan pilihan kepada penulis.Yaitu kata abah Zein, “Peneh (kamu), naik becak atau singgah di Depot Kursi Tinggi ?” Jelas penulis memilih, “Singgah di Depot Kursi Tinggi saja bah”. Karena kursinya memang tinggi, tempatnya bersih dan minuman sejenis milo yang dingin dan segar sekali rasanya.

Depot Kursi Tinggi ini terletak di Jl. Kembang Jepun 151 Surabaya, depan Bank Mandiri. Memang abah Zein sangat hobi jalan kaki. Ada cerita dari Fadhil Bahalwan, “Abah Zein orangnya tinggi lagi gagah. Ketika jalan bersama beta, maka untuk mengimbangi langkah abah Zein yang lebar, beta harus berjalan sambil berlari”, demikian kenang Fadhil terhadap Abah Zein. Sebenarnya tujuan abah Zein mengajak silaturrahim penulis hampir sering jalan kaki, ada maksud tertentu. Yaitu abah Zein ingin mendidik penulis menjadi manusia yang tangguh, tegar tidak manja, lebih disiplin dan pantang menyerah dalam mencapai sesuatu.

Dan yang lebih penting dari itu semua adalah dengan berjalan, maka banyak pelajaran yang diperoleh selama perjalanan yang dilalui dan menjadikan diri kita sehat, karena peredaran darah menjadi lancar. Pantas kalau Abah Zein sampai usia lanjut tetap prima dan meninggal umur 89 tahun M/93 H (abah Zein meninggal karena sakit tua) dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berat.

Dan yang membuat penulis senang, selama dalam perjalanan baik saat jalan kaki maupun naik bemo, abah Zein banyak cerita tentang tempat-tempat bersejarah termasuk sejarah Bahalwan. Sehingga penulis sedikit banyak mengerti sejarah Bahalwan langsung   dari sumbernya yaitu abah Zein. Bisa dikatakan antara abah Zein dan bang Fadhil memiliki kesamaan hoby yaitu senang silaturrahim ke sanak famili.                          



                                          
Karena banyak bergaul dengan pelaku sejarah Bahalwan dan ditambah dengan dukungan data / dokumen serta dialog dengan abah Zein, (sumbernya shohih), maka pantaslah kalau beliau menulis sejarah Bahalwan Indonesia. Dan berikut ini penulis tampilkan kembali bagian awal dari catatan Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan sebagai dokumen asli yang diberi judul “SEJARAH BAHALWAN DI INDONESIA”.

SEJARAH BAHALWAN DI INDONESIA
Oleh : Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan

Sudah lama terkandung maksud untuk menulis sejara Bahalwan karena sampai saat ini belum ada yang  menulisnya di Indonesia. Baru pada permulaan tahun 1995 saya mencoba menulis namun tersendat. Dengan permintaan WASHIL BIN ZEIN BAHALWAN, menambah motivasi bagi saya untuk menulis sejarah Bahawan sebelum punah dari ingatan keturunannya. Dulu saya pernah meminta kepada Abdurrahman Bin Zein Bahalwan supaya beliau menulis dalam bahasa Arab dengan pertimbangan, bahasa Indonesia tidak mungkin bertahan 1000 tahun, bahkan seluruh bahasa di dunia kecuali bahasa Arab. Beliau menyetujui pemikiran saya tadi dengan berkata : “InsyaaAllah saya akan menulisnya dan akan berwasiat dalam buku tersebut bila saya wafat, buku saya dipegang oleh Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan”. Saya mengatakan bahwa buku tersebut cukup saja diserahkan kepada ke ahli warisnya, namun beliau menjawab bahwa yang harus memegang adalah orang yang berminat dalam masalah ini. Apakah beliau sudah menulis atau belum , saya tidak tau.               

Adapun silsilah Bahalwan bentuk pohon di Indonesia dibuat oleh Zein Bin Abdurraman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan.Dan silsilah hanya dari keturunan Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan. Tulisan saya ini bukan seperti bentuk skema namun bentuk cerita. Bahan-bahan dikutip dari :
1. Tulisan Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan tentang tanggal kelahiran anak-anaknya.
2. Tulisan Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan tentang tanggal kelahiran, kematian dan lain-lain.
3. Tulisan Karamah Bin Umar Bin Ali Mubarak Bahalwan tentang asal usul Bahalwan yang terdapat dalam buku “Rasyidatul Akhwan” karangan Zumali Bahalwan. Buku ini masih tersimpan dengan baik di Hadramaut. Tujuannya akan dicetak namun karena terbentur biaya maka belum terlaksana.
4. Cerita yang saya dengar langsung dari Zein Bahalwan.
5. Cerita yang saya dengar langsung dari orang tua maupun kakek dan nenek di Banda Neira.
6. Buku-buku sejarah Banda.

Demikian sejarah Bahalwan, bila terdapat kesalahan mohon bantuan untuk memperbaiki dengan data-data lengkap.
Itulah bagian permulaan dari catatan Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan.

Perlu diketahui Fadhil lahir di Banda Neira tanggal 21 September 1929 M / 1384 H.Menikah dengan Faridah Binti Ibrahim Bahalwan tahun 1964 di Surabaya. Dari pernikahan tersebut dikaruniai 4 (empat) orang anak yang otomatis sebagai generasi kelima Al Bahalwan Banda Neira. Keempat  anak Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan adalah :
1. Muhammad Bahalwan. Lahir di Surabaya, 15 Juli 1968.
2. Aniqah Bahalwan.Lahir di Surabaya, 17 Oktober 1969.
3. Nuhah Bahalwan. Lahir di Surabaya, 2 Juli 1977.
4. Adilah Bahalwan. Lahir di Surabaya, 30 April 1979.

Surabaya, 3 November 1995
Fadhil Bahalwan

Buku catatan tentang sejarah Bahalwan di Indonesia tersebut oleh bang Fadhil diberikan kepada penulis untuk dipelajari dan ditelaah lebih lanjut. Dan oleh penulis sudah disebar melalui Geogle dengan judul “Sejarah Bahalwan Di Indonesia“. Alhamdulillah,tulisan tersebut mendapat sambutan luar biasa, utamanya bagi Bahalwan junior. Karena sampai saat ini sudah 1000 orang yang mengunjungi dan membacanya. Disamping itu tulisan tersebut mampu membuka wawasan sekaligus memberikan pencerahan. Dan bagi orang di luar Al-Bahalwan, tulisan tersebut dapat dijadikan bahan penelitian tentang asal usul Bahalwan, kriprah dan perjuangan yang sudah dilakukan  bagi bangsa dan Negara. 

Masih menurut bang Fadhil, ada hal menarik dan memberi pengaruh positif kepada keluarga Bahalwan Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur sebagai keturunan Zumali Bahalwan. Sebelum membaca tulisan sejarah Bahalwan di Indonesia, keturunan Zumali Bahalwan dibelakang namanya tidak menggunakan marga Bahalwan, melainkan hanya menggunakan nama Zumali. Dan setelah membaca tulisan tersebut (sejarah Bahalwan) dengan melihat kiprah yang telah dilakukan,muncul  kebanggaan dan kagum.Ternyata kita di Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur ini keturunan Bahalwan dan masih ada hubungan darah dengan Bahalwan Hadramaut yang  termasuk keluarga terpandang.

“Ketika Rusda Binti Ibrahim Bahalwan yang menetap di Holland (Belanda) berlibur ke Indonesia dan bermaksud mengunjungi Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur. Ternyata seluruh penduduk kampong yang keturunan Zumali telah berubah. Yaitu tidak lagi menggunakan nama Zumali dibelakang namanya melainkan menggunakan Bahalwan di belakang namanya. Rusda pun dibuat semakin kagum. Karena mendapat penghormatan yang luar biasa dari warga kampong, setelah warga tahu Rusda juga keturunan Bahalwan”. Demikian yang telah disampaikan oleh Rusda kepada bang Fadhil 3 (tiga) tahun yang lalu.

Begitu pula dengan Husni Bahalwan dari Tanjung Selor, Bulungan Kalimantan Timur, seorang anak muda (sekitar 35 tahun) yang mempunyai semangat luar biasa untuk menyambung kembali tali silaturrahim yang sempat terputus dengan Al-Bahalwan lainnya. Maka datanglah ia (Husni) ke Surabaya dan langsung ingin ketemu dengan senior Bahalwan yang paham sejarah Bahalwan yaitu Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan. Disamping itu Husni juga ingin ketemu dengan penulis.  tetapi belum takdirnya, karena keterbatasan waktu.

Tentang Al-Bahalwan, ternyata juga menarik bagi Nabil Bin Abdul Karim Hayazee' yang tinggal di Jakarta, pemerhati sekaligus penulis sejarah Jama’ah di Indonesia setelah membaca sejarah Bahalwan di internet. Menurut Nabil, keturunan Arab di Wilayah Indonesia Timur yang belum tersentuh, diantaranya adalah keturunan Bahalwan. Dan itu semakin mendorong Nabil untuk menjadikan obyek penelitian. Untuk mendapatkan data pendukung, Nabil sering berkomunikasi dengan penulis (telp maupun SMS). Memang ada rencana pertemuan langsung untuk mematangkan rencana tersebut. Peristiwa ini terjadi 10 bulan yang lalu.

Bagian Kedua

 
Penulis sejarah Bahalwan berikutnya adalah IR. EFENDY BIN UMAR BIN ABDULLAH BAHALWAN, dengan judul “AL BAHALWAN DARI BANDA NEIRA, ASAL USUL DAN KETURUNANNYA“.
Rujukan yang dijadikan dasar oleh Efendy, demikian biasa dipanggil adalah buku yang ditulis oleh Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan yang telah diserahkan pada penulis, sebagai bahan pokok. Ditambah dengan informasi yang di dapat oleh Efendy dari para senior termasuk abanya sendiri, yaitu Umar Bin Abdullah Bahalwan di Ambon, kemudian dikembangkan lagi oleh Efendy.

Disamping itu Efendy juga membuat silsilah Bahalwan dari generasi pertama, yaitu Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (grandfather) sampai generasi ke 6 (enam) yaitu anaknya Efendy Bahalwan. Efendy mulai menulis sejarah pada 9 September 2005. Setiap ada permasalahan selalu koordinasi dengan penulis termasuk pembetulan, manakala ada data yang keliru. Karena saat itu Efendy dinas di Departemen Kehutanan di Ambon, maka untuk mendapatkan data dan informasi yang benar, Efendy rela mondar mandir Surabaya–Ambon. Di Surabaya Efendy tinggal di Manyar Tirto Asri XI / 20. Disamping itu cerita Efendy kepada penulis, ia (Efendy) juga melakukan komunikasi dengan Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan sebagai seniornya. Ini menunjukkan bahwa Efendy sangat hati-hati dalam menulis sejarah Bahalwan, karena ini  untuk anak cucu kita mendatang, maka datanya harus valid. Dan untuk di Banda Neira, Efendy selalu koordinasi dengan Saleh (Le) Bin Ahmad Bin Abdullah Bahalwan yang masih cucu dari Aba Dulah.

 
Setiap Efendy ke Surabaya, selalu menemui penuis,untuk saling nanya kabar termasuk capaian tulisan yang sedang disusun. Ketika tulisannya sudah sekitar 80% selesai, Efendy pernah sharing dengan penulis, sebaiknya tulisan Al-Bahalwan ini dimasukkan di Facebook. Sehingga dapat diakses oleh keluarga Bahalwan saja atau di buka untuk pembaca secara umum ? Jelasnya Efendy meminta pendapat pada penulis, apakah hasil tulisannya nanti sifatnya tertutup atau terbuka. Dan menurut hemat penulis sebaiknya tulisan Al-Bahalwan kalau selesai nanti di peruntukkan untuk umum baik Al-Bahalwan maupun di luar Al-Bahalwan. Karena sudah waktunya Al Bahalwan tampil di tengah–tengah masyarakat secara luas. Demikian pula dalam hal ini, Efendy Bahalwan juga sharing kepada Ir. Abdu Aziez Bahalwan dan Mohammad Bahalwan yang punya admin pada whatsapp grup ini.                                     


Mungkin Efendy sudah merasakan bahwa umurnya tidak lama lagi, maka terakhir ketika bertemu penulis, sebelum jatuh sakit diserahkanlah tulisannya yang masih 80% itu dan masih berupa lembaran-lembaran untuk selanjutnya ditelaah dan manakala ada yang keliru dapat dilakukan perbaikan. Setelah itu penulis mempelajari tulisan Efendy dan terdapat beberapa hal yang harus diperbaiki. Maka dibuatlah catatan perbaikan oleh penulis,diantaranya adalah : Dalam tulisannya Efendy menyebutkan bahwa sekolah Al-Ma’arif di Tanjung Selor. Padahal yang benar adalah di Surabaya yang didirikan oleh Salim Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan. Termasuk juga penyebutan silsilah tidak urut (adanya lompatan nama) dan kekeliruan penyebutan nama. Catatan perbaikan tersebut sudah diserahkan kepada Efendy untuk dilakukan pembetulan. Namun Efendy keburu sakit dan dirawat di RS.Haji Sukolilo Surabaya. Ketika penulis menjenguk, dia masih antusias dan  semangat untuk menyelesaikan tulisannya. Namun takdir berkata lain, saat dia sembuh dan pulang ke Ambon akhirnya meninggal di Ambon. Istri Efendy meninggal lebih dulu di Surabaya dan dimakamkan di Pemakaman Pegirian, Jl. SIdorame-Surabaya. Dan SUBHANALLAH, tepat 100 hari istrinya meninggal,  Efendy menyusul jua meninggal di Ambon. Rumah Efendy di Ambon di Jl. Sultan Hasanuddin (depan Tugu Siliwangi) Batu Merah – Ambon.

Jadi sekarang ini tulisan Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan dan tulisan Ir. Efendy Bin Umar Bin Abdullah Bahalwan sama-sama ada di penulis. Oleh karena itu, walaupun kedua penulis sejarah Bahalwan tidak menyuruh penulis untuk menyebarluaskan informasi tersebut, namun penulis mempunyai tanggungjawab moral untuk menyampaikan kepada keluarga besar Bahalwan lainnya tentang sejarah Bahalwan, asal usul keturunannya, sepak terjangnya dan cerita lainnya. Yang itu semuanya merupakan bukti konkrit bahwa Bahalwan senior telah memulai dan meletakkan landasan ikatan kekeluargaan yang tergambar dalam pohon silsilah.  Disamping itu hal terpenting lainnya menurut penulis adalah anak cucu Bahalwan harus tahu siapa dia, dari garis keturunan mana ia berasal. Ini untuk kepastian nasab. Sebab ada pepatah yang mengatakan, Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya.

Termasuk anak cucu Bahalwan junior pun diharapkan juga demikian. Tidak boleh menganggap remeh dan bahkan melupakan apa yang telah diperjuangkan oleh para senior Bahalwan. Kita yang junior harus mengambil pelajaran dari apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita untuk bekal meraih kesuksesan di masa depan. Sepertinya Fadhil Bahalwan dan Ir. Efendy Bahalwan mewarisi bakat Zumali Bahalwan si pengarang buku Rasyidatul Akhwan. Alhamdulillah sampai saat ini penulis sudah sharing tentang sejarah Bahalwan dan pernak perniknya di group WA Bahalwan. Kesemuanya itu berkat para senior diantaranya,  Abah Zein, Aba Dula, Ustd. Abdurrahman Bahalwan,  Fadhil dan Efendy serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih semua atas kontribusinya.

Semoga Al Bahalwan dapat menjadi air, di kala dahaga menimpa umat dan penyejuk di saat terik matahari serta menjadi katalisator dan dinamisator bagi keberlangsungan keluarga besar Bahalwan khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Berikut ini akan penulis tampilkan bagian pendahuluan tulisan Ir. Efendy Bahalwan sebagai dokumen asli yang diberi judul :
“AL BAHALWAN DARI BANDA NEIRA, ASAL USUL DAN KETURUNANNYA“.
DARI BANI ADNAN SAMPAI GEIS
Oleh : Efendy Bin Umar Bahalwan

Saya tidak tahu dari mana harus dimulai menulis silsilah ini, karena saya sadari bahwa penulisan suatu silsilah keluarga tidak seperti halnya menulis suatu artikel ilmiah. Menulis silsilah suatu keluarga (Famili) berawal dari mengumpulkan tulisan yang pernah ditulis sebelumnya,ibarat pekerjaan seorang peneliti fosil sejarah (Arkeologi) yang tidak boleh merekayasa suatu hasil temuan menurut pandangannya saja. Silsilah keluarga merupakan milik banyak pihak (multi Stkeholders) dan harus ditulis secara obyektif sehingga tidak mengurangi nilai sejarahnya serta tidak menimbulkan rasa ketersinggungan para pihak. Demikian pula halnya yang penulis rasakan dalam menulis sejarah Al Bahalwan.

Dimasa hidupnya, Abdullah Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (1876 – 1956) bersama adiknya Zein Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan (1892 – 1981) telah menaruh perhatian yang penuh terhadap silsilah Al - Bahalwan di Indonesia. Mereka menulis dengan mencatat seluruh tanggal lahir dan kematian dari anak – anak yang terlahir dari keluarga Al – Bahalwan. Mereka juga melakukan hubungan surat menyurat dengan keluarga Al- Bahalwan yang ada di Tanjung Selor,Bulungan Kalimantan Timur sampai tahun 1940. Mereka saling berkirim surat dan membalasnya untuk mencocokkan apa yang mereka tuliskan. Setiap informasi, data dan segala berita yang mereka dapatkan didiskusikan secara seksama melalui surat menyurat agar mendapatkan keakuratannya. Disaat itulah Zein Bahalwan menyusun silsilah Al – Bahalwan secara seksama tetapi dalam tempo yang cukup lama. Disusunlah setiap nama, disambung ke nama berikutnya saling berangkai dan bercabang-cabang sesuai dengan jumlah mereka yang terlahir. Silsilah itu digambarkan sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah pohon. Ada pokok, cabang, ranting dan dahan sebagaimana bentuknya pohon. Diantara pokok, cabang, ranting dan dahan terdapat titik simpul dan di titik itulah diberi nama masing – masing generasi yang lahir. Anak dan cucu Zein Bahalwan menyebutnya sebagai “Pohon Silsilah“.

Sesuai dengan catatan yang tersimpan rapi pada Husni Bin Ahmad Bin Abdullah Bahalwan , Efendy Bin umar Bin Abdullah Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan lahir di Ambon pada tanggal 1 Mei 1949 M atau bertepatan dengan tanggal 4 Rajab 1368 H, hari Sabtu jam 24.00 tengah malam. Selanjutnya Efendy Bin umar Bin Abdullah Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bahalwan menikah dengan Fatmah Basalamah yang berprofesi sebagai seorang dokter dan dikaruniai anak yang bernama :
1. Reza Ikhsan Bahalwan, Lahir di Makasar, 11 Juli 1983.
2. Yulia Efendy Bahalwan, Lahir di Ambon, 31 Juli 1985.
3. Nurul Amalia Bahalwan. Lahir di Ambon, 16 April 1992.
Demikian sekilas tulisan pendahuluan Ir. Efendy Bahalwan. Mengenai aktifitas dan sepak terjang Efendy berikutnya akan dibahas dalam bab tersendiri.

Penulis berpendapat bahwa semakin banyak Al-Bahalwan yang menulis tentang sejarah Bahalwan, maka semakin bagus. Hal ini untuk lebih memperkaya wawasan dan informasi. Karena, antara penulis satu dengan lainnya mempunyai gaya dan metode tersendiri. Dan mereka (para penulis) akan membuat tulisan berdasarkan data dan informasi yang diterima. Jadi sifatnya adalah saling melengkapi satu dengan lainnya. Oleh karena itu berulang kali penulis sampaikan, generasi Bahalwan senior telah dengan sungguh-sungguh menggali sejarah Bahalwan.Maka tugas Bahalwan junior adalah menjaga dan memelihara serta mengembangkan apa yang telah dilakukan oleh Bahalwan senior. Khususnya kepada Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan dan Ir. Efendy Bin Umar Bin Abdullah Bahalwan, penulis sangat mengapresiasi atas apa yang telah dilakukan. Terlebih bang Fadhil yang sekarang tinggal di Mulyorejo Tengah No. 16 Surabaya. Sehingga penulis sering silaturrahim ke rumah beliau, sebagaimana beliau dahulu silaturahim ke rumah Abah Zein. Di saat sekarang ini usianya sudah 88 tahun, tetapi Alhamdulillah ingatannya tentang Bahalwan masih sangat kuat, walaupun ada kendala dalam penglihatan mata. 


Semoga apa yang telah dilakukan oleh para senior diterima oleh Allah سبحانه وتعالى dan mendapat Ridho-Nya.

آمين يارب العالمين …

Minggu, 08 Januari 2017

SEJARAH BAHALWAN - ASAL USUL KITA (BAHALWAN) DARI BANI ADNAN

Oleh : Washil Bahalwan

SUBHANAALLAH. “JALAN TERBUKA". Surat yang dikirimkan oleh abah Zein Bin Abdurrahman Bahalwan kepada Bahalwan di Ghurfah telah membuka tabir Bahalwan, setelah mendapat balasan dari Karamah Bin umar Bahalwan di Aden. Karena berdasarkan penelitian Karamah Bin umar Bahalwan yang memang ahli di bidang silsilah ada hubungan darah / nasab antara Bahalwan Indonesia dengan Bahalwan Hadramaut.  Oleh karena itu berulang kali penulis ucapkan  rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah سبحانه وتعالى Karena dikaruniai orang tua yang sangat peduli dan perhatian akan asal usul keluarganya.

Menurut abah Zein mengetahui asal usul siapa diri kita dan dari mana kita berasal sangat penting, untuk mendapatkan kepastian dan kejelasan nasab kita. Mungkin kelihatannya mempelajari nasab, sepertinya tidak akan ada artinya (kurang pekerjaan). Akan tetapi bagi abah Zein nasab sangat penting dan utama harus diketahui oleh keluarga dan keturunannya. Karena garis nasab menjadi awal membangun keluarga yang menjadi fondasi bagi keberlangsungan,  ketenangan dan kepastian hidup dan bahkan dalam Islam nasab merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam perjodohan.

Oleh karena itu pada Edisi 17 ini, penulis akan menyampaikan kronologis garis nasab dalam bentuk silsilah (dapat dibuat seperti garis pohon). Sehingga dari sana dapat dengan jelas berasal dari garis mana kita baik secara vertikal maupun horizontal.

Jika Karamah Bin Umar Bahalwan adalah ahli silsilah Bahalwan yang ada di Aden (Yaman), yang salah satu tugasnya adalah meneliti garis jalur nasab Bahalwan Hadramaut. Sedangkan untuk di Indonesia yang ahli silsilah Bahalwan adalah Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan (abah Dula). Maka ketika abah Zein menerima surat balasan dari Karamah Bin Umar Bahalwan, selanjutnya abah Zein langsung berkoordinasi dengan Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan (Abah Dula) yang ada di Banda Neira yang juga masih kakaknya untuk mempelajari dan menelaah lebih lanjut serta membandingkan dengan silsilah yang dibuat oleh Karamah. Dan berdasarkan penelitian Abah Dula, ternyata hasilnya sama dengan kesimpulan Karamah. Yaitu antara Bahalwan Indonesia dan Bahalwan Hadramaut ada hubungan nasab.


Setelah itu  abah Zein dan Abah Dula membuat silsilah, dengan harapan semakin jelas garis anak cucunya. Adapun yang menjadi rujukan (referensi) abah Zein dan Abah Dula dalam membuat silsilah adalah :
>>> Surat balasan Karamah bin umar Bahalwan tentang silsilah Bahalwan 
>>> Buku Tareh terbitan Kairo yang berjudul “القبائل القحطانية والعدنانية والقرشية", yang artinya suku-suku dari Adnan, Qohthon, dan Quraisy. Cetakan Kairo-Mesir.

Berikut langkah-langkah pembuatan silsilah :
TAHAP PERTAMA. Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan (Abah Dula) sebagai penelah telah berusaha mencari asal usul Bahalwan dari buku-buku Tareh dan selalu berkoordinasi dengan abah Zein Bin Abdurrahman Bahalwan di Surabaya. Dengan kerja keras, cermat , sungguh-sungguh dan niat ikhlas, syukur Alhamdulillah akhirnya nama “حلوان“ yang dimaksud oleh Karamah dari BANI ADNAN (عدنان) telah ditemukan di Buku Tareh silsilah cetakan Kairo Mesir dengan judul "القبائل القحطانية والعدنانية والقرشية“.

Dan ternyata nama BAHALWAN, asal usulnya adalah dari nama حلوان (lihat lingkaran merah pohon silsilah) yang kemudian dalam perjalanan sejarah menjadi nama MARGA. Berikut penulis tampilkan pohon silsilah yang dimaksud :         
                                     

TAHAP KEDUA. Dan ternyata nama حلوان bukan saja ditemukan di buku cetakan Kairo Mesir yang berjudul “القبائل القحطانية والعدنانية والقرشية“, melainkan juga dapat ditemukan di buku Tarikh lainnya yang berjudul (سبائك الذهب) artinya "SEBONGKAH EMAS DALAM MENGENAL SUKU-SUKU ARAB", diperoleh dari perpustakaan komersial utama di Jl. Muhammad Ali, Mesir, milik Musthofa Muhammad.

Dalam buku tersebut, nama حلوان ada di halaman 23. Jadi abah Zein dan Abah Dula sangat hati-hati dan berusaha untuk teliti dalam membuat silsilah, karena ini untuk kepastian garis nasab anak cucunya.

Sedangkan inti surat balasan Karamah Bin umar Bahalwan di Aden kepada abah Zein Bahalwan di Surabaya, adalah "BAHALWAN ADALAH KETURUNAN BANI ADNAN (عدنان)". Perlu diketahui bahwasanya zaman dahulu kala bangsa Arab terdiri dari 3 (tiga) suku. Ketiga suku tersebut adalah “BANI ADNAN (عدنان), BANI QURAISY (قريش) yang merupakan garis keturunan Muhammad (رسول الله صلى الله عليه وسلم) dan BANI QOHTHON (قحطان)“.

Dan sebelum penulis memulai membahas masalah ini, penulis meminta Himyar Bahalwan, anak penulis yang kebetulan sedang kuliah di Universitas Islam Madinah, untuk mencari kebenaran tentang buku-buku silsilah tersebut. Penulis harus ekstra hati-hati tentang masalah nasab ini. Dan dari informasi yang diberikan oleh Himyar setelah menelaah buku-buku silsilah, dikatakan bahwa nama حلوان terdapat juga dalam buku yang ditulis oleh Syaikh Abul Fauz, Muhammad Amin Al Bagdadi dengan judul "في معرفة قبائل العرب”. Nama حلوان terdapat pada halaman 72. Buku ini adalah cetakan ulang dari buku سبائك الذهب yang telah disebutkan diatas tadi.

Berikut buku-buku silsilah tersebut :       
                 


Buku ini cetakan ulang dari buku "سبائك الذهب"
                                               

TAHAP KETIGA. Setelah mempelajari berbagai buku referensi tentang silsilah termasuk surat balasan Karamah Bin Umar Bahalwan, maka abah Zein Bahalwan menyusun silsilah Bahalwan yang dibuat pada Rabiul Akhir 1367 H. Berikut ini penulis tampilkan silsilah buatan abah Zein yang ditulis tangan dan menggunakan huruf ARAB PEGO. Salah satu keistimewaan silsilah yang dibuat oleh abah Zein adalah NASAB KE ATAS DARI JALUR LAIN JUGA DICANTUMKAN (Boleh dikatakan abah Zein membuat silsilah dengan memperhatikan garis vertikal dan horizontal).                                                                        



TAHAP KEEMPAT.  Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan (Abah Dula) juga membuat silsilah yang dimulai dari abahnya yang bernama Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarok Bahalwan. Silsilah yang dibuat oleh Abah Dula, kalau kita bagi menjadi dua, maka akan nampak sebagai berikut : Apabila diambil dari kakek penulis (Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarok Bahalwan) (tanda lingkaran merah), jika ditarik ke atas menunjukkan bahwa anak cucu Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarok Bahalwan adalah keturunan Abdurrahman Bahalwan. Sedang kalau ke bawah, itu berarti menunjukkan generasi di atas Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarok Bahalwan. Sehingga dari sana (garis ke bawah) dapat kita temui nama-nama populer dan telah berkiprah dalam berbagai bidang. Nama-nama tersebut adalah GEIS BAHALWAN menjadi tentara kerajaan Yaman, IMAM NASHIRUDDIN ABDULLAH BAHALWAN menjadi Gubernur Zele’ di Afrika (masih termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Yaman),  HALWAN (asal usul nama Bahalwan), ADNAN, ISMAIL ADDABIH dan berakhir di IBRAHIM AL KHOLIL.

Silsilah yang disusun oleh Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan (Abah Dula) dibuat pada tanggal 25 Muharram 1369 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 19 November 1949 di Banda Neira.                                                                 

   

TAHAP KELIMA. Abang penulis yang bernama Helmi Bin Zein Bahalwan, juga membuat silsilah pada tanggal 17 Ramadhan 1416 Hijriyah / 07 Februari 1996 yang dimulai dari kakek penulis yang juga kakek Helmi Bin Zein Bahalwan yaitu Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarok Bahalwan dan telah dibagikan ke anak keturunannya. Namun silsilah buatan Helmi Bin Zein Bahalwan hanya mencantumkan anak-laki-laki saja, karena hanya anak laki-laki yang akan meneruskan garis keturunan (marga). Akan tetapi menurut hemat penulis baik anak laki-laki maupun perempuan sebaiknya dicantumkan, sehingga lebih lengkap baik secara vertikal maupun horizontal sehingga satu sama lain saling mengenal.                                               

Dari berbagai silsilah yang telah disusun baik versi Abah Zein, Abah Dula maupun Helmi apabila di tarik garis ke atas (para pendahulu), maka akan bertemu dalam satu titik poros yaitu HALWAN (asal usul nama Bahalwan) kemudian Bani Adnan lalu ke ISMAIL ADDABIH DAN berakhir di IBRAHIM ALKHOLIL. Dan bagi anak cucu Bahalwan yang belum masuk dalam silsilah pohon versi Helmi Bin Zein Bahalwan dapat meneruskan dengan mengambil posisi sesuai dengan garis nasabnya masing-masing. Mungkin saat silsilah dibuat oleh Helmi, mereka-mereka yang junior belum lahir.

Dan manakala dalam melanjutkan silsilah versi Helmi Bin Zein Bahalwan terdapat kendala, maka tanpa bermaksud menggurui ataupun merasa paling mengerti, penulis dengan sangat senang hati akan membantu memberi informasi dan data yang diperlukan. Hal tersebut dilakukan oleh penulis dengan satu niatan ikhlas, yaitu untuk menyatukan potensi Bahalwan yang telah tersebar di seantero dunia sehingga menjadi satu kekuatan yang utuh. 

Dari silsilah tersebut membuktikan bahwa terdapat kebenaran hubungan AL BAHALWAN di Indonesia, Yaman, Abu Dhabi dan negeri lainnya di Tanah Arab. Inilah yang patut disyukuri, betapa besarnya perhatian Generasi Pendahulu kita yang telah mampu berbuat sesuatu untuk diketahui oleh anak cucunya. Disamping itu kebanggaan lainnya adalah anak cucu Al-Bahalwan sebagai warga keturunan Arab di Indonesia akan menjawab, apabila ada pertanyaan “ANTUM (ANDA) SIAPA DAN DARI MANA ASAL USULNYA ?" Pertanyaan tersebut, seakan ingin mengetahui lebih lanjut sampai tingkat berapa (biasanya sampai tingkat lima) kebiasaan orang Arab di Indonesia bila saling bertegur sapa.

Penulisan kembali silsilah ini untuk memudahkan mempelajari dan sekaligus sebagai jawaban dari pertanyaan seperti tersebut di atas. Tetapi yang paling utama dan terpenting dari semua itu adalah agar sesama Bahalwan baik laki-laki maupun perempuan dimana saja berada akan saling mengenal satu sama lainnya. Dan semoga dengan mengetahui jati dirinya itu, akan semakin meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Al-Kholiq sebagai pencipta alam semesta dan menjadikan kita (manusia) bersuku bangsa dan agama. Dengan harapan kita saling mengenal.

Berikut ini akan penulis ceritakan kembali hasil interaksi penulis dengan beberapa pihak yang berkaitan dengan nasab Al-Bahalwan :
Dari Ustadz AHMAD BIN MAHFUD.
Tokoh Al-Irsyad yang paham betul sejarah Al-Irsyad Surabaya (sekarang tinggal di Jalan Johor No. 48 Surabaya) yang juga sahabat karib Ustadz Abdurrahman Bin Zein Bahalwan. Ketika beliau sakit dan penulis menjenguk di rumah sakit (sekitar 2 tahun yang lalu), dalam perbincangannya, Ustadz Ahmad Bin Mahfud cerita tentang kekagumannya pada Abdul Aziez Bahalwan, keponakan penulis. Kata Ustadz Ahmad, demikian biasa dipanggil, Aziez hafal dengan nasab ke atas sampai 30 generasi. Luar biasa daya ingatannya Aziez, tajam sekali.

Umumnya jamaah hanya hafal sampai 5 generasi di atasnya, itupun kadang-kadang tidak runtun/urut. Maklum karena tidak diberitau oleh orang tuanya, mungkin data yang dimiliki oleh orang tua juga terbatas, karena menganggap nasab tidak penting. Dan pada kesempatan lain, penulis bersilaturrahim kembali ke rumah Ustadz Ahmad Bin Mahfudz sekitar 3 bulan yang lalu dan cerita tentang hafalannya Aziez diulang lagi. Menurut hemat penulis ini menunjukkan kekaguman yang luar biasa dari Ustadz Ahmad kepada Aziez Bahalwan.

Sedangkan lain lagi komentar Ustadz Ahmad kepada abang penulis yang tidak lain adalah ayah dari Abdul Aziez Bahalwan, Muhammad (Moh) Bahalwan, Sakinah Bahalwan, dan Rita Bahalwan yaitu Ustadz Abdurrahman Bin Zein Bahalwan. "Abangmu (Ustadz Abdurrahman) orangnya ISTIMEWA,tidak pernah berkonflik dengan orang lain. Ketika dalam suatu acara sedang membicarakan orang lain (aib), maka abangmu langsung menghindar dan memilih diam. Sedangkan untuk abahmu (Zein Bin Abdurrahman Bahalwan)  orangnya kuat dalam memegang prinsip, disiplin dan selalu pakai TORBUS (kopyah khas orang Turki) yang ada koncernya. Dasar abahmu orangnya tinggi, besar dan kharismatik."

Ustadz Ahmad Bin Mahfud sekarang ini berumur 100 tahun Masehi / 103 tahun Hijriyah dan Alhamdulillah ingatannya masih tajam dan tenaganya juga kuat (terasa sekali ketika kita berjabat tangan, genggamannya).

Beberapa orang yang bertemu dengan penulis dan mengetahui jika penulis adalah anak abah Zein, maka orang tersebut memorinya langsung ingat TORBUS yang menjadi salah satu ciri khas abah Zein.                                                            

           

Dan bersama ini pula penulis ceritakan salah satu manfaat mempelajari nasab / garis keturunan.

Seperti yang diceritakan oleh Bang Fadhil Bin Abdurrahman Bahalwan ketika penulis silaturrahim ke rumahnya 10 tahun yang lalu dan cerita ini terjadi 20 tahun yang lalu.

Selengkapnya demikian.... Ada seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) keturunan Arab. Dia bermarga Alkatiri berasal dari Madura. TKI tersebut bekerja sebagai tenaga serabutan termasuk sebagai office boy di sebuah Apotik milik jamaah dari Indonesia di Abu Dhabi. Mungkin karena gajinya kecil (tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup termasuk sewa tempat tinggal), kemudian bosnya menyarankan untuk menjadi warga negara Abu Dhabi saja, agar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik guna merubah nasib.

Pada saat itu ada kebijakan dari Yang Mulia Sultan Abu Dhabi untuk mendapatkan status warga negara Abu Dhabi harus memenuhi beberapa syarat, salah satunya adalah hafal nasab minimal 5 (lima) generasi ke atasnya. Kebijakan ini berlaku bagi warga keturunan Arab dimanapun berada (seluruh dunia). Tentunya panitia pencatatan tidak asal-asalan, mereka juga ahli nasab dan perlu kroscek data terlebih dahulu untuk memastikan kebenarannya terutama dari keturunan Yaman.

Akhirnya TKI tersebut mendatangi Kantor Pencatatan Sipil Abu Dhabi untuk menyampaikan keinginannya menjadi warga negara Abu Dhabi. Ketika dilakukan interview, TKI tersebut diminta menyebutkan asal usulnya / nasabnya. Dan TKI itupun menyebutkan dengan urut nasabnya hafal di luar  kepala, bahkan lebih dari 5 (lima) generasi di atasnya. 

Dan setelah diteliti oleh tim yang dibentuk oleh negara Abu Dhabi ternyata penyebutan TKI tersebut benar. Maka selang satu minggu kemudian, TKI ini mendapatkan panggilan untuk diterima sebagai warga negara Abu Dhabi. TKI tersebut (yang sekarang sudah resmi menjadi warga negara Abu Dhabi) mendapatkan pekerjaan dengan ditempatkannya di Apotik milik pemerintah.

Disamping itu juga mendapatkan rumah hak milik dengan FASILITAS LENGKAP dan GRATIS (air, listrik, dll). TKI tersebut heran seakan mimpi dan tidak percaya menerima semua fasilitas itu. Karena menurut dia, hanya dengan menghafal 5 (lima) nasab saja) dapat pekerjaan yang lebih baik dan bahkan rumah hak milik dengan fasilitas lengkap juga diperolehnya.

Kebijakan yang diambil oleh Yang Mulia Sultan Abu Dhabi tersebut, memaksa Radio BBC London untuk melakukan wawancara dengan pihak negara Abu Dhabi. Karena menurut Radio BBC London belum ada negara lain di dunia yang memberlakukan syarat sangat gampang untuk masuk menjadi warga negara seperti yang telah dilakukan oleh Abu Dhabi (dengan hanya menyebutkan minimal 5 nasab generasi di atasnya sudah dapat secara resmi menjadi warga negara Abu Dhabi).

Radio BBC London kagum dengan kebijakan yang diambil oleh Yang Mulia Sultan Abu Dhabi. Dan bagi penulis, itulah salah satu manfaat dan pentingnya mempelajari garis keturunan / nasab. Sekurang-kurangnya kita hafal nasab 5 (lima) generasi di atasnya, agar kelak dikemudian hari kita mendapatkan kemudahan/pertolongan seperti kisah TKI bermarga Alkatiri dari Madura-Indonesia itu.

Namun terlepas dari itu, Bahalwan junior harus tetap meningkatkan pengetahuan dan kompetensi keahliannya. Karena sekarang dan waktu yang akan datang, persaingan dunia kerja semakin ketat. Hanya mereka yang memiliki pengetahuan dan kompetensi / keahlianlah yang akan keluar sebagai pemenang.

Disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah kita bangun jaringan, salah satunya dengan mengetahui asal usul kita. Dengan harapan agar kemudahan dan pertolongan الله سبحانه وتعالى datang menghampiri kita. Semoga.

Selasa, 03 Januari 2017

PROFIL WASHIL BAHALWAN

Washil Bahalwan
2019

1. Sejak Usia 9 tahun (1974) sudah aktif di berbagai kegiatan di Al- Irsyad Surabaya antara lain : aktif di Perpustakaan, Pendukung setia Bola Voli dan Drum Band Pramuka Al Irsyad Surabaya sejak tahun 1974-1980.
2. Anggota Gudep 77 Pramuka Al Irsyad Surabaya Juli 1981.
3. Anggota Drum Band Pramuka Al Irsyad Surabaya dalam Kejurnas di Senayan Jakarta pada bulan Juni 1986 (Juara 1 Tingkat Nasional).
4. Peserta Parade Senja Drum Band Pramuka Al Irsyad Surabaya di Istana Negara Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1986.
5. Delegasi Pemuda & Pelajar PC Al Irsyad Surabaya dalam acara Basic Training dengan tema Manajemen Spiritual Keorganisasian antar Mahasiswa dan Ormas Se-Surabaya di Masjid Al Falah Surabaya (Juli 1987).
6. Wakil Bendahara PC Al Irsyad Surabaya Periode 1988-1992.
7. Panitia Muktamar Al Irsyad ke 35 di Surabaya Desember 1990.
8. Sekretaris Lajnah Sosial dan Ekonomi PC Al Irsyad Surabaya Periode 1992-2000 (2 Periode).
9. Ketua Lajnah Sosial dan Ekonomi PC Al Irsyad Surabaya Periode 2000-2004
10. Wakil Ketua Mursyid Sosial dan Ekonomi PW Al Irsyad Jawa Timur Periode 2004-2006.
11. Penanggungjawab Majalah Info Al Irsyad Surabaya Tahun 2000-2006.
12. Delegasi Pimpinan Pusat Al Irsyad dalam Workshop Internasional Yayasan dan Wakaf di Batam Januari 2002.
13. Peserta Studi Banding Yayasan dan Wakaf ke Singapura oleh Departemen Agama RI Januari 2002.
14. Tahun 2006 berhenti sebagai Penanggungjawab Majalah Info Al Irsyad Surabaya.
15. Mulai 10 Agustus 2007 bergabung dengan Yayasan Beasiswa Al Ihsan Surabaya sebagai Sekretaris sampai sekarang.
16. Tanggal 17 November 2007 bergabung dengan L-Mas (Lembaga Majelis Amal Sholeh) sebagai Sekretaris sampai Desember 2018 dan pada tanggal 01 Januari 2019 menjadi Ketua Lazis YAMAS (Yayasan Majelis Amal Sholeh) kota Surabaya sampai sekarang.
17. Tanggal 19 April 2011 aktif di Yayasan Masjid Baiturrohim Buduran, Sidoarjo sebagai Dewan Pengawas sampai tanggal 22 Oktober 2023.
18. Mulai Agustus 2017 bergabung dengan Yayasan Al-Akhbar Ar-Refahiyah Surabaya sebagai Tim Redaksi Majalah Al-Akhbar Ar-Refahiyah sekaligus sebagai penulis sampai 01 Desember 2019.
19. Sebagai Author (Penulis) di suaramuslim.net sejak 19 April 2018 sampai sekarang.
20. Tim Redaksi Majalah Lazis Yamas dan juga sebagai penulis sejak 1 Mei 2018 sampai sekarang.

SEJARAH BAHALWAN - SURAT BALASAN

Oleh : Washil Bahalwan                                                                        





Berikut penulis paparkan SURAT BALASAN dari KARAMAH BIN UMAR BAHALWAN, ASLI TULISAN TANGAN KARAMAH (Bagian pengantarnya).                                                                       



Puji syukur semoga selalu tercurahkan kepada Allah SWT. Karena penulis diberi kesempatan dan kemudahan untuk terus menelusuri sejarah Bahalwan. Tentunya penelusuran yang dilakukan bukan baru kemarin sore. Akan tetapi semenjak abah Zein berpulang ke Rahmatullah pada hari Jumat tanggal 24 Juli 1981 dan penulis pada saat itu berusia 16 tahun. Penulis mulai berpikir bahwa apa yang telah dirintis abah Zein untuk menelusuri jejak Bahalwan tidak boleh berhenti, tetapi harus diteruskan agar tabir jejak Bahalwan semakin jelas. Penulis merenung mungkin ini waktu yang tepat untuk mulai mengumpulkan buku-buku Abah Zein termasuk menggali informasi dari berbagai pihak. Disamping itu juga cerita langsung dari abah Zein, demikian biasa disebut kepada penulis ketika masih anak-anak. Termasuk cerita dari pihak lain yang mana mereka dahulu pernah berinteraksi dengan abah Zein, kemudian menceritakan kembali, ketika bertemu dengan penulis. Pokoknya informasinya masuk klasifikasi A-1, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Dari berbagai informasi (data) tersebut oleh penulis ditelaah lebih jauh dan jika diperlukan penulis melakukan kroscek pada pihak lain yang mengerti betul sejarah Bahalwan. Langkah itu (kroscek) dilakukan oleh penulis sebagai bentuk kehati-hatian. Karena ini menyangkut orang banyak (keluarga Bahalwan) dan juga untuk menghindari kesalahan yang berakibat pada salah paham,utamanya pada generasi Bahalwan junior yang mungkin informasinya terbatas.

Oleh karena itu tanpa bermaksud menggurui, penulis sangat senang (welcome), manakala ada pihak lain termasuk keluarga besar Bahalwan yang mempunyai data pendukung, untuk disampaikan kepada penulis,guna lebih lengkap dan validnya sejarah Bahalwan. Memang pada permulaan tulisan sejarah Bahalwan,sengaja tidak dimulai dari asal usul Bahalwan Indonesia, melainkan penulis menukil profil demi profil individu Bahalwan yang telah berkiprah baik untuk diri sendiri,keluarga,masyarakat dan bangsa. Jadi boleh dikatakan penulis memulainya dari ranting-dahan baru pohonnya. Dan pada edisi 16 ini, penulis memaparkan tulisan yang berjudul “SURAT BALASAN yang menjelaskan tentang asal usul Bahalwan.                                                


Untuk membahas judul tersebut, lebih bijak kalau kita melihat kembali apa yang telah dilakukan oleh abah penulis, Zein Bahalwan, dalam tulisan penulis terdahulu yang berjudul “MELALUI KAPAL PERANG INGGRIS, ZEIN BAHALWAN MENYAMBUNG SILATURRAHIM“. Dari surat yang dibuat oleh abah  penulis, Zein Bahalwan, dengan judul “Jalan Terbuka“, dijelaskan keingintahuan abah Zein memikirkan tentang asal usul Bahalwan termasuk apakah Bahalwan Indonesia masih ada hubungan keluarga dengan Bahalwan di luar negeri, khususnya Timur Tengah. Lalu abah Zein menulis surat yang dititipkan kepada Abdullah Baljun melalui Kapal Perang Inggris yang sedang merapat di Tanjung Perak dan hendak kembali pulang ke Inggris transit di Yaman.

Boleh dikatakan upaya tersebut melibatkan beberapa orang yang berjasa dalam membuka tabir sejarah Bahalwan. Keempat orang tersebut adalah Zein Bin Abdurrahman Bahalwan (abah penulis sekaligus penggagas, Ustadz Abdurrahman Bin Zein Bahalwan (abang penulis yang sekaligus penulis surat, karena memang mahir dalam Bahasa Arab), Abdullah Baljun  si pembawa surat dan Karamah Bin Umar Bahalwan di Hadramaut (yang membalas surat Bahalwan).                                                


Begitu Abdullah Baljun sampai di Ghurfah Hadramaut, surat tersebut diserahkan kepada Bahalwan yang ada di Ghurfah. Dan untuk selanjutnya diserahkan kepada ahlinya yang mengetahui silsilah keluarga Bahalwan di Aden Hadramaut., yaitu  Karamah Bin umar Bahalwan, untuk diteliti terlebih dahulu dan kroscek dengan buku-buku Tareh tentang silsilah. Dan setelah itu Karamah Bin Umar Bahalwan menyimpulkan bahwa antara Bahalwan yang ada di Indonesia ada hubungan  darah / pertalian darah dengan Bahalwan Hadramaut. Menurut hemat penulis, Karamah memang pantas meneliti tentang silsilah Bahalwan di Aden. Karena disamping mengerti seluk beluk silsilah,juga pandai dalam ilmu ekonomi. Sehingga dia (Karamah Bin Umar Bahalwan) bekerja di perwakilan bank Inggris yang ada di Aden.

Setelah itu Karamah Bin Umar Bahalwan mengirim surat balasan yang ditujukan kepada Ustadz. Abdurrahman Bin Zein Bahalwan  tentang berita gembira tersebut ditulis oleh Karamah pada  tanggal 18 Dzulhijjah 1367 H / 11 Oktober 1949 M. Selang beberapa kurun waktu, maka surat balasan dari Karamah Bin Umar Bin Ali Bin Mubarak Bahalwan di Aden diterima oleh Ustadz Abdurrahman Bin Zein Bahalwan (kakak penulis). Kemudian surat balasan tersebut oleh abah Zein Bahalwan yang  tinggal di Surabaya diteruskan kepada  kakaknya yang tinggal di Banda Naira yaitu ABDULLAH BIN ABDURRAHMAN BIN MUHAMMAD BIN MUBARAK BAHALWAN. Karena menurut abah Zein Bahalwan, kakaknya itu (aba Dula,demikian biasa disebut) patut membacanya karena beliau (aba Dula) adalah saudara tertua,mengerti masalah keturunan (silsilah Bahalwan) dan juga mahir berbahasa Arab. Disamping itu menurut cerita abangku Helmi Bahalwan, ketika penulis bermain ke rumahnya sekitar1 tahun yang lalu. Dalam obrolannya sempat membicarakan sepak terjang  Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan (aba Dula). Sahabat karib beliau adalah Bung Hatta, Mr. Iwa Kusumo Sumantri, Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. Suroyo, dan kawan-kawan saat revolusi fisik. Aba Dula orang GENIUS, demikian cerita Helmi Bahalawan kepada penulis. Dari beberapa fakta kelebihan aba Dula itulah yang membuat  abah Zein memintanya untuk membaca surat balasan dari Karamah Bin Umar bahalwan, karena memang beliau layak dan berkompeten.

Kemudian oleh Abdullah Bahalwan (aba Dula), surat dari Karamah Bin Umar Bahalwan dipelajari dan selanjutnya dibalas secara terinci atas nama AL-BAHALWAN di Indonesia. Abdullah Bin Abdurrahman Bin Muhammad Bin Mubarak Bahalwan menceritakan seluruh kehidupan keluarga Bahalwan di Indonesia termasuk AL-Bahalwan yang datang pertama kali ke Indonesia sebagai seorang Kapten Kapal Layar dan bermukim di Semarang sampai kepada anak cucunya yang ada di Banda Neira, Maluku Indonesia. (Mengenai masuknya Muhammad Bin Mubarak Bahalwan sebagai Kapten Kapal Layar dan bermukim di Semarang, akan dibahas tersendiri). Adapun isi surat balasan dari Karamah Bin Umar Bin Ali Bin Mubarak Bahalwan di Aden kepada Ustadz. Abdurrahman Bin Zein Bahalwan di Surabaya yang sudah diterjemahkan oleh Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan selengkapnya sebagai berikut : “Karamah Bin Umar Bin Ali Bin Mubarak Bahalwan menulis, Atas ketelitian semua pihak dan untuk menjaga silsilah turun temurun AL-Bahalwan, ZUMALI BAHALWAN bertempat tinggal di Hadramaut sebelumnya telah menyusun buku bernama “RASYIDATUL ACHWAN”. Dari buku inilah dapat diketahui asal usul AL-Bahalwan yaitu dari bani adnan dan tempat tinggal mereka di madain saleh yaitu di jazirah arab bagian utara. Silsilah lengkapnya adalah Zumali Bin Geis Bin Zumali Bin Amru Bin Abdullah Bin Qosim Bin Abdul Aziez Bin Fadhil Bin Imam Nashiruddin Abdullah Bahalwan. Selanjutnya karamah bahalwan menjelaskan, dari keturunan bani adnan ini,  ada yang  berpindah ke yaman,abu dhabi dan negeri lainnya di tanah arab. Tentunya,termasuk juga yang sampai ke indonesia“.                              

                
Karamah Bahalwan menerangkan bahwa di Yaman, Generasi AL-BAHALWAN berketurunan disana dan dari keturunan itu terdapat salah seorang yang sangat terkenal dimasanya waktu itu. Beliau adalah IMAM NASHIRUDDIN ABDULLAH BAHALWAN yang ditugaskan oleh Raja sebagai GUBERNUR di kota ZELE’ AFRIKA, sebuah wilayah kekuasaan Kerajaan Yaman. Nama beliau (IMAM NASHIRUDDIN ABDULLAH BAHALWAN) dipuji dan tertulis dalam buku DIWAN ALYDRUS hal, 46,96,97 dan 163 yang nanti akan dibahas tersendiri, InsyaaAllah). Selanjutnya kata Karamah Bahalwan, dari keturunan AL-BAHALWAN yang ada di Yaman, mereka kemudian berpindah tempat ke Hadramaut. Satu diantaranya adalah GEIS BIN ZUMALI BIN AMRU BIN ABDULLAH BIN QOSIM BIN ABDUL AZIEZ BIN FADHIL BIN IMAM NASHRUDDIN ABDULLAH BAHALWAN (Gubernur Zele’ Afrika), bekerja sebagai tentara pada kerajaan Yaman. Pada tahun 1079 H, beliau (GEIS BIN ZUMALI) diperbantukan pada IMAM AL-MUTTAWAKKAL ALALLAH (sebutan penguasa saat itu) yang bernama ISMAIL. Oleh imam Yaman, GEIS kemudian dipindahkan dari negeri BAHRATH-SANA’A dan ditugaskan ke negeri HIJRIEN-HADRAMAUT. Beliau wafat disana dan sepeninggal beliau,anak-anaknya pindah ke Ghurfah di negeri  BA’ABBAD, HADRAMAUT.

Surat balasan  dari Karamah Bin Umar Bahalwan tersebut selain menceritakan asal usul Bahalwan juga menceritakan kiprah Bahalwan saat itu, diantaranya adalah : ZUMALI BAHALWAN, IMAM NASHIRUDDIN BAHALWAN dan GEIS BAHALWAN. Hal mana ketiga orang tersebut mempunyai peran yang berbeda, tetapi intinya Bahalwan masa itu sudah memegang peran penting di berbagai negara yaitu Imam Nashiruddin Abdullah Bahalwan menjadi Gubernur di kota Zele’ Afrika (wilayah kekuasaan kerajaan Yaman, sedang Geis Bahalwan menjadi tentara kerajaan Yaman dan Zumali Bahalwan sebagai penulis buku Rasyidatul Achwan.

Dapat dikatakan peran Bahalwan saat itu sudah lintas batas negara. Sedangkan beberapa pihak yang telah berjasa sehingga terjadinya surat balasan Karamah Bin Umar Bahalwan adalah :
1. Karamah Bin Umar Bahalwan di Aden, yang telah berkenan menelaah dengan cermat dan mengkombinasikan dengan buku-buku Tareh tentang silsilah.
2. Ustadz Abdurrahman Bin Zein Bahalwan (kakak penulis), orang yang diberi mandat oleh abah Zein untuk menulis surat sekaligus menerima balasannya.
3. Abdullah Bin Abdurrahman Bahalwan, (abah Dula yang juga kakak abah Zein)  yang memiliki pengetahuan dan ahli dalam silsilah,karena didukung oleh kemahiran dalam berbahasa Arab, tinggal di Banda Neira. Beliau bertugas meneliti surat balasan Karamah Bin Umar Bahalwan.
4. Abah Zein Bin Abdurrahman Bahalwan, sebagai orang pertama yang menggagas perlunya menelusuri silsilah keluarga Bahalwan.                                               


Sebenarnya ada keinginan Karamah Bin Umar Bahalwan untuk membukukan kembali tulisan silsilah Bahalwan karangan ZUMALI BAHALWAN yang berjudul “RASYIDATUL ACHWAN“ yang masih tersimpan di kotak peti.  Namun karena keterbatasan dana, maka keinginan tersebut belum terwujud.  Akan tetapi Alhamdulillah bagi penulis dari surat balasan Karamah Bin Umar Bahalwan  sudah cukup membantu dan menjadi pegangan bagi keluarga Bahalwan untuk mengetahui asal usul mereka. Yang selanjutnya sangat bermanfaat bagi Bahalwan Junior baik yang ada di Indonesia maupun yang sudah tersebar di penjuru dunia.
Dengan mengetahui asal usul Bahalwan di Indonesia,penulis berharap diantara kita semakin menguatkan  persatuan dan kesatuan kita. Karena nenek moyang kita sudah berpikir jauh tentang masa depan kita. Bahalwan senior telah memberi kepastian kepada Bahalwan junior siapa kita, dan dari mana asal usulnya.

Kita wajib bersyukur dan hormat pada abah Zein. Karena telah berpikir cerdas pada zamannya yaitu berkirim surat ke Hadramaut melalui jasa Abdullah Baljun dengan Kapal Perang Inggris, hanya untuk mencari tau silsilah Bahalwan. Jadi menurut abah penulis asal usul sebuah keluarga termasuk Bahalwan itu perlu diketahui dengan jelas demi kepastian garis nasab (keturunan). Abah penulis (Zein Bin Abdurrahman Bahalwan), memang memiliki DAMUN (دم، dalam bahasa Arab yang artinya DARAH) yang kuat terhadap keluarga Bahalwan lainnya. Maksudnya abah penulis memiliki ikatan emosional yang kuat untuk terus mencari dan menghubungi Bahalwan dimanapun berada (jiwa silaturrahimnya luar biasa).

Dan Alhamdulillah niatan tersebut (menelusuri dan menjalin silaturrahim)  diantara sesama Bahalwan tercapai. Terima kasih abah Zein dan pihak-pihak yang membantu dan berjasa dalam penelusuran jejak Bahalwan. Semoga apa yang telah beliau lakukan untuk anak cucunya dicatat oleh Allah SWT sebagai amal jariah dan hanya mengharap ridho Allah semata. Amiin.  Mengenai bagaimana tehnis pembuatan silsilah oleh abah Zein dan abah Dula, setelah menerima surat balasan dari Karamah Bin umar Bahalwan yang menyebutkan silsilah Bahalwan sampai ke Bani Adnan.

Tentunya membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama, perlu kajian, telaah dan kroscek data baik dari Bahalwan Indonesia maupun Bahalwan Hadramaut. Itu semua dilakukan,sekali lagi untuk validitas data sehingga silsilah yang dibuat nantinya benar adanya,sehingga dapat dijadikan pijakan oleh Bahalwan secara keseluruhan. (Mengenai teknis pembuatan silsilah, akan dibahas tersendiri pada edisi mendatang). Mohon doanya dan bersabar menanti lanjutan tulisan penulis berikutnya. 

Untuk itu penulis ucapkan terimakasih kepada keluarga besar Bahalwan yang sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan penulis. Semoga dapat memberi pencerahan dan semakin membuka wawasan kita. Dan bagi yang belum membaca dapat mencarinya melalui Google, ketik : Anak Cucu Bahalwan Menerjang Zaman atau bisa klik link berikut http://washilbahalwan.blogspot.co.id/