PANDANGAN PROF. DR. H. MUNANDIR. MA.
TENTANG PENDIDIKAN
Majalah Info Al-Irsyad
Surabaya sebuah
media yang berfungsi sebagai media komunikasi bagi warga besar Al-Irsyad baik
dalam maupun luar negeri ,menarik perhatian Prof. Munandir,untuk meluangkan
waktunya buat Info Al-Irsyad guna menyebarluaskan konsep-konsep pendidikan .
Hal ini sangat membanggakan buat Info Al-Irsyad karena dipercaya menjadi salah
satu media untuk memasyarakatkan pokok-pokok pikiran dari prof yang memang
peduli terhadap pendidikan utamanya pendidikan Islam.
Berikut
ini akan disampaikan resensi pokok-
pikiran Prof. munandir :
EDISI
54 / Maret 2003
SISTEM
BELAJAR – PEMBELAJARAN dan TUGAS GURU ( Profesionalisme Guru dalam Konteks
Otonomi Pendidikan )
Bagi guru tugas mengajar berarti mengelola
proses belajar-mengajar.Mengajar bukan pekerjaan biasa tetapi profesi. Profesi
adalah Dalam sebuah sekolah kita mengenal pendidik dan tenaga kependidikan.Yang
dimaksud dengan pendidik adalah guru TK-SD/MI-SMP/MTS-SMA/SMK/MA dan dosen.
Sedang yang termasuk tenaga kependidikan adalah orang – orang yang membantu
tugas pendidik,misalnya pustakawan-laboran dll.
bidang
pekerjan yang dilakukan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan,salah
satunya yang bersangkutan harus TERUS
MENERUS BELAJAR. Karena dengan belajar akan meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan kerja yang pada akhirnya tugas profesi dilaksanakan lebih baik dan
berhasil maksimal.
Kita
semua adalah pegawai ( negeri/swasta ),tetapi dalam melaksanakan tugas kita
adalah tenaga professional.Selama ini kita sering dalam melaksanakan tugas
menunggu instruksi,arahan,petunjuk atasa.Akan tetapi sebagai professional kita
melaksanakan tugas bukan lagi berdasarkan instruksi,namun berdasarkan pada
keputusan kita sendiri.Artinya dalam melaksanakan tugas didahului
pertimbangan matang dengan memperhatikan
berrbagai variable terkait dari tugas profesi itu sendiri. ( misal : kapan
menggunakan peraga saat mengajar,metode apa yang digunakan dll. ) Intinya professional dalam melaksanakan harus
mandiri ( otonom ), karena kelak yang bersangkutanlah yang mempertanggungjawabkan
terhadap apa yang telah dipilih. Termasuk kepala sekolah harus mampu mandiri (
memegang prinsip tetapi tidak boleh kaku ).
Ciri
tenaga professional diantaranya adalah dia
tahu ( paham , mengerti),apa,bagaimana,mengapa. Tenaga professional akan
paham apa tugas yang harus dilakukan,bagaimana cara melakukan tugas,mengapa
tidak dengan cara lain tapi cara itu. Apabila professional ( guru ) tidak paham
dan mampu menjelaskan ciri di atas, maka
guru itu bukan tenaga profesioanl melainkan dia adalah TUKANG. Seorang tukang
bekerja menunggu komando,perintah atasan dan ia ( tukang ) tidak berkewenangan
mengambil keputusan,dia hanyalah pelaksana. Sementara ini profesi guru
sering dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat,direndahkan dan bahkan
diremehkan. Terhadap pandangan tersebut,berpulang pada diri kita ( guru ) itu
sendiri. Artinya gurulah yang mampu
mengangkat harkat dan martabatnya,dengan cara melakukan tindakan dan perbuatan.
Belajar terus menerus,mengenal kekurangan dan kelebihan,serta pro aktif.
Tahun
2001,kita memasuki era otonomi daerah,termasuk otonomi pendidikan.Adanya
desentralisasi urusan pendidikan dari pemerintah pusat kepada daerah,menuntut
para guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk mencapai profesionalitas yang
tinggi. Otonomi mempunyai konsekuensi bagi guru memiliki kompetensi,yaitu
kompetensi professional,social dan personal,kemampuan . Di era otonomi
pendidikan,guru dalam bekerja tidak boleh lagi menggunakan model lama (
pasif,menunggu perintah/arahan/petunjuk saja ). Selama ini ada penilaian dari atasan ( kepala sekolah/yayasan/kepala
dinas ) apabila ada bawahan yang tidak mengikuti pedoman dalam
bertindak,walaupun itu benar ( ada dasar dan kebutuhan yang mendesak),maka
bawahan tersebut DINILAI SALAH – TIDAK LOYAL PADA ATASAN DAN DISURUH MINGGIR.
Padahal era professional ( keterbukaan ) lebih dituntut untuk mampu
berimprovisasi terhadap bidang tugas yang diberikan dengan mempertimbangkan
aspek-aspek terkait.
Disamping
itu guru bertugasmengimplementasikan kurikulum yang dibuat oleh pusat dalam
pembelajaran di kelas. Seorang guru harus menjabarkan kurikulum dalam bentuk
indicator,model pembelajaran,tujuan dan lain sebagainya. Dalam kaitan ini
secara tidak disadari seorang guru berarti melakukan proses pengambilan
keputusan. Pelaksanaan kurikulum di sekolah menjadi KEWENANGAN guru ( otonomi
guru ), tentunya dengan tidak mengesampingkan aspek lainnya.Di sekolah guru
bertugas di bawah kepala sekolah selaku administrator,manajer dan PENYELIA (
supervisor ).Tujuan penyelia adalah
peningkatan mutu kinerja guru,yang tujuan akhirnya adalah peningkatan mutu
kinerja belajar siswa.Kepala sekolah bertanggungjawab terhadap keputusan
yang telah diambil. Kepala sekolah harus mampu menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk belajar-mengajar. Jika kondisi tersebut ( kondusif ) tercipta
maka guru akan lebih termotivasi untuk mengajar dengan baik dan siswa akan
dapat belajar dengan suasana nyaman,enjoy dan yang penting tidak tertekan.
Dalam psikologi pendidikan ada konsep tentang belajar sebagai berikut :“
Susana belajar harus menyenangkan ( Learning fun ), dan apa yang dipalajari
siswa bermakna ( meaningful learning ) baginya.
Era
otonomi pendidikan menuntut semua pihak untuk SIAP. Apakah itu guru,kepala
sekolah,kepala dinas dan bahkan bupati/walikota. Kesiapan disini titik beratnya
adalah pemenuhan SDM yang mumpuni. Oleh karena itu ini menyangkut masalah
kesamaan cara pandang dan penyikapan. Penyikapan lebih penting, karena langsung
berkaitan dengan persoalan ( sekolah ). Saat
masih sentralisasi,kita terbiasa ( guru,kepala sekolah dll,bekerja hanya
berdasarkan petunjuk,arahan dan kita tidak terbiasa berinisiatif. Celakangan
kebiasaan seperti itu ( menunggu arahan dll ) justru dianggap perilaku
TERPUJI,memperoleh ganjaran,penguatan ( reinforcement ). Lebih celaka lagi
sikap professional ( berinisiatif,inovatif,proaktif dll ) malah MENDAPAT
HUKUMAN paling untung tidak mendapatkan perhatian dari atasan.
Era
otonomi harus mulai MENINGGALKAN sikap menunggu,pasif dll dan menggantinya
dengan sikap jemput bola,inovatif,berorientasi ke depan tidak cepat puas dengan
apa yang ada sekarang,dll yang positif. Pendidikan di sekolah dengan guru yang
otonom seperti itu LEBIH BESAR
peluangnya menjadi sekolah yang mampu berkembang dan maju. Untuk mencapai tu
semua,sekurang kurangnya harus rersedia prasyarat sebagai berikut :
-
Otonomi guru dilaksanakan secara
professional ( baik dan benar)
Sekolah ( kepala sekolah ) dan daerah
( bupati/walikota ) memiliki kesiapan berotonomi dalam arti upaya penyiapan SDM
yang mumpuni dengan memberi perhatian lebih pada dunia pendidikan.
Apabila
otonomi pendidikan dijalankan dengan baik dan benar,maka memberi banyak harapan
bagi kemajuan daerah,sekolah dan pendidikan pada umumnya. Dibalik itu semua
guru harus mampu mendesain ( merancang ) pembelajaran dengan
inovatif,rekreatif.
Namun
sementara ini ada pandangan yang keliru,bahwa majunya sebuah sekolah banyak
diukur dari keberhasilan siswanya dalam ujian nasional ( memperoleh NUN tinggi
).Dan tidak sedikit apabila sekolah mencapai NUN tinggi atau tingkat
kelulusannya 100 % itu dapat menjadi GENGSI
sekolah/daerah bahkan prestise bagi bupati/walikotanya ( apalagi yang mau
mencalonkan lagi,sering menjadikan dunia pendidikan sebagai ladang pendulang
suara ). Sehingga untuk mencapai NUN tinggi para pihak tidak segan-segang
menghalalkan segala macam cara. Padahal keberhasilan pendidikan adalah
disamping bertambahluasnya pengetahuan dan pemahaman siswa tentang materi
pelajaran juga transformasi dalam bentuk sikap,perbuatan dalam kehidupan
sehari-hari. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan dan harus terintegrasi
dalam diri siswa dan guru serta pihak-pihak yang berhubungan langsung maupun
tidak langsung dengan pendidikan.
EDISII
54 / MARET 2003
MISKONSEPSI
tentang PENDIDIKAN
Miskonsepsi
tentang pendidikan bukan hanya terjadi di masyarakat awam,melainkan juga
.dikalangan internal ( guru,kepala sekolah ).Berikut ini beberapa miskonsepsi
yang sering kita jumpai yang harus segera diluruskan agar visi dan misi
pendidikan kembali pada jalur yang benar.
Siapa menguasasi bahan
ajar ( ilmu pengetahuan ) bisa mengajar.Mengajar bukan hanya sekedar mentransfer ilmu
pengetahuan,akan tetapi lebih dari itu. Ada sejumlah kompetensi yang harus
dimiliki sebelum mengajar, diantaranya adalah kompetensi social,personal (
emosi ). Kompetensi pengetahuan hanya salah satunya saja.Oleh kareena itu
sangatlah tidak benar apabila ada pendapat yang mengatakan bahwa dengan
menguasasi ilmu sudah bisa mewngajar.
Mengajar ialah soal
menyampaikan ,atau memberikan bahan.
Mengajar merupakan proses. Bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa perklu
diberi makna,disandi dan sebagainya. Pendek kata diproses secara
psikologis,emosional dan bahan itu harus diintegrasikan dengan penanaman
prilaku.
Mengajar ( memberi
kuliah ) berarti menggunakan metode ceramah
(lecturing). Karena mengajar adalah menyampaikan
bahan/pesan,maka wajarlah kalau menggunakan metode ceramah. Padahal kita paham
dalam pembelajaran banyak metode yang dapat digunakan ( diskusi,pemberian
tugas,problem solving,sosiodrama,demonstrasi dll ). Penentuan metode yang
digunakan sangat dipengaruhi oleh karakter mata pelajaran dan siswa ,tujuan
yang ingin dicapai,kompetensi yang ingin dikuasasi oleh siswa,dll ).
Peranan siswa dalam
pengajaran adalah mendengarkan uraian guru ( dosen ). Tugas siswa saat mengikuti
pengajaran adalah mendengarkan,mencamkan segala apa yang disampaikan oleh guru.
Ingat, pengajaran adalah proses interaksi antara siswa dan guru. Maka dituntut
siswa tidak hanya mendengarkan,tetapi harus aktif bertanya,berdiskusi serta
beradu pendapat dengan guru dan bahkan dibenarkan menolak pendapat guru. Karena
yang dicari dalam pengajaran adalah kebenaran ilmiah. Namun tetap siswa harus
nmenyampaikan dengan cara yang baik ( sesuai dengan etika dan sopan santun ).
Belajar ialah proses
mengingat-ingat dan menghafal.
Setelah mendenganrkan materi yang disampaikan guru,tugas siswa berikutnya
adalah menyimpan materi tersebut dan diingat kembali ketika ada tagihan (
ulangan dll ).Mengingat dan menghafal bukan satu satunya tujuan pembelajaran.
Masih ada tujuan lain yaitu kemampuan memahami,menganalisa,memecahkan
masalah,melakukan sesuatu,mengapresiasi dll ). Dan kemampuan yang harus
dimiliki oleh anak setelah mengikuti pengajaran minimal tiga hal yaitu
kognitif,psikomotor dan afektif.
Pengertian bahan
ajar,berupa ilmu pengetahuan.Bersekolah,berguru adalah untuk mencari ilmu. Bahan ajar bukan hal yang verbal
semata,tetap dapat berupa data-fakta,konsep,prosedur dll. Jadi bahan ajar
adalah sesuatu ( luas sekali ) yang dapat membantu memahamkan siswa tentang
konsep untuk selanjutnya diintegrasikan dalam sikap dan perbuatan.
Bahan bahan dan
sulitnya bahan merupakan ukuran mutu pelajaran ( mutu kuliah ).Mutu pelajaran tidak terkait dengan
banyak sedikitnya bahan,mudah sulitnya bahan. Akan tetapi lebih ditentukan oleh
apa yang digariskan dalam kurikulum dan tujuan yang hendak dikuasasi oleh
siswa.Disamping itu guru harus sadar bahwa setiap siswa memiliki perbedaan
kemampuan,kebiasaan dan karakter. Jadi yang openting adalah tingkat korekasi
bahan dengan tujuan dan yang ingin dicapai dan karakter siswa dengan
mempertimbangkan berbagai aspek.
Siapa bisa mengajar
pasti bisa menguji ( menilai,mengevaluasi ). Menilai adalah menagih apa yang telah disampaikan oleh
guru dalam proses pembelajaran. Dan evaluasi bukan sekedar menagih konsep.Lebih
dari itu misalnya,bahgaimana menyusun alat penialian, bagaimana cara menilai,menentukan bobot soal dan waktu
yang dibutuhkan dll. Karena pentingnya penilaian ,maka perlu penilaian
dirancang dengan baik dengan memperhatikan tujuan dan kompetensiyang telah
ditetapkan .
Menilai ( mengevaluasi
) hasil belajar dengan memberikan ujian dan ujian adalah kegiatan akhir
pelajaran.Ujian,tes
hanya merupakan salah satu alat penilaian.Ada cara lain dalam menilai seperti
melakukan pengamatan,penugasan,portofolio dll. Yang penting adalah penilaian
merupakan proses yang dilakukan secara terencana terus menerus dan tidak hanya
dilakukan pada akhir mata pelajaran saja ( catur wulan/semester).
Ujian ( evaluasi )
untuk menentukan kelulusan.Siswa
mendapat nilai tinggi berarti dia pintar begitu pula sebaliknya. Ujian sebagai
salah satu alat penilaian,bukan untuk menentukan kelulusan/tidak lulus. Istilah
lulus/tidak lulus tidak relevan,apalagi istilah pintar dan bodoh,tidak relevan
dan tidak dikenal dalam pendidikan.Penilaian merupakan alat bukan tujuan. Bagi
guru penilaian berfungsi untuk mengukur keberhasilan pengajaran,membantu siswa
jika mengalami kesulitan dalam pengajaran dll. Sedang bagi siswa penilaian
berfungsi untuk alat belajar. Artinya sudah tepatkan cara belajar yang
dilakukan dan jika belum,perlu dilakukan perbaikan di masa datang. Yang perlu diingat oleh guru,setiap siswa
memiliki bawaan potensi masing-masing,tugas pengajaran adalah membantu
mengembangkan potensi sehingga lebih berdaya.
Dalam penilaian dengan
skala 0 – 10.Angka nilai tertinggi bagi siswa adalah 8.Sedang untuk guru 9 dan
10 untuk malaikat.Filosofi
ini ingin mengatakan bahwa sepandai-pandai siswa tidak akan pernah bisa
mengalahkan gurunya.Pandangan di atas tidak selamanya benar. Jika memang pada
kenyataanya siswa benar-benar menguasasi materi yang ada dalam soal dan
jawabannya benar semua, maka ia ( siswa ) layak dan berhak dapat nilai 10.
Penilaian dengan angka bukan tujuan. Bagi guru alat untuk melakukan pengajaran
lebih baik ( semakin banyaknya siswa mendapat nilai baik,berbanding luruh
dengan keberhasilan guru dalam pengajaran ), sedang bagi siswa alat untuk
belajar lebih baik lagi.
Tidak ada pertanyaan
dari murid,berarti pengajaran berhasil. Pemberian kesempatan bertanya pada siswa diakhir materi
tidak efektif dan tidak dapat dijadikan apakah siswa menguasai materi atau
tidak. Bisa jadi siswa sudah malas,jenuh atau memang sudah bisa dan bahkan
materi yang disampaikan guru tidak dikuasasi sama sekali. Karena kadangkala
ketika ada anak yang bertanya di akhir sesi,kurang mendapatkan respon yang baik
( dari guru maupun siswa ).
Guru ( dosen ) harus
berwibawa di mata siswa,untuk itu guru harus tegas dank eras. Sering dipersepsikan guru yang
berwibawa adalah guru yang bertindak dengan tegas dank eras. Kalau itu yang
terjadi,maka yang muncul adalah menang-kalah,atasan – bawahan, kuasa – tidak
kuasa. Kalau kita kembalikan kepada tugas guru adalah membantu,pemelancar (
fasilitator ) belajar siswa. Dalam konteks ini guru adalah rekan/mitra
siswa.Kehadiran guru demi dan untuk belajar siswa. Yang harus diciptakan olkeh
guru adalah hormatnya siswa bukan karena terpaksa, akan tetapi karena siswa
menilai, bahwa gurunya memiliki pribadi yang membantu,peduli,mau mendengarkan
persoalan siswa,mau menghargai,mau mengakui kesalahan dan kekurangan dll.
Demi kewibaan guru
,antara guru dan siswa harus ADA JARAK. Kembali dikatakan tugas guru adalah membantu siswanya.
Agar tugas tersebut berlangsung dengan lancar,maka interaksi yang dibangun
harus sederajat/bermitra. Guru harus lebih mengenal karakter siswa begitu pula
sebaliknya.Dan kalau kata kunci dalam pengajaran adalah MEMBANTU, maka tidak ada istilah kewibaan dan penjagaan jarak guru
– murid.
Kewibaan guru naik
lewat simbol-simbol lahiriah.Pendapat
yang keliru bahwa kewibaan guru bergantung pada status social ekonomi,mobil
yang dipakai,busana dll. Disebutkan dalam pendidikan tidak adanya dan tidak
relevannya istilah kewibaan. Apa yang
dimiliki dan dipakai guru mungkin dapat menaikkan wibawa guru itu secara
pribadi. Akan tetapi tidak ada kaitannya dengan proses pengajaran dan
efektifitas di kelas.
Seorang siswa selalu
atau sering bertanya kepada guru waktu pelajaran,itu pertanda dia mau mengetes
guru.Sering dan
banyak para guru memiliki persepsi negative kepada siswa yang sering bertanya
pada saat pelajaran. Prasangka guru langsung berpendapat ia ( siswa ) ngetes guru.
Pandangan tersebut harusnya tidak dimiliki oleh guru.Dan biasanya ini dialami
oleh guru yang tidak siap ketika masuk kelas.Oleh karena itu perlunya
mempersiapkan dengan matang sebelum masuk kelas ( persiapan
materi,mental,psikologi ). Memang tidak menutup kemungkinan ada tiope siswa
yang seperti itu ( ngetes ). Kalau dijumpai siswa yang ngetes,maka guru harus
tetap bijaksana dengan melakukan pendekatan yang baik dan mengajak dialog.
Mungkin kondisi siswa saat guru menerangkan ada persoalan dan lain sebagainya
atau mungkin kita ( guru ) tidak pas saat menyampaikan materi. Semuanya bisa
mungkin.Jadi jangan langsung divonis siswa itu nakal/sering membuat ulah dll.Ingat
siswa nakal adalah produk kepemimpinan guru utamanya dalam pengajaran.
Guru unggul ( superior
), murid di bawah guru ( inferior ). Dalam
segala aspek,umur,pengetahuan,pengalaman,pendidikan dll. murid di bawah guru.
Pendapat tersebut tidak semuanya salah. Namun kaitannya dengan
pengetahuan,seorang guru tidak boleh berpersepsi di atas terus. Sehingga ketika
ada siswanya yang bertanya,kurang mendapat respon yang baik dan kadang-kadang
tanpa disadari dicemooh oleh guru. Apabila itu yang terjadi, maka siswa akan
malas mengikuti pengajaran,kalaupun ikut terpaksa karena kuwajiban. Jadi harus
diterapkan majanemen kemitraan-sederajat.
Dosen bukan guru,dosen
itu makhluk lain dari guru.
Antara dosen dan guru hakekatnya adalah sama yaitu pihak yang berhubungan
langsung dengan dunia pendidikan dan pengajaran. Tidak ada perbedaan diantara
keduanya. Semuanya dituntut untuk selalu mengembangkan potensinya dan belajar
secara terus menerus,menguasasi pembelajarn dengan baik,mengasah ketrampilan.
Pokoknya masing masing mempunyai tugas dan fungsi sesuai dengan jenjang
kelasnya ( TK-SD-SMP-SMA-PT ),Dan kalau kita tarik benang merahnya tugasnya
adalah membantu peserta didik ( siswa – mahasiswa ) mengembangkan wawasan dan
ketrampilan guna hidup dizamannya.
EDISI
63 / DESEMBER 2003
PENDEKATAN
LINTAS BUDAYA DALAM PENDIDIKAN ( PEMBELAJARAN & KONSELING )
Indonesia
merupakan negar dan bangsa yang majemuk/multietnis dan multibudaya. Ada banyak
ragam suku,bangsa,agama,budaya yang membentuk bangsa ini.Sejak zaman kolonial
sampai –kemerdekaan sampai sebelum diputuskan otonomi daerah segala urusan
termasuk pendidikan ditangani oleh pemerintah pusat. Daerah tidak diberi
kewenangan untuk mengelolanya.
Urusan
pendidikan yang begitu komplek juga menjadi urusan pusat,mulai dari
ketenagaan,administrasi,keuangan. Bahkan urusan yang langsung berkaitan dengan
pengajaran yaitu KURIKULUM ditentukan oleh pusat. Seiring dengan
diberlakukannya otonomi daerah 2003 termasuk pendidikan .Persoalannya system
desentralisasi dalam pendidikan ini belum berjalan maksimal. Masih ada sebagian
yang menjadi urusan pusat,termasuk kurikulum. Sampai saat ini berlaku kurikulum
nasionakl.Artinya kurikulum yang berlaku diseluruh wilayah Negara Indonesia.
Padahal dengan berlakunya kurikulum secara nasional,mengabaikan kenyataan
keberagaman yang ada di Indonesia. Dalam pelaksanaan system sentralisasi
pendidikan ada keharusan untuk penyeragaman dalam semua aspek pendidikan, mulai
dari soal,seragam,mekanisme penangangan sebuah kasus,ukuran prestasi dll. Tanpa
disadari sering para guru memperlakukan para siswa sama Hal ini berdampak pada
pendidikan dan pengajaran. Karena seorang anak itu satu kesatuan pribadi yang
lain dari anak yang lain. IA KHAS,UNIK.
Bahkan
tidak sedikit antara guru dan konselor juga ada perbedaan pandangan tentang
pendidikan yang itu banyak dipengaruhi oleh keragaman dan latar belakang guru
dan konselor itu sendiri.Penting sekali bagi guru dan konselor untuk memahami
latar belakang budaya siswanya.Walaupun siswa itu berasal dari
suku,agama,bangsa dan budaya yang sama,kadangkala ada perbedaan budaya. UNtuk
dapat memahami latar belakang budaya siswa,guru dan konselor dituntut
memiliki kesadaran dan peka atas dirinya
sendiri termasuk budayanya sendiri. Dengan kata lain guru dan konselor perlu
mengenal dirinya sendiri … siapa saya sebenarnya … dan mengenal budayanya,agar
bisa mengenal dan memahami siswanya.Adanya perbedaan budaya perlu diperhatikan
oleh guru dan konselor.Karena sangat berpengaruh pada jalannya pengajaran dan
konseling.
Beberapa
perbedaan budaya yang perlu diperhatikan dan berpengaruh pada pengajaran adalah
: bahasa,pandangan tentang hakikat orang ,tujuan hubungan antar
insani,orientasi waktu,hubungan dengan alam,orientasi tindakan ( Sue dan Katz
). Telah disebutkan bahwa seorang anak itu KHAS,tiada duanya,tidak bisa
disama-samakanatau disbanding-bandingkan dengan anak atau orang lain.Dalam
kaitan tulisan ini,kekhasan anak itu adalah kekhasan budaya,maka perlakuakn
pada anak,perlakuan pengajaran dan peralakuan konseling seharusnya khas pula.
Bagi
guru : Kekhasan anak /individu dapat merepotkan,sebagai guru guru kelas harus
memperhatikan anak-anak sekelas.Tetapi sebagai pendidik ( yang menyadari adanya
perbedaan individu ) ,ia harus
memperhatikan dan melayani anak,satu persatu,selaku pribadi. Agar dalam
melaksanakan pendidikan dan pengajaran,maka guru harus mengawinkan dua
perhatian di atas.
Bagi
konselor :Berbeda dengan guru.Konselor mutlak harus memperhatikan anak selaku
pribadi. Hal ini terlebih ketika ia melakukan konseling.Ia ( konselor ) lebih
dituntut untuk peka,memiliki
kesadaran.Dalam hal ini kepekaan dan kesadaran budaya waktu menghadapi klien
dan menerapkan teknik konselingnya. Guru dan konselor,umumnya merasa dialah
yang menjadi pusat. Padahal,seharusnya siswa didiklah yang menjadi pusat
perhatian.Segala apa yang dipikirkan dan dikerjakan oleh guru dan konselor
adalah demi anak,karena anak dan untuk anak. Guru merasa dirinya paling
benar,pikirannya father know best.
Demi
keberhasilan dalam membantu-mendidik anak bagi guru/konselor tidak ada cara
lain,kecuali guru/konselor itu mesti belajar untuk peka dan sadar budaya dan
belajar menerapkan pendekatan budaya dalam mengajar,membimbing ( konseling ).
EDISI 67/APRIL 2004
BALIKAN & PENGUATAN
DALAM PEMBENTUKAN PERILAKU KEBERAGAMAN
Ada
pandangan /pengertian yang keliru bahwa : Tugas pokok guru adalah mengajar dan
mengajar adalah menyampaikan bahan pelajaran. Sebaliknya tugas murid adalah
menerima bahan dari guru dengan cara mendengarkan uraian guru. Dari fakta di
atas,maka hubungan antara guru dan murid seperti hubungan lalu lintas ( satu
arah ) yaitu dari guru ke murid. Padahal mengajar dan pengajaran ,begitu pula
hubungan murid dan guru merupakan proses timbal balik dan komplek sifatnya.
Sebenarnya tugas guru bukan hanya menyampaikan materi,masih ada tugas lain
misalnya : memotivasi siswa,membantu siswa menangkap pelajaran,membimbing
belajar siswa,memberikan balikan dan penguatan dll.
Dalam
pembelajaran ,balikan dan penguatan merupakan dua dari peristiwa pembelajaran.
Dalam pelaksanaannya,pembelajaran dirancang,disiasati,dikelola sehingga
membuahkan hasil yang dituju.Hasil yang dituju berupa psikologi yang disebut
belajar.Balikan positif dari guru mempunyai fungsi menguatkan tingkah laku
benar yang dilakukan murid;balikan juga memberikan rasa puas dalam diri murid
atas prestasinya. Rasa puas yang timbul terus menerus akan menyebabkan rasa
percaya diri,yang selanjutnya membangkitkan motivasi untuk berbuat lebih baik
lagi. Balikan dan penguatan lebih lebih diperlukan pada tahap awal
bersekolah,artinya waktu awal duduk dikelas permulaan.
Dibanyak
sekolah balikan dan penguatan belum seluruhnya menjadi perhatian guru.Kebnyakan
guru merasa sudah selesai ketika sudah selesai mengajar.Selanjutnya guru akan
menagih apa yang telah disampaikan dalam bentuk ulangan. Kadang kala guru
disibukkan dengan tugas administrasi baik dari kementerian maupun diknas
setempat ( era otonomi ). Namun walaupun demikian hendaknya para guru tidak
alpa untuk menaruh perhatian pada kemajuan siswanya dengan selalu memberikan
balikan dan penguatan .
Dewasa ini sekolah berlomba untuk mencapai tujuan besar
yaitu menjadikan sekolah unggul,favorit,plus,rangking dll.Akan tetapi melupakan
tujuan kecil yaitu kemajuan individu.
Apala artinya tujuan besar sekolah dapat nama, namun anak didik terabaikan
kebutuhan dasarnya untuk memperoleh perhatian dan pengakuan.
DARI RUBRIK JENDELA
PENDIDIKAN
Rekrutmen guru adalah soal pengadaan staf dan selanjutnya pengembangan
staf menjadi kewenangan pimpinan ( kepala sekolah,dinas pendidikan ) selaku
administrator/manajer. Soal pengadaan guru ditentukan berdasarkan
kebutuhan,analisa akan tenaga,tidak saja
dalam jumlah tetapi juga kualitas. Dan seleksi merupakan salah satu cara untuk
mendapatkan guru yang berkualitas. Namun yang perlu diingat dan disadari dalam
seleksi kita tidak dapat berharap mendapatkan guru-guru yang berkualitas (
bermotivasi,berdedikasi ). Hal ini disebabkan karena seleksi merupakan prosedur formal dan
motivasi kerja dan dedikasi itu merupakan hasil belajar bukan sudah ada dari
sononya.dengan kata lain motivasidan dedikasi bukanlah bakat.
Setelah
mendapatkan guru yang diperlukan,maka tugas manajemen berikutnya adalah
mengembangkan dengan berbagai cara,misalnya mengikutkan
pelatihan-pelatihan,workshop dll.Disamping itu pengembangan profesi guru juga
bergantung pada pola kepemimpinan dari kepala sekolah. Artinya kepala sekolah
yang bijaksana pasti bersifat membantu,guru yang semula motivasinya rendah dan kurang berdedikasi,menjadi lebih
bergairah dan produktif.Intinya mootivasi adalah sesuatu yang harus dibangkitkan
dan ditumbuhkan.
Guru
ideal. Ideal untuk guru adalah guru itu menjadi professional,artinya ia sadar
bidang pekerjaannya merupakan profesi,bukan pekerjaan biasa,merasa dirinya
seorang tenaga professional alih alih seorang pegawai,kadar profesionalitasnya
tinggi dan terus mengusahakan profesionalisme. Guru professional bukan berarti
tanpa kesalahan waktu menjalankan tugas profesinya. Ia tetap manusia biasa,ia
bukan malaikat yang tanpa salah.
Guru
yang kuat nurani profesionalnya dilandasi dengan nawaitu ibadah dan ikhlas,menemukan berbagai
cara dan kiat untuk mendukung keberhasilan tugas mengajarnya. Seorang guru yang
professional tidak terpaku pada sarana pendukung,melainkan dia akan menggunakan
apa yang ada untuk dapat mendukung proses pengajaran. Mengenai dukungan dana
memang perlu. Tapi bagi guru yang motivasinya adalah agama,mka dana nomor dua atau sekian. Ia akan tetap
bersyukur karena bidang tugasnya ia nilai ibadahuh yang bagi guru tiada duanya. Namun walaupun
demikian sebagai kepala sekolah,yayasan,kepala dinas yang baik ,artinya ,ia (
kepala sekolah dll ) harus professional,mempunyai wawasan system,melihat
dirinya lebih selaku pemimpin bukan kepala.Intinya pengembangan staf,pendanaan
merupakan komponen system yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Demikian
sebagian pokok-pokok pikiran Prof. Munandir tentang pendidikan. Semoga mejadi
pencerah dari semua pihak yang consent dan peduli terhadap perkembangan dan
lahirnya generasi berkarakter Indonesia yang hiterogin.Lahirnya generasi yang
berkarakter sangat diperlukan oleh bangsa dan Negara,terlebih sekarang ini kita
sedang kehilangan identitas,akibat kiuatnya arus globalisasi. Untuk itu sikap
kita sebagai anak Indonesia adalah pandai memilih dan memilah terhadap apapun
yang datang baik dari dalam maupun luar. Dan sebagai orang tua,kita tidak
diperbolehkan menjadikan anak kita sebagai orang lain,biarlah mereka ( anak
anak ) menjadi dirinya sendiri. Tugas orang tua adalah
membimbing,mengarahkan,memfasilitasi,memotivasi untuk berkembang sesuai dengan
masanya.Sebagai penyelenggara Negara,buatlah regulasi yang kondusif yang
membantu tumbuh berkembangnya semua elemen masyarakat sesuai dengan karakternya
masing-masing. Sekali lagi terima kasih kepada semua pihak. Mari kita berbuat
terhadap apa yang bisa dan lakukan dengan segera. Niscaya restorasi kea rah
yang lebih baik akan segera datang.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusInfo Al Irsyad Al Islamiyyah Surabaya telah berperan serta melalui tulisan-tulisan (karya) buah pikir Prof. Munandir di tahun 2003 untuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui tangan-tangan profesional seorang guru, khususnya di Al Irsyad Al Islamiyyah sebagai lembaga/ organisasi bertaraf nasional yang berkecimpung di dunia pendidikan dan da'wah.
BalasHapusSeorang ahli berkata "Maju tidaknya suatu bangsa tergantung pada seberapa tinggi tingkat pendidikan dan kepedulian / keberpihakan bangsa itu terhadap dunia pendidikan".