Minggu, 08 Desember 2013

MEMORI PEMIKIRAN PROF. DR. H. MUNANDIR. MA. DI INFO AL-IRSYAD

    PANDANGAN  PROF. DR. H. MUNANDIR. MA. 
                                              TENTANG PENDIDIKAN



Majalah Info Al-Irsyad Surabaya sebuah media yang berfungsi sebagai media komunikasi bagi warga besar Al-Irsyad baik dalam maupun luar negeri ,menarik perhatian Prof. Munandir,untuk meluangkan waktunya buat Info Al-Irsyad guna menyebarluaskan konsep-konsep pendidikan . Hal ini sangat membanggakan buat Info Al-Irsyad karena dipercaya menjadi salah satu media untuk memasyarakatkan pokok-pokok pikiran dari prof yang memang peduli terhadap pendidikan utamanya pendidikan Islam.
Berikut ini akan disampaikan resensi  pokok- pikiran Prof. munandir :

EDISI 54 / Maret 2003

SISTEM BELAJAR – PEMBELAJARAN dan TUGAS GURU ( Profesionalisme Guru dalam Konteks Otonomi Pendidikan )

Bagi guru tugas mengajar berarti mengelola proses belajar-mengajar.Mengajar bukan pekerjaan biasa tetapi profesi. Profesi adalah Dalam sebuah sekolah kita mengenal pendidik dan tenaga kependidikan.Yang dimaksud dengan pendidik adalah guru TK-SD/MI-SMP/MTS-SMA/SMK/MA dan dosen. Sedang yang termasuk tenaga kependidikan adalah orang – orang yang membantu tugas pendidik,misalnya pustakawan-laboran dll.
bidang pekerjan yang dilakukan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan,salah satunya yang bersangkutan harus TERUS MENERUS BELAJAR. Karena dengan belajar akan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kerja yang pada akhirnya tugas profesi dilaksanakan lebih baik dan berhasil maksimal.

Kita semua adalah pegawai ( negeri/swasta ),tetapi dalam melaksanakan tugas kita adalah tenaga professional.Selama ini kita sering dalam melaksanakan tugas menunggu instruksi,arahan,petunjuk atasa.Akan tetapi sebagai professional kita melaksanakan tugas bukan lagi berdasarkan instruksi,namun berdasarkan pada keputusan kita sendiri.Artinya dalam melaksanakan tugas didahului pertimbangan  matang dengan memperhatikan berrbagai variable terkait dari tugas profesi itu sendiri. ( misal : kapan menggunakan peraga saat mengajar,metode apa yang digunakan dll. )  Intinya professional dalam melaksanakan harus mandiri ( otonom ), karena kelak yang bersangkutanlah yang mempertanggungjawabkan terhadap apa yang telah dipilih. Termasuk kepala sekolah harus mampu mandiri ( memegang prinsip tetapi tidak boleh kaku ).

Ciri tenaga professional diantaranya adalah dia tahu ( paham , mengerti),apa,bagaimana,mengapa. Tenaga professional akan paham apa tugas yang harus dilakukan,bagaimana cara melakukan tugas,mengapa tidak dengan cara lain tapi cara itu. Apabila professional ( guru ) tidak paham dan mampu menjelaskan ciri di atas, maka guru itu bukan tenaga profesioanl melainkan dia adalah TUKANG. Seorang tukang bekerja menunggu komando,perintah atasan dan ia ( tukang ) tidak berkewenangan mengambil keputusan,dia hanyalah pelaksana. Sementara ini profesi guru sering dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat,direndahkan dan bahkan diremehkan. Terhadap pandangan tersebut,berpulang pada diri kita ( guru ) itu sendiri. Artinya gurulah yang mampu mengangkat harkat dan martabatnya,dengan cara melakukan tindakan dan perbuatan. Belajar terus menerus,mengenal kekurangan dan kelebihan,serta pro aktif.

Tahun 2001,kita memasuki era otonomi daerah,termasuk otonomi pendidikan.Adanya desentralisasi urusan pendidikan dari pemerintah pusat kepada daerah,menuntut para guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk mencapai profesionalitas yang tinggi. Otonomi mempunyai konsekuensi bagi guru memiliki kompetensi,yaitu kompetensi professional,social dan personal,kemampuan . Di era otonomi pendidikan,guru dalam bekerja tidak boleh lagi menggunakan model lama ( pasif,menunggu perintah/arahan/petunjuk saja ). Selama ini ada penilaian dari atasan ( kepala sekolah/yayasan/kepala dinas ) apabila ada bawahan yang tidak mengikuti pedoman dalam bertindak,walaupun itu benar ( ada dasar dan kebutuhan yang mendesak),maka bawahan tersebut DINILAI SALAH – TIDAK LOYAL PADA ATASAN DAN DISURUH MINGGIR. Padahal era professional ( keterbukaan ) lebih dituntut untuk mampu berimprovisasi terhadap bidang tugas yang diberikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek terkait.

Disamping itu guru bertugasmengimplementasikan kurikulum yang dibuat oleh pusat dalam pembelajaran di kelas. Seorang guru harus menjabarkan kurikulum dalam bentuk indicator,model pembelajaran,tujuan dan lain sebagainya. Dalam kaitan ini secara tidak disadari seorang guru berarti melakukan proses pengambilan keputusan. Pelaksanaan kurikulum di sekolah menjadi KEWENANGAN guru ( otonomi guru ), tentunya dengan tidak mengesampingkan aspek lainnya.Di sekolah guru bertugas di bawah kepala sekolah selaku administrator,manajer dan PENYELIA ( supervisor ).Tujuan penyelia adalah peningkatan mutu kinerja guru,yang tujuan akhirnya adalah peningkatan mutu kinerja belajar siswa.Kepala sekolah bertanggungjawab terhadap keputusan yang telah diambil. Kepala sekolah harus mampu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar-mengajar. Jika kondisi tersebut ( kondusif ) tercipta maka guru akan lebih termotivasi untuk mengajar dengan baik dan siswa akan dapat belajar dengan suasana nyaman,enjoy dan yang penting tidak tertekan. Dalam psikologi pendidikan ada konsep tentang belajar sebagai berikut :“ Susana belajar harus menyenangkan ( Learning fun ), dan apa yang dipalajari siswa bermakna ( meaningful learning ) baginya.
Era otonomi pendidikan menuntut semua pihak untuk SIAP. Apakah itu guru,kepala sekolah,kepala dinas dan bahkan bupati/walikota. Kesiapan disini titik beratnya adalah pemenuhan SDM yang mumpuni. Oleh karena itu ini menyangkut masalah kesamaan cara pandang dan penyikapan. Penyikapan lebih penting, karena langsung berkaitan dengan persoalan ( sekolah ). Saat masih sentralisasi,kita terbiasa ( guru,kepala sekolah dll,bekerja hanya berdasarkan petunjuk,arahan dan kita tidak terbiasa berinisiatif. Celakangan kebiasaan seperti itu ( menunggu arahan dll ) justru dianggap perilaku TERPUJI,memperoleh ganjaran,penguatan ( reinforcement ). Lebih celaka lagi sikap professional ( berinisiatif,inovatif,proaktif dll ) malah MENDAPAT HUKUMAN paling untung tidak mendapatkan perhatian dari atasan.

Era otonomi harus mulai MENINGGALKAN sikap menunggu,pasif dll dan menggantinya dengan sikap jemput bola,inovatif,berorientasi ke depan tidak cepat puas dengan apa yang ada sekarang,dll yang positif. Pendidikan di sekolah dengan guru yang otonom seperti itu LEBIH BESAR peluangnya menjadi sekolah yang mampu berkembang dan maju. Untuk mencapai tu semua,sekurang kurangnya harus rersedia prasyarat sebagai berikut :
-        
     Otonomi guru dilaksanakan secara professional ( baik dan benar)                                      
     Sekolah ( kepala sekolah ) dan daerah ( bupati/walikota ) memiliki kesiapan berotonomi dalam arti upaya penyiapan SDM yang mumpuni dengan memberi perhatian lebih pada dunia pendidikan.

Apabila otonomi pendidikan dijalankan dengan baik dan benar,maka memberi banyak harapan bagi kemajuan daerah,sekolah dan pendidikan pada umumnya. Dibalik itu semua guru harus mampu mendesain ( merancang ) pembelajaran dengan inovatif,rekreatif.

Namun sementara ini ada pandangan yang keliru,bahwa majunya sebuah sekolah banyak diukur dari keberhasilan siswanya dalam ujian nasional ( memperoleh NUN tinggi ).Dan tidak sedikit apabila sekolah mencapai NUN tinggi atau tingkat kelulusannya 100 % itu dapat menjadi GENGSI sekolah/daerah bahkan prestise bagi bupati/walikotanya ( apalagi yang mau mencalonkan lagi,sering menjadikan dunia pendidikan sebagai ladang pendulang suara ). Sehingga untuk mencapai NUN tinggi para pihak tidak segan-segang menghalalkan segala macam cara. Padahal keberhasilan pendidikan adalah disamping bertambahluasnya pengetahuan dan pemahaman siswa tentang materi pelajaran juga transformasi dalam bentuk sikap,perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan dan harus terintegrasi dalam diri siswa dan guru serta pihak-pihak yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan.

EDISII 54 / MARET 2003

MISKONSEPSI tentang PENDIDIKAN

Miskonsepsi tentang pendidikan bukan hanya terjadi di masyarakat awam,melainkan juga .dikalangan internal ( guru,kepala sekolah ).Berikut ini beberapa miskonsepsi yang sering kita jumpai yang harus segera diluruskan agar visi dan misi pendidikan kembali pada jalur yang benar.

Siapa menguasasi bahan ajar ( ilmu pengetahuan ) bisa mengajar.Mengajar bukan hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan,akan tetapi lebih dari itu. Ada sejumlah kompetensi yang harus dimiliki sebelum mengajar, diantaranya adalah kompetensi social,personal ( emosi ). Kompetensi pengetahuan hanya salah satunya saja.Oleh kareena itu sangatlah tidak benar apabila ada pendapat yang mengatakan bahwa dengan menguasasi ilmu sudah bisa mewngajar.

Mengajar ialah soal menyampaikan ,atau memberikan bahan. Mengajar merupakan proses. Bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa perklu diberi makna,disandi dan sebagainya. Pendek kata diproses secara psikologis,emosional dan bahan itu harus diintegrasikan dengan penanaman prilaku.

Mengajar ( memberi kuliah ) berarti menggunakan metode ceramah 
(lecturing). Karena mengajar adalah menyampaikan bahan/pesan,maka wajarlah kalau menggunakan metode ceramah. Padahal kita paham dalam pembelajaran banyak metode yang dapat digunakan ( diskusi,pemberian tugas,problem solving,sosiodrama,demonstrasi dll ). Penentuan metode yang digunakan sangat dipengaruhi oleh karakter mata pelajaran dan siswa ,tujuan yang ingin dicapai,kompetensi yang ingin dikuasasi oleh siswa,dll ).

Peranan siswa dalam pengajaran adalah mendengarkan uraian guru ( dosen ). Tugas siswa saat mengikuti pengajaran adalah mendengarkan,mencamkan segala apa yang disampaikan oleh guru. Ingat, pengajaran adalah proses interaksi antara siswa dan guru. Maka dituntut siswa tidak hanya mendengarkan,tetapi harus aktif bertanya,berdiskusi serta beradu pendapat dengan guru dan bahkan dibenarkan menolak pendapat guru. Karena yang dicari dalam pengajaran adalah kebenaran ilmiah. Namun tetap siswa harus nmenyampaikan dengan cara yang baik ( sesuai dengan etika dan sopan santun ).

Belajar ialah proses mengingat-ingat dan menghafal. Setelah mendenganrkan materi yang disampaikan guru,tugas siswa berikutnya adalah menyimpan materi tersebut dan diingat kembali ketika ada tagihan ( ulangan dll ).Mengingat dan menghafal bukan satu satunya tujuan pembelajaran. Masih ada tujuan lain yaitu kemampuan memahami,menganalisa,memecahkan masalah,melakukan sesuatu,mengapresiasi dll ). Dan kemampuan yang harus dimiliki oleh anak setelah mengikuti pengajaran minimal tiga hal yaitu kognitif,psikomotor dan afektif.

Pengertian bahan ajar,berupa ilmu pengetahuan.Bersekolah,berguru adalah untuk mencari ilmu. Bahan ajar bukan hal yang verbal semata,tetap dapat berupa data-fakta,konsep,prosedur dll. Jadi bahan ajar adalah sesuatu ( luas sekali ) yang dapat membantu memahamkan siswa tentang konsep untuk selanjutnya diintegrasikan dalam sikap dan perbuatan.

Bahan bahan dan sulitnya bahan merupakan ukuran mutu pelajaran ( mutu kuliah ).Mutu pelajaran tidak terkait dengan banyak sedikitnya bahan,mudah sulitnya bahan. Akan tetapi lebih ditentukan oleh apa yang digariskan dalam kurikulum dan tujuan yang hendak dikuasasi oleh siswa.Disamping itu guru harus sadar bahwa setiap siswa memiliki perbedaan kemampuan,kebiasaan dan karakter. Jadi yang openting adalah tingkat korekasi bahan dengan tujuan dan yang ingin dicapai dan karakter siswa dengan mempertimbangkan berbagai aspek.

Siapa bisa mengajar pasti bisa menguji ( menilai,mengevaluasi ). Menilai adalah menagih apa yang telah disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Dan evaluasi bukan sekedar menagih konsep.Lebih dari itu misalnya,bahgaimana menyusun alat penialian, bagaimana  cara menilai,menentukan bobot soal dan waktu yang dibutuhkan dll. Karena pentingnya penilaian ,maka perlu penilaian dirancang dengan baik dengan memperhatikan tujuan dan kompetensiyang telah ditetapkan .

Menilai ( mengevaluasi ) hasil belajar dengan memberikan ujian dan ujian adalah kegiatan akhir pelajaran.Ujian,tes hanya merupakan salah satu alat penilaian.Ada cara lain dalam menilai seperti melakukan pengamatan,penugasan,portofolio dll. Yang penting adalah penilaian merupakan proses yang dilakukan secara terencana terus menerus dan tidak hanya dilakukan pada akhir mata pelajaran saja ( catur wulan/semester).

Ujian ( evaluasi ) untuk menentukan kelulusan.Siswa mendapat nilai tinggi berarti dia pintar begitu pula sebaliknya. Ujian sebagai salah satu alat penilaian,bukan untuk menentukan kelulusan/tidak lulus. Istilah lulus/tidak lulus tidak relevan,apalagi istilah pintar dan bodoh,tidak relevan dan tidak dikenal dalam pendidikan.Penilaian merupakan alat bukan tujuan. Bagi guru penilaian berfungsi untuk mengukur keberhasilan pengajaran,membantu siswa jika mengalami kesulitan dalam pengajaran dll. Sedang bagi siswa penilaian berfungsi untuk alat belajar. Artinya sudah tepatkan cara belajar yang dilakukan dan jika belum,perlu dilakukan perbaikan di masa datang. Yang perlu diingat oleh guru,setiap siswa memiliki bawaan potensi masing-masing,tugas pengajaran adalah membantu mengembangkan potensi sehingga lebih berdaya.

Dalam penilaian dengan skala 0 – 10.Angka nilai tertinggi bagi siswa adalah 8.Sedang untuk guru 9 dan 10 untuk malaikat.Filosofi ini ingin mengatakan bahwa sepandai-pandai siswa tidak akan pernah bisa mengalahkan gurunya.Pandangan di atas tidak selamanya benar. Jika memang pada kenyataanya siswa benar-benar menguasasi materi yang ada dalam soal dan jawabannya benar semua, maka ia ( siswa ) layak dan berhak dapat nilai 10. Penilaian dengan angka bukan tujuan. Bagi guru alat untuk melakukan pengajaran lebih baik ( semakin banyaknya siswa mendapat nilai baik,berbanding luruh dengan keberhasilan guru dalam pengajaran ), sedang bagi siswa alat untuk belajar lebih baik lagi.

Tidak ada pertanyaan dari murid,berarti pengajaran berhasil. Pemberian kesempatan bertanya pada siswa diakhir materi tidak efektif dan tidak dapat dijadikan apakah siswa menguasai materi atau tidak. Bisa jadi siswa sudah malas,jenuh atau memang sudah bisa dan bahkan materi yang disampaikan guru tidak dikuasasi sama sekali. Karena kadangkala ketika ada anak yang bertanya di akhir sesi,kurang mendapatkan respon yang baik ( dari guru maupun siswa ).

Guru ( dosen ) harus berwibawa di mata siswa,untuk itu guru harus tegas dank eras. Sering dipersepsikan guru yang berwibawa adalah guru yang bertindak dengan tegas dank eras. Kalau itu yang terjadi,maka yang muncul adalah menang-kalah,atasan – bawahan, kuasa – tidak kuasa. Kalau kita kembalikan kepada tugas guru adalah membantu,pemelancar ( fasilitator ) belajar siswa. Dalam konteks ini guru adalah rekan/mitra siswa.Kehadiran guru demi dan untuk belajar siswa. Yang harus diciptakan olkeh guru adalah hormatnya siswa bukan karena terpaksa, akan tetapi karena siswa menilai, bahwa gurunya memiliki pribadi yang membantu,peduli,mau mendengarkan persoalan siswa,mau menghargai,mau mengakui kesalahan dan kekurangan dll.

Demi kewibaan guru ,antara guru dan siswa harus ADA JARAK. Kembali dikatakan tugas guru adalah membantu siswanya. Agar tugas tersebut berlangsung dengan lancar,maka interaksi yang dibangun harus sederajat/bermitra. Guru harus lebih mengenal karakter siswa begitu pula sebaliknya.Dan kalau kata kunci dalam pengajaran adalah MEMBANTU, maka tidak ada istilah kewibaan dan penjagaan jarak guru – murid.

Kewibaan guru naik lewat simbol-simbol lahiriah.Pendapat yang keliru bahwa kewibaan guru bergantung pada status social ekonomi,mobil yang dipakai,busana dll. Disebutkan dalam pendidikan tidak adanya dan tidak relevannya istilah  kewibaan. Apa yang dimiliki dan dipakai guru mungkin dapat menaikkan wibawa guru itu secara pribadi. Akan tetapi tidak ada kaitannya dengan proses pengajaran dan efektifitas di kelas.

Seorang siswa selalu atau sering bertanya kepada guru waktu pelajaran,itu pertanda dia mau mengetes guru.Sering dan banyak para guru memiliki persepsi negative kepada siswa yang sering bertanya pada saat pelajaran. Prasangka guru langsung berpendapat ia ( siswa ) ngetes guru. Pandangan tersebut harusnya tidak dimiliki oleh guru.Dan biasanya ini dialami oleh guru yang tidak siap ketika masuk kelas.Oleh karena itu perlunya mempersiapkan dengan matang sebelum masuk kelas ( persiapan materi,mental,psikologi ). Memang tidak menutup kemungkinan ada tiope siswa yang seperti itu ( ngetes ). Kalau dijumpai siswa yang ngetes,maka guru harus tetap bijaksana dengan melakukan pendekatan yang baik dan mengajak dialog. Mungkin kondisi siswa saat guru menerangkan ada persoalan dan lain sebagainya atau mungkin kita ( guru ) tidak pas saat menyampaikan materi. Semuanya bisa mungkin.Jadi jangan langsung divonis siswa itu nakal/sering membuat ulah dll.Ingat siswa nakal adalah produk kepemimpinan guru utamanya dalam pengajaran.

Guru unggul ( superior ), murid di bawah guru ( inferior ). Dalam segala aspek,umur,pengetahuan,pengalaman,pendidikan dll. murid di bawah guru. Pendapat tersebut tidak semuanya salah. Namun kaitannya dengan pengetahuan,seorang guru tidak boleh berpersepsi di atas terus. Sehingga ketika ada siswanya yang bertanya,kurang mendapat respon yang baik dan kadang-kadang tanpa disadari dicemooh oleh guru. Apabila itu yang terjadi, maka siswa akan malas mengikuti pengajaran,kalaupun ikut terpaksa karena kuwajiban. Jadi harus diterapkan majanemen kemitraan-sederajat.

Dosen bukan guru,dosen itu makhluk lain dari guru. Antara dosen dan guru hakekatnya adalah sama yaitu pihak yang berhubungan langsung dengan dunia pendidikan dan pengajaran. Tidak ada perbedaan diantara keduanya. Semuanya dituntut untuk selalu mengembangkan potensinya dan belajar secara terus menerus,menguasasi pembelajarn dengan baik,mengasah ketrampilan. Pokoknya masing masing mempunyai tugas dan fungsi sesuai dengan jenjang kelasnya ( TK-SD-SMP-SMA-PT ),Dan kalau kita tarik benang merahnya tugasnya adalah membantu peserta didik ( siswa – mahasiswa ) mengembangkan wawasan dan ketrampilan guna hidup dizamannya.

EDISI 63 / DESEMBER 2003

PENDEKATAN LINTAS BUDAYA DALAM PENDIDIKAN ( PEMBELAJARAN & KONSELING )

Indonesia merupakan negar dan bangsa yang majemuk/multietnis dan multibudaya. Ada banyak ragam suku,bangsa,agama,budaya yang membentuk bangsa ini.Sejak zaman kolonial sampai –kemerdekaan sampai sebelum diputuskan otonomi daerah segala urusan termasuk pendidikan ditangani oleh pemerintah pusat. Daerah tidak diberi kewenangan untuk mengelolanya.

Urusan pendidikan yang begitu komplek juga menjadi urusan pusat,mulai dari ketenagaan,administrasi,keuangan. Bahkan urusan yang langsung berkaitan dengan pengajaran yaitu KURIKULUM ditentukan oleh pusat. Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah 2003 termasuk pendidikan .Persoalannya system desentralisasi dalam pendidikan ini belum berjalan maksimal. Masih ada sebagian yang menjadi urusan pusat,termasuk kurikulum. Sampai saat ini berlaku kurikulum nasionakl.Artinya kurikulum yang berlaku diseluruh wilayah Negara Indonesia. Padahal dengan berlakunya kurikulum secara nasional,mengabaikan kenyataan keberagaman yang ada di Indonesia. Dalam pelaksanaan system sentralisasi pendidikan ada keharusan untuk penyeragaman dalam semua aspek pendidikan, mulai dari soal,seragam,mekanisme penangangan sebuah kasus,ukuran prestasi dll. Tanpa disadari sering para guru memperlakukan para siswa sama Hal ini berdampak pada pendidikan dan pengajaran. Karena seorang anak itu satu kesatuan pribadi yang lain dari anak yang lain. IA KHAS,UNIK.

Bahkan tidak sedikit antara guru dan konselor juga ada perbedaan pandangan tentang pendidikan yang itu banyak dipengaruhi oleh keragaman dan latar belakang guru dan konselor itu sendiri.Penting sekali bagi guru dan konselor untuk memahami latar belakang budaya siswanya.Walaupun siswa itu berasal dari suku,agama,bangsa dan budaya yang sama,kadangkala ada perbedaan budaya. UNtuk dapat memahami latar belakang budaya siswa,guru dan konselor dituntut memiliki kesadaran dan peka  atas dirinya sendiri termasuk budayanya sendiri. Dengan kata lain guru dan konselor perlu mengenal dirinya sendiri … siapa saya sebenarnya … dan mengenal budayanya,agar bisa mengenal dan memahami siswanya.Adanya perbedaan budaya perlu diperhatikan oleh guru dan konselor.Karena sangat berpengaruh pada jalannya pengajaran dan konseling.

Beberapa perbedaan budaya yang perlu diperhatikan dan berpengaruh pada pengajaran adalah : bahasa,pandangan tentang hakikat orang ,tujuan hubungan antar insani,orientasi waktu,hubungan dengan alam,orientasi tindakan ( Sue dan Katz ). Telah disebutkan bahwa seorang anak itu KHAS,tiada duanya,tidak bisa disama-samakanatau disbanding-bandingkan dengan anak atau orang lain.Dalam kaitan tulisan ini,kekhasan anak itu adalah kekhasan budaya,maka perlakuakn pada anak,perlakuan pengajaran dan peralakuan konseling seharusnya khas pula.

Bagi guru : Kekhasan anak /individu dapat merepotkan,sebagai guru guru kelas harus memperhatikan anak-anak sekelas.Tetapi sebagai pendidik ( yang menyadari adanya perbedaan  individu ) ,ia harus memperhatikan dan melayani anak,satu persatu,selaku pribadi. Agar dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran,maka guru harus mengawinkan dua perhatian di atas.

Bagi konselor :Berbeda dengan guru.Konselor mutlak harus memperhatikan anak selaku pribadi. Hal ini terlebih ketika ia melakukan konseling.Ia ( konselor ) lebih dituntut  untuk peka,memiliki kesadaran.Dalam hal ini kepekaan dan kesadaran budaya waktu menghadapi klien dan menerapkan teknik konselingnya. Guru dan konselor,umumnya merasa dialah yang menjadi pusat. Padahal,seharusnya siswa didiklah yang menjadi pusat perhatian.Segala apa yang dipikirkan dan dikerjakan oleh guru dan konselor adalah demi anak,karena anak dan untuk anak. Guru merasa dirinya paling benar,pikirannya father know best.

Demi keberhasilan dalam membantu-mendidik anak bagi guru/konselor tidak ada cara lain,kecuali guru/konselor itu mesti belajar untuk peka dan sadar budaya dan belajar menerapkan pendekatan budaya dalam mengajar,membimbing ( konseling ).

EDISI  67/APRIL 2004

BALIKAN & PENGUATAN DALAM PEMBENTUKAN PERILAKU KEBERAGAMAN

Ada pandangan /pengertian yang keliru bahwa : Tugas pokok guru adalah mengajar dan mengajar adalah menyampaikan bahan pelajaran. Sebaliknya tugas murid adalah menerima bahan dari guru dengan cara mendengarkan uraian guru. Dari fakta di atas,maka hubungan antara guru dan murid seperti hubungan lalu lintas ( satu arah ) yaitu dari guru ke murid. Padahal mengajar dan pengajaran ,begitu pula hubungan murid dan guru merupakan proses timbal balik dan komplek sifatnya. Sebenarnya tugas guru bukan hanya menyampaikan materi,masih ada tugas lain misalnya : memotivasi siswa,membantu siswa menangkap pelajaran,membimbing belajar siswa,memberikan balikan dan penguatan dll.

Dalam pembelajaran ,balikan dan penguatan merupakan dua dari peristiwa pembelajaran. Dalam pelaksanaannya,pembelajaran dirancang,disiasati,dikelola sehingga membuahkan hasil yang dituju.Hasil yang dituju berupa psikologi yang disebut belajar.Balikan positif dari guru mempunyai fungsi menguatkan tingkah laku benar yang dilakukan murid;balikan juga memberikan rasa puas dalam diri murid atas prestasinya. Rasa puas yang timbul terus menerus akan menyebabkan rasa percaya diri,yang selanjutnya membangkitkan motivasi untuk berbuat lebih baik lagi. Balikan dan penguatan lebih lebih diperlukan pada tahap awal bersekolah,artinya waktu awal duduk dikelas permulaan.

Dibanyak sekolah balikan dan penguatan belum seluruhnya menjadi perhatian guru.Kebnyakan guru merasa sudah selesai ketika sudah selesai mengajar.Selanjutnya guru akan menagih apa yang telah disampaikan dalam bentuk ulangan. Kadang kala guru disibukkan dengan tugas administrasi baik dari kementerian maupun diknas setempat ( era otonomi ). Namun walaupun demikian hendaknya para guru tidak alpa untuk menaruh perhatian pada kemajuan siswanya dengan selalu memberikan balikan dan penguatan . 
Dewasa ini sekolah berlomba untuk mencapai tujuan besar yaitu menjadikan sekolah unggul,favorit,plus,rangking dll.Akan tetapi melupakan tujuan kecil  yaitu kemajuan individu. Apala artinya tujuan besar sekolah dapat nama, namun anak didik terabaikan kebutuhan dasarnya untuk memperoleh perhatian dan pengakuan.

DARI RUBRIK JENDELA PENDIDIKAN

Rekrutmen guru adalah soal  pengadaan staf dan selanjutnya pengembangan staf menjadi kewenangan pimpinan ( kepala sekolah,dinas pendidikan ) selaku administrator/manajer. Soal pengadaan guru ditentukan berdasarkan kebutuhan,analisa  akan tenaga,tidak saja dalam jumlah tetapi juga kualitas. Dan seleksi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan guru yang berkualitas. Namun yang perlu diingat dan disadari dalam seleksi kita tidak dapat berharap mendapatkan guru-guru yang berkualitas ( bermotivasi,berdedikasi ). Hal ini disebabkan karena  seleksi merupakan prosedur formal dan motivasi kerja dan dedikasi itu merupakan hasil belajar bukan sudah ada dari sononya.dengan kata lain motivasidan dedikasi bukanlah bakat.

Setelah mendapatkan guru yang diperlukan,maka tugas manajemen berikutnya adalah mengembangkan dengan berbagai cara,misalnya mengikutkan pelatihan-pelatihan,workshop dll.Disamping itu pengembangan profesi guru juga bergantung pada pola kepemimpinan dari kepala sekolah. Artinya kepala sekolah yang bijaksana pasti bersifat membantu,guru yang semula motivasinya rendah  dan kurang berdedikasi,menjadi lebih bergairah dan produktif.Intinya mootivasi adalah sesuatu yang harus dibangkitkan dan ditumbuhkan.

Guru ideal. Ideal untuk guru adalah guru itu menjadi professional,artinya ia sadar bidang pekerjaannya merupakan profesi,bukan pekerjaan biasa,merasa dirinya seorang tenaga professional alih alih seorang pegawai,kadar profesionalitasnya tinggi dan terus mengusahakan profesionalisme. Guru professional bukan berarti tanpa kesalahan waktu menjalankan tugas profesinya. Ia tetap manusia biasa,ia bukan malaikat yang tanpa salah.

Guru yang kuat nurani profesionalnya dilandasi dengan  nawaitu ibadah dan ikhlas,menemukan berbagai cara dan kiat untuk mendukung keberhasilan tugas mengajarnya. Seorang guru yang professional tidak terpaku pada sarana pendukung,melainkan dia akan menggunakan apa yang ada untuk dapat mendukung proses pengajaran. Mengenai dukungan dana memang perlu. Tapi bagi guru yang motivasinya adalah agama,mka dana  nomor dua atau sekian. Ia akan tetap bersyukur karena bidang tugasnya ia nilai ibadahuh  yang bagi guru tiada duanya. Namun walaupun demikian sebagai kepala sekolah,yayasan,kepala dinas yang baik ,artinya ,ia ( kepala sekolah dll ) harus professional,mempunyai wawasan system,melihat dirinya lebih selaku pemimpin bukan kepala.Intinya pengembangan staf,pendanaan merupakan komponen system yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.

Demikian sebagian pokok-pokok pikiran Prof. Munandir tentang pendidikan. Semoga mejadi pencerah dari semua pihak yang consent dan peduli terhadap perkembangan dan lahirnya generasi berkarakter Indonesia yang hiterogin.Lahirnya generasi yang berkarakter sangat diperlukan oleh bangsa dan Negara,terlebih sekarang ini kita sedang kehilangan identitas,akibat kiuatnya arus globalisasi. Untuk itu sikap kita sebagai anak Indonesia adalah pandai memilih dan memilah terhadap apapun yang datang baik dari dalam maupun luar. Dan sebagai orang tua,kita tidak diperbolehkan menjadikan anak kita sebagai orang lain,biarlah mereka ( anak anak ) menjadi dirinya sendiri. Tugas orang tua adalah membimbing,mengarahkan,memfasilitasi,memotivasi untuk berkembang sesuai dengan masanya.Sebagai penyelenggara Negara,buatlah regulasi yang kondusif yang membantu tumbuh berkembangnya semua elemen masyarakat sesuai dengan karakternya masing-masing. Sekali lagi terima kasih kepada semua pihak. Mari kita berbuat terhadap apa yang bisa dan lakukan dengan segera. Niscaya restorasi kea rah yang lebih baik akan segera datang.


2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Info Al Irsyad Al Islamiyyah Surabaya telah berperan serta melalui tulisan-tulisan (karya) buah pikir Prof. Munandir di tahun 2003 untuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui tangan-tangan profesional seorang guru, khususnya di Al Irsyad Al Islamiyyah sebagai lembaga/ organisasi bertaraf nasional yang berkecimpung di dunia pendidikan dan da'wah.
    Seorang ahli berkata "Maju tidaknya suatu bangsa tergantung pada seberapa tinggi tingkat pendidikan dan kepedulian / keberpihakan bangsa itu terhadap dunia pendidikan".

    BalasHapus